Bagian 1

171 20 5
                                    

Masa lalu itu tidak untuk dilupakan,
Melainkan dijadikan pelajaran agar tidak kembali merasakan kekecewaan yang sama

~Fahima Khairunnisa~

-oOo-


“Assalamu’alaikum, Uma, Abi” Fahima baru saja memasuki ruang makan langsung mengucapkan salam, setelahnya ia mengecup pipi kedua orang tuanya secara bergantian.

“Wa’alaikumsalam, Sayang” kedunya membalasnya sembari tersenyum gemas melihat putri cantiknya yang kini sudah tumbuh dewasa. Padahal sepertinya masih kemarin ia hamil dan melahirkan putrinya itu, rasanya seperti tak percaya namun begitulah kenyataanya. Waktu seolah semakin cepat berlalu.

“Tumben banget anak Uma pagi-pagi begini udah rapih banget, memangnya kamu mau kemana?” tanya Nadia ketika melihat penampilan putrinya yang tidak seperti biasanya. Gadis itu menggunakan setelan kantor yang hampir serupa dengan gamis, dan dipadukan dengan hijab syar’inya yang menutupi dada membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

“Uma lupa ya? Hari ini kan Ima udah mulai kerja” ujarnya dengan tenang sembari melahap nasi gorengnya dengan khidmat. Ima merupakan nama penggilan kesayangan khusus dari orang tuanya untuk Fahima.

“Kalau sudah selesai, kita berangkat. Abi yang nganterin kamu” Faris sudah menyelesaikan aktifitas sarapannya. Ia menatap Fahima yang masih melahap makanannya.

“Tapikan Bi, Ima mau berangkatnya sendiri aja.” Gadis itu menatap Faris dengan tatapan lesuh.

“Kamu perginya naik motor?” Faris tampak mengernyitkan dahi untuk memastikan.

“Ya iyalah Bi, kan mobil Abi yang pakai. Lagian nih ya, aku nggak mau naik mobil nanti telat. Abi kan tahu kalau jam segini tuh jakarta macetnya kayak gimana” Fahima mendengus kesal.

“Tapi kalau ada yang godain kamu dijalan bagaimana? Abi Nggak setuju”

“Kok Abi over protektif banget sih? Sebel deh aku jadinya”

Keduanya terus saling berbantahan. Memang sih, Faris tipe ayah sekaligus suami yang sangat perhatian sama anak dan istrinya. Bahkan saking perhatiannya, terkadang Fahima dibuat kesal olehnya. Seperti yang terjadi pada pagi ini. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa kedua wanita itu sangat bersyukur memiliki sosok Faris yang sangat mencintai mereka.

“Hey, jangan cemberut dong sayang. Nanti cantiknya hilang lo” Faris mencubit gemas hidung putrinya itu. Akan tetapi, Fahima semakin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak, karena tidak berhasil membujuk putrinya itu, akhirnya Faris menggunakan cara yang curang dengan mengancamnya. Jika Fahima tidak menurut maka tidak segan-segan Faris melarang dirinya untuk bekerja. Akhirnya gadis itu hanya pasrah ikut mobil Faris di hari pertamanya masuk kantor.

“Hey, Hey, Hey Tayo...” Faris terus saja menoel hidung putrinya, bahkan sesekali ia tertawa sendiri melihat ekspresi wajah Fahima yang semakin cemberut. Sifat putrinya itu sama persis dengan Nadia. Memang benar kata pepatah, buah yang jatuh tidak pernah jauh dari induknya.

“Iiiihhhhhh..... kok Abi makin ngeselin sih? Aku kan nggak mau bicara sama Abi” akhirnya gadis itu berbicara juga.

“Katanya nggak mau bicara, tuh sekarang kamu udah bicara sama Abi. Hahaha....” Lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan itu tertawa sangat puas. Tingkah putrinya itu sungguh menggemaskan.

“Lihat aja, aku bakalan lapor kejahilan Abi ke nenek. Biar Abi dimarahi habis-habisan” Akhirnya Fahima tidak mau kalah, ia juga berusaha mengeluarkan jurus andalannya. Ya benar saja, meskipun Faris sudah berumah tangga bahkan juga sudah memiliki seorang putri, sang ibu kerap kali memarahi putranya itu jika Faris terus saja membuat cucu kesayangannya kesal apalagi sampai menangis.

          

“Ima mau turun. Assalamu’alaikum” Ujar gadis itu sambil meraih tangan Faris untuk dicium. Biar bagaimanapun kekesalannya pada pria itu, Fahima tetap saja berusaha untuk menghormatinya sebagai seorang Ayah.

Faris menjawabnya dengan senyuman yang merekah. Dalam hatinya ia akan senantiasa melakukan yang terbaik untuk putrinya, bahkan tak segan-segan ia dan Nadia tidak hanya berusaha untuk menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya melainkan mereka juga harus bisa memposisikan diri menjadi sahabat buat mereka, agar ketika ada masalah, mereka tidak mencari tempat bersandar lain di luar sana. Bahkan bahu mereka selalu siap untuk dijadikan tempat bersandar anak-anaknya.

***

Ketika langkahnya memasuki gedung bertingkat yang di depannya bertuliskan PT. Adhitama grup, kedatangannya disambut baik oleh satpam yang menjaga pintu. Selama perjalanan menuju ruangannya yang berada di lantai 5, gadis itu selalu menebar senyum kepada siapa saja yang ia temui. Bahkan hanya sekali lihat, beberapa orang ikut tersenyum ramah. ‘Alhamdulillah, semoga hari pertama ini akan memberikan kesan yang baik untukku’ rapalnya dalam hati.

“Fahimaaaa...... Gue kangen banget sama lo” baru saja dirinya memasuki ruangan tempatnya bekerja, belum sempat gadis itu mengucapkan salam suara cempreng Cindy menusuk ke indra pendengaran orang-orang yang berada di ruangan itu menatap heran kedua gadis itu. Tiba-tiba sahabatnya itu berlari dengan girangnya lantas memeluk tubuh Fahima dengan sangat erat. Sedangkan rekan-rekan kerjanya yang lain sudah biasa melihat tingkah Cindy yang luar biasa aktif, cerewet bahkan terkadang menyebalkan.

“Cind, gue hampir nggak napas” Ujar Fahima yang memang merasakan tubuhnya sulit bernapas. Gadis mulai merenggangkan pelukannya. Jujur, ia juga sangat rindu dengan sahabatnya yang satu ini.

“Memangnya lo kemana aja sih Fah, tiba-tiba nggak ada kabar. Setelah kejadian malam itu, lo tiba-tiba ngilang bagaikan ditelan bumi. Mana nggak ngasih kabar ke gue” Cindy terus saja berbicara mengeluarkan segala uneg-unegnya tanpa ada jeda, begitulah kebiasaannya yang pastinya membuat orang-orang menggelengkan kepala mendengarnya.

Tiba-tiba tatapan gadis itu berubah menjadi sendu. Cindy yang paham dengan kesedihannya akhirnya memilih bungkam. “Ya udah deh. Gue nggak bakalan nanya-nanya lo sekarang. Tapi sepulang kerja, lo harus cerita semuanya okay?”

“Aku nggak janji” Tiba-tiba hati Fahima mendadak mendung. Padahal beberapa menit yang lalu hatinya sungguh luar biasa bahagia saat dipertemukan dengan sahabat lamanya ini. Rasa kecewa, luka, serta penyesalan enam tahun yang lalu kini mulai terbuka kembali. Padahal ia berusaha menguburnya dalam-dalam.

Setelah melihat semburat luka di wajah sahabatnya itu, Cindy berjanji untuk tidak mengungkit masalah itu untuk sementara waktu.

Dengan begitu antusias, Gadis itu memperkenalkan Fahima kepada seluruh staf yang ada di devisi pemasaran. Mereka menyambut Fahima dengan ramah pula.

Setelah Fahima diajak oleh Cindy berkeliling melihat seluruh ruangan bagian pemasaran, Gadis itu mulai bekerja sesuai dengan arahan sahabatnya itu. Ia menjelaskan secara detail apa saja yang harus ia lakukan selama menjadi staf di perusahaan ini. Fahima sungguh tidak heran jika gadis itu tahu secara detail tempat itu, karena selain ia mengabdi diperusahaan ini selama lebih dari satu tahun, ia juga sudah diangkat sebagai kepala bagian. Hal itu tidak luput dari campur tangan pemilik perusahaan ini yang merupakan pamannya sendiri, yaitu kakak dari Ayah wanita itu.

Meskipun ia berusaha dari keluarga serba berkecukupan, Cindy adalah tipikal wanita yang sangat mandiri. Ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang staf biasa. Awalnya orang tua den juga pamannya sangat tidak setuju ia menjadi seorang staf biasa, namun bukan Cindy namanya jika tidak keras kepala. Ditawarkan menjadi sekertaris, ia malah memilih menjadi seorang staf biasa. Memerlukan perdebatan yang sangat panjang, hingga akhirnya ia diizinkan bekerja sesuai kemauannya.

***

Dihari pertama bekerja, tidak terlalu sulit menurut Fahima. Kebiasaannya yang tidak suka menunda pekerjaan dan juga disiplin sejak menduduki bangku sekolah kini terbawa hingga ia bekerja.

Sekitar pukul 4 sore, ia sudah bisa pulang ke rumah tek terkecuali staf-staf yang lain. Sesuai ajakan Cindy tadi siang, sebelum pulang mereka harus membicarakan sesuatu terlebih dahulu. Awalnya Cindy ingin mereka pergi ke cafe, supaya sambil berbicara mereka juga bisa memesan makanan atau minuman untuk teman ngobrol. Tapi Fahima menolak, ia lebih memilih taman yang agak sepi agar orang-orang tidak melihat air matanya kalau saja ia tiba-tiba jatuh.

“Fah, sebenarnya apa sih yang terjadi setelah kejadian itu? Kenapa lo tiba-tiba ngilang tanpa kabar?” Cindy mulai angkat bicara setelah kira-kira 15 menit mereka saling diam.

Fahima, gadis itu menatap lurus ke depan. Pikirannya mulai berkecamuk. Dadanya sedikit sesak, wajahnya sudah mulai memanas. “Sebenarnya..........” bibirnya sedikit kelu. Tiba-tiba ia menjadi ragu, apakah ia harus menceritakannya atau tidak.

____________________________________________________

Selamat membaca🥰
Semoga kalian suka.

Jangan lupa membaca Al-Qur'an hari ini

FAHIMA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang