"Kamu menjadi wanita kedua di hidupku setelah mama yang akan aku bahagiakan. Aku akan menjadi manusia paling bodoh, jika aku tak mengetahui beban besar apa yang sedang menerpa dirimu." ~ Lutfi.
Hari ini, terhitung seminggu sudah Lutfi melakukan proses magang. Selama seminggu ini, Lutfi mulai betah dengan lingkungan barunya di kantor. Para seniornya juga tak segan untuk membantunya jika ia merasa kesulitan dalam pekerjaannya.
"Bang, mau ikut gue gak?" tanya Lutfi pada Angga---seniornya.
"Kemana?" tanya balik Angga.
"Makan di warung depan kantor, bosen juga makan di kantin," jawab Lutfi diakhiri kekehan.
"Boleh juga, gimana kalau di warteg sebelah Rumah Sakit Persada?
"Boleh boleh, yaudah yuk. Keburu habis jam istirahatnya," ujar Lutfi.
"Kuy."
---
Alya kini tengah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Hari ini, dia ada jadwal kontrol dengan dokter Fadli. Kini Alya mengendarai mobil sendiri, tidak ditemani oleh sang ayah---Ilham.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih empat puluh lima menit, Alya pun sampai di Rumah Sakit Persada. Ia memarkirkan mobilnya lalu menuju ruangan dokter Fadli, karena kebetulan Alya sudah membuat janji terlebih dahulu.
"Bismillah, semoga hasilnya baik," ujar Alya.
Alya menghela nafasnya pelan. Ia memantapkan dirinya lalu perlahan mengetuk pintu ruangan dokter Fadli.
Tok tok tok
"Silahkan masuk," ujar dokter Fadli dari dalam ruangan.
Alya pun membuka pintu dan masuk ke ruangan dokter Fadli. Dokter Fadli menyambut Alya dengan senyuman. Alya duduk di kursi depan dokter Fadli dan memulai konsultasi.
"Selamat siang Alya," sapa dokter Fadli.
"Siang dok," jawab Alya.
"Ada keluhan apa?" tanya dokter Fadli membuat Alya menghela nafasnya berat.
"Jadi begini dok, beberapa hari ini setiap malam saya berkeringat dengan jumlah yang cukup banyak. Saya juga jadi sering mimisan sekarang. Apa sel kanker ini sudah semakin ganas dok?" tanya Alya lirih.
Dokter Fadli mengangguk-anggukkan kepalanya sepanjang mendengar keluhan Alya. Ia menghela nafas panjang kala Alya selesai bertanya tentang kondisinya.
"Kalau dari gejala yang kamu katakan tadi, sepertinya sel kanker kamu sudah naik tahapan Al," ujar dokter Fadli membuat Alya memasang wajah sendu.
Dokter Fadli jadi tidak tega melihatnya. Ia tahu, penyakit leukimia (kanker darah) bukanlah penyakit main-main. Penyakit ini sulit disembuhkan, mengingat penyebab awal penyakit ini masih belum ditemukan. Wajar Alya merasa sedih, apalagi ia satu-satunya kebanggaan sang ayah setelah sang ibu pergi beberapa tahun lalu.
"Begini saja, untuk mengetahui tindakan yang harus saya lakukan untuk kamu lebih baik kita lakukan pemeriksaan dengan tes darah. Setelah itu, kita bisa tahu sudah sampai tahap mana kanker kamu," jelas dokter Fadli.
Alya menghela nafasnya panjang. Ia menatap dokter Fadli lalu mengangguk.
"Bisa sekarang tes darahnya dok?" tanya Alya.
"Bisa, mari ikut saya," jawab dokter Fadli.
Alya pun mengikuti langkah dokter Fadli menuju ruang laboratorium untuk pengambilan sel darah. Sepanjang perjalanan Alya berharap, semoga kanker yang ia derita ini tidak bertambah parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Cinta
General FictionCinta bisa hadir darimana saja. Kadang bisa hadir dari orang yang telah lama pergi ataupun dari orang yang baru datang.. Alya, seorang mahasiswi fakultas seni yang hobi fotografi dan videografi kembali menemukan cinta nya yang telah lama hilang dari...