Langit tampak semakin cerah. Hujan yang jatuh semalam benar-benar sudah tak tersisa. Kabut tipis yang ada di langit perlahan menghilang digantikan oleh hangatnya cahaya matahari.
Pagi ini, Kayla tidak ingin lagi berlarut dalam kesedihan. Meski perasaannya belum sepenuhnya membaik. Tapi bagaimana pun, hidup harus tetap berjalan. Biarkan semuanya berjalan dengan semestinya. Tuhanlah yang berkehendak.
Kayla melangkahkan kakinya menuju dapur. Entah sudah berapa jam dirinya berlabuh ke pulau kapuk kemarin malam. Sampai lupa perutnya tak Ia isi dengan makanan sedikit pun. Dan berakhirlah pagi ini cacing yang ada di perutnya berteriak meminta jatah makanan.
Pagi ini Kayla akan memasak nasi goreng karena memang itu yang saat ini bisa Ia masak. Tangannya dengan cekatan memotong semua bumbu-bumbu. Saat dirinya tengah sibuk memotong wortel sebuah tangan melingkar sempurna di perutnya. Tak perlu tanya siapa pelakunya, Kayla sudah bisa menebak, siapa lagi kalau bukan Aryan.
Pasti jika dihitung tangan Aryan sudah melakukan perbuatan yang mengasilkan banyak dosa. Memeluk Kayla contohnya. Tapi Aryan tidak peduli.
Kecupan basah mendarat sempurnya di leher Kayla. Kayla mendengus kesal. "Jangan ganggu Ar!"
"Biarin, itung-itung latihan jadi istri."
"Apaan sih! Sana pergi." kesal Kayla namun tak ayal pipinya merah merona.
"Wangi. Gue suka."
"Sana Ar. Pergi. Jangan ganggu." ucapnya sembari mencoba membuka lilitan tangan Aryan yang ada di pinggangnya, namun tak bisa.
"Diem Kay! Biarin gini dulu." Kayla menghembuskan nafas kesal. Tak memedulikan Aryan dirinya melanjutkan aksi memasaknya. Mencoba untuk fokus meski sedikit risih dengan tangan Aryan.
Aryan selalu mengikuti pergerakan tubuh Kayla. Tangan-nya tak terlepas dari pinggang Kayla. Tak peduli dengan Kayla yang terlihat sedikit risih. Sesekali Ia mencium pundak Kayla. Mencium aroma tubuh Kayla yang memabukkan itu.
Hingga dua piring akhirnya tersaji di atas meja makan. Aroma begitu menggoda di indra penciuman Aryan. Sungguh hal langka bagi Aryan. Membeli makanan yang setiap hari minggu pagi selalu Aryan lakukan kini berganti dengan dimasakkan oleh seseorang yang spesial baginya.
Aryan duduk disebelah Kayla. Menikmati nasi gorengnya juga kadang sesekali mencuri pandang ke arah Kayla.
Keduanya menikmati sarapannya dengan diam. Tak ada topik pembicaraan di antara mereka. Setelah selesai sarapan keduanya duduk bersampingan di sofa depan televisi.
"Kay, ke mall yuk?" tanya Aryan sembari mengubah posisi duduknya menjadi bersila menghadap Kayla.
"Ngapain?" tanya Kayla mengernyitkan dahi.
"Beli baju buat lo."
"Buat apa? Aku udah ada banyak baju di rumah."
Tatapan Aryan berubah menjadi dingin. "Lo bakal pergi?"
"Ya, apapun keadaannya aku harus pulang."
"Ikut gue! Gak ada penolakan!"
***
Motor Kayla berhenti tepat disebuah bangunan kecil seperti rumah namun dilihat dari bentuknya rumah itu sudah tak terawat lagi. Perasaan Kayla tiba-tiba tidak tenang. Buat apa Aryan mengajaknya kesini? Bukanya tadi bilangnya mau ke mall?
"Mau ngapain?"
"Udah ikut aja." Aryan menarik tangan Kayla masuk ke dalam bangunan itu. Begitu masuk ke dalam rumah, Kayla mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Hanya terdapat beberapa kursi dan sofa. Ruangan ini didominasi oleh warna gelap. Sedikit terdengar suara seseorang tertawa. Perasaan Kayla semakin takut. Dirinya menyembuyikan tubuhnya di belakang Aryan. Mengikuti langkah Aryan yang entah akan kemana.
Aryan membawa Kayla ke dalam salah satu ruangan lainnya.
"Wah gila. Si Aryan bawa cewek bro!" teriakan seseorang membuat Kayla semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Aryan. Memegang ujung kaos yang dikenakan Aryan sangat erat.
"Udah lama gak kesini, sekalinya kesini bawa cewek. Emang parah si Aryan." ucap salah satu cowok yang ada di ruangan ini. Namanya Niko.
"Iri bilang bos! Cari pacar dong, masa kalah sama di Aryan yang kaya es batu gini." ucap cowok berambut coklat. Namanya Bayu.
"Lo ngehina gue?! Dikata Aryan kaya es batu tapi 'kan tampangnya mendukung. Lah gue? Boro-boro dah ada cewek cantik yang ngelirik, emak-emak aja ogah liat gue." semua orang yang ada di ruangan ini tertawa. Keculi Aryan dengan Kayla.
"Kasihan banget sih lo. Mau tukeran wajah sama gue gak?"
"Percuma juga. Orang tampang lu aja sebelas dua belas sama gue."
"Sekate-kate lu bilang! Wajah mirip Justin Bieber gini di bilang mirip sama siluman dugong."
"Justin Bieber mbah mu!"
