"Hey bro! Ngelamun aja Lo!" Suara plus sentakan tangan Dafa membuat Leon tersadar dari lamunan nya.Dafa yang sehabis dari toilet langsung menyerobot minuman Leon tanpa tahu malu. Ya iyalah, memang urat malu si Dafa sudah hilang entah kemana.
"Dasar watados!" Gerutu Leon. Namun Dafa tampak tak menghiraukan.
"Adek dafa perhatiin belakangan ini Abang Leon sering banget ngelamun, ada apakah gerangan?" Tanya Dafa sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Sok imut.
"Jijik banget gue, bisa gak sih Lo ngomongnya biasa aja."
Dafa mengerucutkan bibirnya. "Ih Abang Leon gitu banget, slek lah sama Abang Leon." Kata Dafa agak dibuat lebay.
Leon bergidik ngeri, dosa apa dia sehingga memiliki sahabat macam ini. Daripada jijik ngeliat tingkah polah si Dafa yang agak belok, Leon memilih untuk menghubungi Ken yang belum juga kelihatan batang hidungnya.
"Lo dimana sih? Lo yang buat janji Lo yang telat, dasar warga plus enam dua!" Sembur Leon tatkala sambungan teleponnya terjawab.
"Santai bro, lo udah kayak cewek yang lagi pms aja." Jawab seseorang di seberang sana.
"Sakate-kate lo lah! Lagian lo lama banget sih, gue udah gak tahan ngeliat tingkah polah si Dafa." Ucapnya dengan ngeri.
"Lo kayak gak tau kota ini aja."
"Macet? Alah, alasan Lo klise banget." Leon yang nanya Leon yang jawab.
Disana, ken berdecak. "Ini gue udah di depan kok, bentar lagi." Ken memutuskan panggilannya secara sepihak. Tak lama kemudian bukan hanya suara Ken yang terdengar, namun dia telah menampakkan dirinya. Ken langsung duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Eh Abang Ken datang, paket komplit nih para cogan udah kumpul semua." Kata Dafa sambil asyik menikmati camilan yang sudah dipesan sedari tadi.
"Buta Lo?! jelas-jelas kita belum komplit lah, si Rangga kan belum dateng ege." Sembur Leon.
"Yeeee si bambang, biasa aja keleus gak usah pake esmosi."
"Emosi woy emosi!!" Teriak Leon emosi.
Dafa nyengir kuda. "Iya itu maksud gua, gak usah ngegas dong elah."
"Ya, gimana ya, ngomong sama elo tuh hawanya pengen ngegas mulu heran gue, elo juga kan?" Tanya Leon meminta pendapat Ken.
"Hmm." Jawab Ken spj, tetep asyik memainkan ponselnya.
Leon mendengus, sedangkan Dafa kali ini sedang tertawa. "Hahahaha... Rasain Lo dicuekin Abang Ken, hahahaa.."
"Apaan sih Lo, receh banget." Leon menatap kedua temannya sebal. Yang satu kayak es beku yang dinginnya minta ampun, yang satu lagi otaknya agak geser sebelah. Sudah lah, memang yang satu frekuensi itu cuma si rangga. Love you Rangga, Iww...
"Eh gays udah lama?" Itu suara Rangga Yang baru saja datang. Seperti biasanya, setiap bertemu dengan teman-temannya Rangga selalu menyalami semua orang. Ya, bisa dibilang Rangga ini termasuk jajaran cowok good boy yang jadi inceran para cewek.
"Banget, gua udah jadi lumut kali nunggu kalian pada lama." Ketus Leon.
"Heh ngadi-ngadi Lo! Lo sama gua aja duluan gua yang dateng." Cerca dafa.
"Iya, elu mah kalo soal makan selalu dateng yang pertama." Kali ini Ken ikut menyahut, walaupun matanya tak beralih dari ponselnya. Hal itu membuat Leon menggerutu dalam hati, ada apa sih di hp nya sampe asyik banget. Apa jangan-jangan Ken lagi chatting-an sama Gisel?
