Thank you for supporting me with vote + comment! ❤️
Enjoy reading!
-----------------------------------------------------------
"Kenapa sih lo, Jen? Puyeng amat kayak kebanyakan utang." kata Sandi menghampiri gue. Tercium aroma minyak angin yang gue oles di pelipis—karena gak ada koyo cabe. Muka gue keliatan sayu, badan lemes banget kayak orang sakit. Ditambah posisi tangan menopang kepala di atas meja.
Bukan bermaksud lebay, udah dari semalam kepala gue sedikit pusing gara-gara kerjaan dan hal yang satu ini, "Gendis nanti malam ada acara peresmian jabatan barunya."
"Terus kaitannya sama elo?"
"Dia ngajakin gue dateng ke sana."
"Serius? Tanda-tanda dong!" ujar Yayan menyahut semangat.
"Tanda-tanda apanya anjir? Pusing nih gue. Dari minggu lalu tiba-tiba di kontak, tiba-tiba ngajak ketemu, tiba-tiba diajakin ke acara kantornya."
"Lo ogebnya kelewatan sih. Itu tanda-tanda ngajak balikan lah!"
"Enggak. Gak mungkin." gue masih menyangkal. Rasanya tetap aneh bagi gue. Tanpa sadar jari gue menggaruk bagian sudur bibir, langsung terasa panas karena masih ada bekas terkena minyak angin. Apes.
Sandi memberi solusi yang gak berguna, "Ya udah, dateng aja, Jen. Diundang kan?"
"Bukan itu masalahnya, Pak. Gue tuh... Ah taulah. Udah lo semua mending kerja!" usir gue pada mereka berdua. Kesel juga kalo lagi mikirin sesuatu terus malah direcokin begini.
Kalo gue cerita masalah yang sebenarnya, pasti mereka bakalan ngetawain gue. Ini bukan soal ajakan Gendis doang, tapi juga Zalya yang gue janjiin mau datang ke traktirannya. Acaranya tepat di hari dan jam yang sama alias bentrok. Padahal udah hampir dari seminggu yang lalu, namun gue masih mikirin terus hingga saat ini.
Helaan napas berat berkali-kali gue hembuskan. Tersisa 4 jam lagi menuju jam pulang sebelum bersiap untuk pergi ke acara di antara mereka. Perlukah gue berubah menjadi amoeba dulu dan membelah diri supaya bisa datang ke acara dua-duanya?
Meskipun gue emang verified gantengnya, tapi kalo dikasih persoalan kayak gini ya susah, bro. Gue salut banget sama orang-orang yang jago selingkuh. Kok bisa gitu berbagi hati dan waktu ke dua perempuan yang berbeda, caranya kayak gimana coba? Sayang banget gue gak berbakat di bidang perselingkuhan.
"Halo, Jen?"
Gendis menelpon gue di jam 3 sore, "Iya halo, Dis?"
"Gimana nanti malam? Kamu bisa dateng kan?"
Antara yakin dan gak yakin, ada sedikit hal yang terasa mengganjal semenjak terakhir kali gue bertemu Gendis. Terlebih dari cara dia memperlakukan gue, seakan diajaknya untuk terus masuk ke dalam lingkup kehidupannya lagi. Dia seperti memiliki magnet khusus untuk menarik perhatian gue padanya, tapi gue belum tahu apa tujuannya itu. Bisa buta pikiran gue lama-lama kalo begini caranya, gue terlalu mudah untuk diberi perhatian alias gampang luluh.
"Jen?" tanyanya lagi di telepon.
"Iya? Oh... Nanti malam ya, Dis?"
"Iyaaa. Jangan sampe lupa ya, Jen! See you."
"Hmm." lalu ditutup kembali teleponnya.
Sementara itu Zalya juga mengirim pesan via WhatsApp yang intinya mengingatkan supaya gue gak lupa sama janji hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] BETWEEN THE DOOR - The Announcers Series ✔
General Fiction[COMPLETE] "Halo, Pak....Jenderal?" sapanya pelan melambai-lambaikan tangan. "Panggil Jen aja, Mas Jen." sahut gue kemudian. Dua tahun bekerja sebagai editor di The Announcers Radio, Jen dikenal sebagai sosok mak comblang salah satu rekan kerjanya...