"Tumben lo kesini Ar." Kayla langsung menoleh ke sumber suara saat dirasa Ia mengenali suara itu. Rio berjalan dari pintu lalu duduk di salah satu sofa. Sofa yang terlihat sedikir rapuh.
"Lagi pengen kesini aja."
"Sekarang mah udah ada ceweknya. Tinggal telfon, cus jalan-jalan. Lah gue, gak ada yang bisa gue ajak jalan coy!" lagi-lagi Niko bersuara.
"Miris!" cibir Bayu.
"Ar. Gue boleh kenalan gak sama cewek lo?"
"Ngapain?"
"Siapa tau ntar kalo lo putus. Dia mau sama gue."
"Sialan lo!"
Kayla menarik-narik ujung kaos Aryan. Cowok itu menoleh. Satu alisnya terangkat. "Aku mau ke depan, beli minum."
"Berani?" Kayla mengangguk. Meski sedikit ragu, dirinya tetap harus memberanikan diri. Punggung Kayla perlahan hilang setelah melewati pintu.
"Dapet dari mana Ar?" tanya Niko mengoda Aryan.
"Apanya?"
"Cewek lo!"
"Pinggir jalan."
"Lah anjir, masa nemunya di pinggir jalan sih? Bohong banget lo Ar!" sahut Bayu.
"Serah!" jawab Aryan dingin. Bayu dan Niko menghembuskan nafas kesal. Sudah biasa pertanyaannya dijawab singkat oleh Aryan. Memang cowok itu terlihat dingin, dan tidak peduli sekitar.
Brak
"Eh astagfirullah." Rio mengelus dada.
"Suara dari ruangan tengah deh kaya-nya." ucap Bayu.
Hiks
"Lo dengar suara cewek nangis gak sih? Jangan-jangan rumah ini ada penghuninya lagi." ucap Niko mendekan ke arah Bayu. Memeluk lengan cowok itu. Namun langsung dihempas oleh cowok itu. "Apaan sih lo babi!"
"Tapi gue juga dengar anjir." lanjut bayu.
Aryan mengenal suara itu. Dirinya langsung melangkah ke ruang tengan dengan langkah lebar. Diikuti oleh semua cowok yang ada diruangan itu.
Aryan melihat air mata itu. Air mata yang sangat Ia benci. Tapi kenapa air mata itu bisa jatuh lagi?
Aryan mendekat. Kayla tiba-tiba memeluk tubuh Aryan. Aryan membalas pelukan itu. Tapi hati Aryan tidak tenang. Apa yang membuat gadis ini menangis?
Aryan mengurangi pelukannya, lalu memegang kedua bahu Kayla. "Lo kenapa?"
"Dia lecehin aku."
Mata Aryan menggelap. Nafasnya mulai memburu. Amarah mulai muncul menguasai dirinya. Aryan menarik Kayla ke dalam pelukannya. Aryan paham apa yang dikatakan Kayla.
"Bangsat!" gumamnya pelan. "Bilang sama gue siapa yang udah berani lecehin lo?" tanya Aryan penuh mendesak.
"Cewek lo cantik juga." Aryan memejamkan mata setelah mendengar kalimat itu. Aryan melepaskan pelukan Kayla. Tatapannya teralih kepada cowok berambut pirang. Cowok yang Ia ketahui bernama Leo.
"Maksud lo apa?" tatapan Aryan menajam. Perlahan langkahnya mendekat ke arah Leo. Memperdekat jarak.
"Bibirnya manis, kenyal."
"Berengsek!" umpat Aryan melayangkan pukulannya diwajah cowok itu.
Cowok itu yang tidak terima pun sontak membalas pukulan Aryan. Kedua orang itu terus memukul satu sama lain.
Tidak ada satupun teman Aryan yang yang berniat memisahkan keduanya. Kayla yang melihat kejadian itu hanya dapat berdiri mematung dengan tangan yang menutup mulutnya tidak percaya.
Semua orang yang ada diruangan itu sedikit kaget. Sangat jarang sekali Aryan tersulut emosi seperti ini karena cowo itu tipe seseorang yang tak peduli sekitar. Tapi wajar jika Aryan marah karena melihat seseorang telah kurang ajar melecehkan perempuan. Dan perempuan itu adalah seseorang spesial di hidupnya.
"Lo apain cewek gue?" teriak Aryan dihadapan cowok itu. Ia menyeka kasar darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
"Gue tau lo juga horny liat cewek itu, bibirnya menggoda bro," cowok itu tersenyum remeh.
"Bangsat!" Aryan semakin menggila. Ia melayangkan pukulannya diwajah cowok itu berkali-kali, hingga darah mengalir dari hidung cowok brengsek itu.
"Bangsat lo anjing!" maki Aryan kalap. "Lo sentuh dia, lo mati!"
Setelah merasa puas melampiaskan emosinya. Ia segera berdiri. Punggung tangannya menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya.
Aryan berjalan berniat menghampiri Kayla lalu membawanya pulang.
Aryan dapat melihat Kayla yang berdiri mematung dengan pandangan kosong. Aryan mendekat lalu segera memeluk tubuh mungil Kayla. Mengelus lembut rambut Kayla. Menenangkan cewek itu.
"Lupain apa yang lo liat tadi," ucap Aryan sembari mengelus rambut Kayla lembut penuh kasih sayang.
Masih belum ada pergerakan dari tubuh Kayla. Kayla hanya berdiri tanpa membalas pelukan Aryan. Wajahnya pucat pasi.
"Maaf Kay," ucap Aryan lirih.
Ada apa dengan tubuh Kayla? Kenapa Kayla masih diam tanpa ada niat membalas pelukan Aryan? Apa Kayla masih kaget dengan apa yang dia liat tadi?
"Demi tuhan Kay jangan diem aja, ayo ngomong!"
***