"Bukan apa apa sih nunggu kalian, tapi masalahnya perut gue gak bisa lama-lama nahan laper. Emang kalian mau tanggung jawab hah?" Kata Dafa.
Rangga menatap dafa bingung. "Tanggung jawab apaan sih? Gua jadi ambigu deh."
"Iya gue juga ambigu." Leon menyetujui. Setelah itu dia dan Rangga menoleh pada Ken, menunggu Ken bicara. Cepetan ngomong!
Ken yang ditatap dua temannya merasa aneh, namun sedetik kemudian ia paham. "Iya gua juga."
Leon dan Rangga terbahak, sambil mengangguk jempol untuk Ken. Sedangkan Dafa tampak menggerutu. Wah ternyata mau gitu mainnya.
"Oke lah Lo, Lo, Lo, gue end." Ucap Dafa ngambek sambil menunjuk satu persatu sahabatnya.
"Udah udah, kalau gini mulu kapan makan nya." Kata Rangga menengahi.
"Pesen aja, gua yang bayar." Ujar Ken santai.
Dafa bertepuk tangan ria, yang tadinya merajuk tapi nggak jadi. Yeyyy makan. "Nah ini nih yang gue tunggu-tunggu, dari tadi kek Abang Ken mah."
"Kan gue nunggu kita semua lengkap dulu." Jawab Ken.
Leon mengangguk. "Iya sih bener, kalau lengkap kan kita bisa pesen makanan favorit, iya ga?" Tanya Leon meminta persetujuan semua orang. Dan semua orang pun mengangguk.
"Iya juga sih, ya udah deh berarti pesen yang biasa ya?" Tanya Rangga memastikan. Ken, Leon dan Dafa segera mengiyakan. Setelah itu Rangga segera memanggil pelayan untuk memesan makanan dan minuman.
Tak ada percakapan lagi, mereka tengah asyik memainkan ponselnya. Begitu lah mereka, saat sudah puas bercanda dan membicarakan hal yang unfaedah, mereka akan fokus memainkan ponsel masing-masing. Ada yang lagi modusin cewek lewat aplikasi chat yang bisa membuat kaum hawa baper online. Ada tim hp miring yang tengah fokus sambil menggerakkan kedua tangannya dengan lihai. Ada yang sok sibuk scrool ig sambil menunggu balasan chat dari cewek yang entah kapan akan di read. Dan yang satu lagi, ada yang tengah melihat-lihat ke arah pintu masuk seperti sedang menunggu kedatangan seseorang.
"Sasa!" Panggil Rangga sambil mengangkat tangannya. Tak butuh waktu lama, Sasa yang menangkap sosok Rangga segera menghampirinya.
Di samping Sasa, Ara mematung sambil membulatkan bola matanya. Oh astaga, apa-apaan ini. Katanya tadi Sasa hanya mengajaknya untuk makan berdua. Tapi, kenapa ada banyak cowok disini. Dan yang lebih parahnya lagi, kenapa ada Ken disini? Kalau begini caranya, bukankah takdir sedang mempermainkan nya.
"Ra sini, kok diem aja."
Ara tersadar oleh suara Sasa yang sudah duduk anteng di dekat Rangga. Ia bingung, apakah ia harus bergabung dengan mereka atau berbalik arah untuk pulang.
"Ken, suruh kesini dong itu tunangannya." Ucap Rangga mengingatkan Ken saat melihat Ara diam saja.
"Iya Ken, Ara pasti malu malu anjing karna ada Lo." Ujar Dafa.
"Malu-malu kucing, anjing!" Kata Leon merevisi.
"Ih bang Eyon kasar." Kata Dafa dengan lebay, sedangkan Leon merasa mau muntah saat itu juga.
"Cepet suruh kesini Ken, kasian Ara kelamaan berdiri disitu." Kata Rangga.
Ken berdecak, "Ckk, apa urusannya sama gue, biarin aja dia disitu sampe kakinya bengkak, gue gak peduli!" Ken menatap Ara datar. "Lagian dia tuh cuma akting, gua yakin bentar lagi dia pasti langsung duduk di sebelah gue." Lanjut Ken dengan percaya diri.
Ara yang masih bisa mendengar ucapan Ken berdesis. Dih pede banget itu orang, siapa juga yang bakal duduk di sebelah dia. Daripada lama-lama berdiri disini dan menimbang apakah dia akan bergabung di tengah-tengah orang yang ingin dia jauhi, Ara akhirnya memilih untuk berbalik arah dan berjalan menuju keluar cafe dengan santai.
"Eh eh kok malah pergi, Ara tungguuu ..." Panggil Sasa sambil mengejar Ara yang sudah berada di luar.
Semua orang yang ada disana terkejut, tak terkecuali Ken. Dia bahkan tak berkedip beberapa kali saat melihat Ara berbalik dan dengan santainya keluar dari cafe. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa cewek tadi adalah Ara. Ara yang selalu ingin dekat-dekat dengannya. Ara yang selalu heboh saat melihatnya.
Dafa bertepuk tangan tiga kali sambil menggelengkan kepalanya. "Daebak, perkataan Lo salah sasaran Ken, Ara pergi gitu aja seakan Lo gak ada disini. Oh may gat, kenapa Ara jadi se kharismatik itu."
"Itu... Tadi Ara bukan sih, kok gak seheboh dulu waktu ngeliat Lo." Rangga merasa aneh.
"Mungkin dia udah bosen sama si Ken." Perkataan itu keluar dengan mulusnya dari mulut Leon.
Perkataan Dafa dan Rangga sudah masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Namun entah mengapa, perkataan Leon seakan masuk ke otak dan memaksanya untuk berpikir. Seolah perkataan itu telah berhasil membuat hatinya menjadi gelisah. Ah tidak, pasti ada yang salah dengan nya. Lupakan, tolong lupakan apa yang tadi Ken pikirkan.
Sedangkan di luar sana, Sasa tampak memohon kepada Ara agar tak segera pulang dan masuk lagi bersamanya. Namun, Ara tetap tak mau.
"Plis Ra, masuk lagi yuk bentar doang kok." Pinta Sasa.
"Duduk semeja sama mereka?" Tunjuk Ara pada empat orang disana yang terhalang jendela besar. "Ih ogah banget."
Sasa merengek. "Ish kok gitu sih, lagian di dalem ada Ken loh ra, kamu biasa nya seneng setiap kali ada dia."
"Itu kan dulu bukan sekarang. Ara yang sekarang beda dengan Ara yang dulu, Ara yang sekarang gak lagi jadi bucinnya si Ken itu." Yakin Ara.
"Iya iya terserah kamu deh, yang penting ayo masuk lagi, kepalang udah disini Ra, masa langsung balik sih." Rengek Sasa.
"Nggak Sasa sayang, lagian kamu kan tadi bilang kita cuma makan berdua, kok malah gabung sama mereka sih." Ara mendengus.
Sasa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mau tak mau ia harus menjelaskan semuanya pada Ara. "Sebenernya tadi aku di chat Rangga, dan dia ngajakin kita buat gabung."
"Oh jadi kamu tadi main hp sambil senyum-senyum itu lagi chattingan sama Rangga?" Tanya Ara antusias yang segera diangguki oleh Sasa malu-malu. "Omg kamu ada hubungan apa sama dia, cepet jawab!"
Sasa mau tak mau harus menjelaskan. "Tapi jangan dikasih tau siapa-siapa ya." Ara mengangguk semangat.
"Sebenernya aku tuh lagi deket sama Rangga, bisa dibilang lagi masa pdkt lah. Nah tadi itu dia ngechat aku dan kebetulan posisi kita sama Rangga itu deket, makanya dia ngajak gabung, kan lumayan itung-itung simulasi nge-date hihi." Lanjut Sasa malu-malu.
"Kok baru ngomong sekarang sih." Gerutu Ara.
Sasa nyengir, "Makanya kamu mau yaa temenin aku, aku kan malu kalo sendiri." Ujar Sasa kembali memohon, membuat Ara kali ini tak bisa mencari alasan untuk menolak.