Prolog

115 12 10
                                    


BUGH!

Terkapar remaja itu di tanah akibat pukulan telak yang diterimanya di area perutnya. Raut kesakitan yang berpadu dengan teriknya siang membuat remaja itu memicingkan mata, cairan darah yang tadinya mengalir begitu deras kini mengeras membuat garis merah dari sudut bibirnya lalu ke dagu. Di atas sana ia memandang sayu pada sosok pria tua dengan hanfu yang dipakainya, kemudian ia berjongkok-mensejajarkan tingginya dengan murid yang disebutnya 'berandalan' itu. Ia menangkup dagu tirus remaja yang dipukulinya lalu ditunjukkannya kehadapan murid-muridnya yang lain, yang diminta memperhatikan. Beberapa dari mereka menunduk lantaran takut atau kasihan dengan yang di derita salah satu temannya. Lalu pria tua itu kembali berdiri. Ia menatap tajam satu-persatu muridnya hingga akhirnya suara lantang itu membuat mereka memejam kuat saat mendengarkan.

"Kalian lihat! Lihat anak ini! Baru berhasil mendapatkan level satu pada kekuatannya sudah sombong selayaknya mendapat kekuatan dewa!" ujarnya.

Remaja itu mendelik ke arah sang guru yang sudah membuatnya babak belur, tangannya mencoba menumpu dirinya untuk bangun namun begitu badannya ikut beranjak, ada rasa sakit yang langsung merambat-membuatnya kembali jatuh bersatu dengan tanah kering. Wajah berdebu itu tak dihiraukan oleh orang-orang, mereka kini sibuk dengan keselamatan diri mereka masing-masing, takut bila nanti jika mereka ambil alih, malah kena semprot juga.

Pria tua yang disebut guru besar itu kini berjalan mengitari remaja terkapar, sesekali menendang dengan sengaja punggung si remaja. Ringis itu kembali terdengar dengan dirinya yang hanya bisa mengepal tangan sekuat tenaga menahan sakit. Rasanya tulang-tulang itu sudah remuk, namun sepertinya belum cukup bagi sang guru untuk memukulinya lagi.

"Dengar ini! Dia mendapat hukuman tidak boleh makan seharian ini, dan jika ada yang kedapatan memberinya makanan maka ia akan mendapatkan hukuman yang sama dengan berandalan ini!" ucapnya lalu melangkah pergi diikuti beberapa pria berhanfu lainnya.

'Dasar sialan orang tua itu!'

Ia menatap satu-persatu temannya dengan meminta tolong, namun sekali lagi tak ada satupun dari mereka maju. Malah ada yang langsung meninggalkan lapangan seolah tak ada hal yang terjadi, remaja itu tersenyum miris menatap teman-temannya yang satu-persatu kini meninggalkan dirinya sendiri di lapangan. Kini hanya ia dan terik ini di sana.

Dan lagi hatinya mengumpat atas apa yang terjadi pada dirinya hari ini, ia menyesal tak seharusnya ia malah menunjukkan kesombongan atas kekuatannya yang meningkat, seharusnya ia belajar dari beberapa temannya tapi sekali lagi jika ia mengingat pria tua sombong itu berucap pedas pada orang-orang, ingin ia merobek mulut itu lalu memakannya. Tapi kastanya begitu beda. Gurunya terlalu kuat jika ia lawan.

"Akh!"

Dirinya langsung berhenti mengumpat ketika sebuah sengatan begitu terasa di kepalanya, sengat matahari terik yang mengusik tubuh kurusnya itu membuatnya kembali mengernyit ditengah rasa pusing. Nafasnya memburu cepat tak beraturan, irisnya menyipit ketika sebuah titik hitam mengusik Indra penglihatannya, ia kembali mengerjap ketika hitam itu merambat dan menyebar membuatnya makin panik. Namun rasa sakit itu sepenuhnya hilang ketika maniknya telah tertutup rapat.

 Namun rasa sakit itu sepenuhnya hilang ketika maniknya telah tertutup rapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini cerita pertama saya di wattpad, semoga suka ^^


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Legend of the black roseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang