Bab 13 - Sakit

1.4K 277 53
                                    

"Cieee! Cieeee! Udah balik nih kencannya!"

"Cieee! Cieeee! Udah punya pacar!"

"Cieee! Cieeee! Ngeduluin gue!"

"Cieee! Cieeee! Peje dong!"

Pupil mata Jeongwoo berotasi kala suara barisan lelaki bermulut dajjal itu mengalun pengang di telinganya. Padahal, tadi Jeongwoo berusaha berjalan sepelan mungkin agar tidak ketahuan. Tapi, ya sudahlah. Terlanjur.

"Tumben banget kalian ngumpul di sini. Biasanya ngumpul di rumah Bang Hyunsuk," Jeongwoo melangkah gontai mendekati Jaehyuk dkk yang tengah duduk di sofa ruang tengah.

"Rumah lagi dipake emak gue buat arisan," sahut Hyunsuk.

Jeongwoo mengangguk paham. Mulut cowok itu tampak sibuk mengunyah camilan.

"Gimana, Tem? Udah nanya sama Sora?" Jaehyuk bertanya.

"Nggak nyangka banget gue. Perasaan baru kemaren dah lo curhat tentang penolakan Si Sora. Udah jadian bae," celetuk Jihoon.

"Lah gue lebih nggak nyangka!" seru Junkyu. "Seumur-umur gua hidup kagak pernah ngerasain punya mantan, apalagi pacar. Dan elo! Yang umurnya lebih muda dari gue tiba-tiba punya dong! Bagaimana tidak terkejut orang tampan ini?!"

"Miris banget idup lo, Kyu," Hyunsuk menatap Junkyu kasihan.

"Bacot banget dah lo pada! Dengerin my younger brother talk dulu!"

"Sok Inggris, najis!" Jihoon melempari wajah ganteng Jaehyuk sebutir keripik kentang.

"Bacot, gembrot!"

"Pada mau denger gue cerita nggak sih?!"

Semuanya kompak langsung memasang pose siap.

"Gini ...," Jeongwoo menarik napas dalam-dalam. "Gitu! Paham?"

"Su asu!"

***


Jeongwoo jatuh sakit. Hanya demam kok, bukan tumor apalagi kanker. Akibatnya, hari ini cowok itu tak masuk sekolah.

Jaehyuk selaku orang yang mengurusi Jeongwoo—menggantikan posisi sang ibunda yang tengah berada di luar negri—langsung terkaget-kaget ketika melihat adiknya berbaring meringkuk digulung selimut pagi hari tadi. Dia berteriak panik, hampir menangis karena mengira ajal Jeongwoo akan segera tiba.

“Makan apa sih lo, Tem? Kok bisa mendadak sakit?” tanya Jaehyuk seraya menyuapi Jeongwoo semangkuk bubur acak-acakan buatannya.

Kepala Jeongwoo menggeleng lesu, “Kagak tau.”

“Karma nih pasti gara-gara kemarin elo ngerjain gue sama trio geblek!”

“Ya elah! Ngerjain doang. Masa karmanya sampe begini?” Bibir pucat Jeongwoo melengkung ke bawah.

“Heh! Yang namanya karma itu nggak mandang kesalahan!” Jaehyuk memberikan segelas air putih kepada Jeongwoo. Si empu segera menerimanya, lalu menegaknya hingga tandas setengah.

“Kata siapa?”

“Ya kata gua!”

“Udah lah sana lo berangkat kuliah aja! Ngebacot mulu! Makin cenat-cenut nih pala gue!” suruh Jeongwoo kesal. Jemari panjang cowok kelahiran bulan september itu tergerak memijat pelan pelipisnya.

“Yakin lo bisa ditinggal sendiri? Entar tiba-tiba nelpon gue. Nangis-nangis minta diurut.” Mata sipit Jaehyuk membidik sinis wajah adiknya.

“Sape yang mau diurut?! Orang yang sakit kepala, kok yang diobati malah sebadan-badan?!”

“Santai, bre. Lagi sakit ngegasnya nggak ilang-ilang.”

“Abisnya lo nyebelin banget, anjing!”

“Sebenernya Woo, hari ini gue lagi nggak ada kelas,” Jaehyuk mengalihkan pembicaraan. Lelah dia dari tadi bertengkar melulu.

“Nggak nanya!”

“Ya maksudnya begini loh sat, lo ngusir gue, sedangkan gue lagi nggak ada kelas. Terus, gue mau mblenjat ke mane?”

Diiringi wajah tak berdosanya, Jeongwoo menjawab, “Neraka.”

***

“Doy, gimana?”

Doyoung mengela napas pendek seraya memasukkan ponsel ke dalam saku celana seragam, “Si Item nggak masuk karena sakit kata Kak Jae. Gimana? Mo jenguk pulsek?”

“Kiw lah! Kalian bisa, ‘kan?” Haruto menatap Yedam dan Junghwan bergantian.

Junghwan mengangguk, “Gue bisa lah nanti izin ke Mamih. Kalo Yedam ....”

“Mon maap nih, gue mau nganterin gebetan pulang. Nyusul maybe,” potong Yedam.

“Nyisil miybi! Cocotmu le! Paling bablas sampe sore nongkrong di rumah Mbak Crush!” sembur Doyoung.

Yang disembur hanya terkekeh pelan.

“Betewe gaes,” Haruto kembali angkat suara. “Sora udah tau tentang kabar ini belum yah?”

***

Ding ... dong ....

“Tem, anjir! Bukain pintu sono! Gue lagi berak!”

Bibir Jeongwoo spontan bergerak menggerutu kala mendengar teriakan Jaehyuk dari dalam kamar mandinya. Lemas, cowok yang masih memakai baju tidur warna biru langit bermotif doraemon tersebut berjalan turun menuju lantai satu. Tempat di mana pintu utama rumah besarnya terletak.

Cklek!

“Ibu Parknya lagi nggak—LOH?! ANAK-ANAK SETAN?!”

“Tamu dateng bukannya disambut malah dikatain anak setan, sembarangan lo ye!” Junghwan nyelonong masuk ke dalam rumah Jeongwoo tanpa permisi.

“Kalian ...? Kag—”

“Ya mau lah! Ayo Tono! Sora! Masuk!”

Mengikuti Junghwan, Doyoung melangkah mendekati sofa panjang ruang tamu. Berbaring di sana bersama Haruto, tanpa memikirkan dua orang yang masih berdiri canggung di ambang pintu.

“Masuk, Ra.”

Sora tersenyum. Sekilas, cewek berkaca mata bulat itu menempelkan telapak tangannya pada dahi Jeongwoo. “Masih panas. Belum dikompres?”

“Belum,” Jeongwoo menyingkirkan tangan Sora dengan lembut.

“Kok belum? Dapurnya mana? Aku kompresin sini.”

Jeongwoo menggeleng, “Nggak usah. Entar malem palingan Kak Jae ngompres.”

“Jangan nanti-nanti! Biar sembuhnya cepet!” kekeuh Sora.

“Nggak usah, ya ampun. Tanpa dikompres pun sebenernya besok gue bisa sembuh,” ujar Jeongwoo.

“Woo.”

“Ra.”

“Dikompres!”

“Nggak mau!”

“Harus mau!”

“Ya gue nggak mau!”

“Dih kok nolak?!”

“Dih kok maksa?!”

“Kok ikut-ikut?!”

“Suka-suka gue dong!”

Helaan napas Sora terdengar lirih, “Kita ngapain sih?”

“Nggak tau.”

TBC

true beauty, park jeongwoo (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang