13. Penyesalan

71 7 1
                                    

Play Cloudy Skies by Ian Bloom

><

Aneh. Kali ini Gamaliel tak memimpikan gadis itu. Dalam mimpinya ia hanya melihat pohon bunga flamboyan yang gugur. Tak ada yang lain selain itu. Namun, walaupun begitu tetap saja mimpi itu menyisakan tanya dalam benaknya.

Kenapa harus flamboyan?

Dia mengerang. Padahal ia sudah melupakan tentang flamboyan begitu lama, tetapi mengapa ... mengapa ia harus mengingatnya kembali?

Mengapa?

Mengapa bunga yang mengingatkannya akan kesalahannya harus teringat kembali?

Mengingatkan akan sosok itu dan ... darah.

Calm, Mal, calm. Itu cuma mimpi, itu cuma mimpi.

Gamaliel menghela napas. Mencoba menenangkan diri. Mencoba agar tak mengingatnya lagi. Namun, percuma saja, dia tetap tak bisa melupakannya dan malah semakin mengingatnya. Mengingat saat itu, saat ia tak dapat mencegah. Saat ia tak percaya pada mimpinya. Saat ia tak mengindahkan gadis itu.

Terkadang, ia berharap bisa mencegah semua itu dan ia mengindahkan gadisnya pada saat itu. Mungkin dengan begitu bunga flamboyan yang seharusnya menarik tak akan membuatnya menjadi ....

Gamaliel menghela napas. Percuma saja merutuki semua kesalahannya yang telah lalu. Karena itu tak akan mengubah segala yang telanjur terjadi.

Nggak akan pernah mungkin.

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu diketuk membuat lamunan Gamaliel buyar. Tanpa basa-basi dia langsung beranjak dari kursinya dan membukakan pintu. Saudarinya, Audrey yang tingginya sepantaran dengannya berdiri di depan pintu. Melihat adiknya berdiri di sana membuatnya memberikan tatapan mata yang seolah mengatakan, apa?

"Tolong beliin empek-empek deket kampus, titah Mama," ujarnya seraya menyerahkan selembar uang berwarna biru tua pada Gamaliel.

"Kenapa harus gue?"

"Oh, itu titah Mama biar lo nggak ngenolep mulu pas weekend," jawab Audrey memeletkan lidahnya, lalu beranjak dari sana sebelum Gamaliel menjewer telinganya.

Gamaliel hanya menghela napas. Ia ingin protes, tetapi tak bisa. Akhirnya mau tak mau dia langsung mengganti pakaiannya—atau tepatnya celana pendeknya—lalu mengambil kunci sepeda motor yang tergantung di kapstok. Setelah itu, berangkat menuju ke warung empek-empek dekat kampus. Melintasi aspal mulus ibukota yang ramai.

Saat di jalan, ketika lampu lalu lintas menjadi berubah menjadi merah, dia kembali memikirkan tentang bunga flamboyan dan juga gadis itu. Bukan, gadis yang dirantai dalam mimpinya, tetapi gadis lain. Gadis yang berharga untuknya, tetapi entah mengapa bisa-bisanya tak bisa dilindunginya.

Gadis yang membuatnya selalu menyesali perbuatannya saat itu. Saat ia tak memberitahukan keresahannya. Gamaliel menundukkan kepala, menatap aspal dengan pandangan kosong, menghela napas.

Andai saja waktu itu gue—

Tin! Tin!

Suara klakson bercampur sumpah serapah pengendara di belakangnya membuat lamunan buyar hingga kepalanya mendongak pada lampu lalu lintas yang telah berwarna hijau. Setelah sekilas melihatnya, dia langsung menjalankan mesin sepeda motornya sebelum mendapat lebih banyak sumpah serapah.

Saat sepeda motor kembali berjalan, dia mencoba melupakan pikiran yang menganggunya. Karena dia harus fokus pada jalanan, bukan pada ingatan masa lalu yang membuat hatinya galau hingga saat ini.

><

Gamaliel menuruni sepeda motornya setelah sampai di warung empek-empek dekat kampus—yang sekaligus menjadi favorit ibunya. Dia berjalan masuk. Di depan kasir, dia mulai memesan empek-empek yang biasa dipesan ibunya. Setelah memesan, dia menunggu sembari melihat warung empek-empek yang masih sepi. Tak mengherankan, toh sekarang juga masih pagi.

Namun, tiba-tiba saja pandangannya terhenti saat melihat punggung yang terlihat tak asing. Gamaliel langsung membalikkan badannya. Menghindar. Lalu tersenyum kecut.

Nggak. Itu nggak mungkin. Gue pasti salah lihat.

"Mas, silakan empek-empeknya," ujar kasir seraya menyerahkan kresek berisi empek-empek kepada Gamaliel.

Gamaliel langsung menengok. Lalu, menerima empek-empek seraya berucap terima kasih. Setelah itu, dia pergi dari warung empek-empek itu dan menyerahkan empek-empek itu kepada ibunya yang sudah menunggu.

 Setelah itu, dia pergi dari warung empek-empek itu dan menyerahkan empek-empek itu kepada ibunya yang sudah menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Audrey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Audrey

_______________

11 April 2021

Bab ini spesial didedikasikan untuk Babang Gamaliel yang kekurangan spot, hahaha

Btw, jadi mellow ya? Haha.

Tapi ya begitulah. Kita memang nggak bisa mengubah apa yang telanjur terjadi pada hidup kita, setidaknya itulah amanat dari bab ketiga belas ini.

Btw, maw setengah ribu pembaca aja (500 maksud). Nggak nyangka :")

Terima kasih para pembaca yang sudah mau meluangkan waktu untuk membaca cerita yang au ah gelap ini.

Jangan lupa kasih kritik dan saran jika ada kesalahan dalam penulisan!

A Lovely Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang