Saat ini Ben dan Alexa sedang berada di perusahaan cabang gadis itu di London, rencananya Senin depan Alexa akan ke New York untuk memeriksa perusahaan pusat.
Alexa baru saja selesai menandatangani beberapa berkas kerjasama dengan perusahaan lain. Termasuk perusahaan Alexander, milik mantan keluarga nya. Terdengar kasar, namun memang itu kenyataannya.
Alexa berdiri di depan kaca gedung, ia bisa melihat pemandangan kota London yang terlihat begitu indah, padat, sibuk, namun dengan cuaca yang nampaknya lumayan buruk, mungkin nanti akan turun hujan.
Kejadian di club Minggu lalu ternyata berdampak lumayan besar, Lea semakin memperlihatkan rasa bencinya pada Alexa di sekolah.
"Apa yang kau pikirkan?" Ben dengan berani memeluk gadis itu dari belakang, lalu menyenderkan kepalanya di pundak gadis itu. Alexa mengusap lengan pria itu yang bertengger manis di pinggangnya.
"Tidak ada." Alexa terus menatap pemandangan di depannya. Seketika ingatannya tertuju pada Arkan, semakin hari, pria itu semakin gencar mendekatinya. Apa Alexa risih?YA! DIA SANGAT RISIH!.
"Alexa aku ingin mengatakan sesuatu," Ben menjeda ucapannya. Alexa menolehkan wajahnya ke arah Ben hingga reflek pipi mereka menyatu. ia bisa merasakan deru nafas pria itu yang beraroma mint.
"Katakan!" Alexa nampak penasaran, biasanya Ben langsung to the point, karena Ben bukan tipe pria yang suka bertele-tele dan banyak basa-basi.
"Aku---"
Drettt
Getaran di ponsel Alexa membuat Ben menghentikan ucapannya. Alexa mengambil dan membuka aplikasi pesannya. Dengan posisi mereka yang seperti itu dengan jelas Ben bisa melihat daftar siapa saja yang mengirimkan gadis itu pesan.
Ben bisa melihat nama Arkan di barisan ke dua, barisan pertama? Ben melihat itu nomor tidak di kenal, buktinya Alexa sama sekali tidak menyimpan nomor itu. Dan karena nomor sialan itu Ben jadi menunda acara bicaranya dengan Alexa.
"Siapa Arkan?" tanya Ben dengan nada tak suka, sebenarnya ia sudah tau siapa Arkan. Sosok lelaki yang akhir-akhir ini mengincar gadisnya. Namun Ben ingin jawaban dari bibir itu langsung.
"Teman sekolah." singkat Alexa. Ben menarik sudut bibirnya ke atas.
"Seorang Alexa memiliki teman? Mustahil!" bantah Ben enggan melepaskan pelukannya, malahan ia semakin mengeratkan pelukannya. Giginya mulai gemeletuk, dan Alexa tau pria itu sedang mencoba meredam emosinya.
"Di hanya orang iseng yang suka mengganggu ku!" bantah Alexa cepat karena tidak mau memperkeruh suasana.
"Jika hanya orang iseng, kenapa kau menyimpan nomornya?" bantah Ben tak mau kalah.
"Dia memaksa!" kesal Alexa mengingat dimana Arkan rela mengejarnya seharian dan tidak mau menjauh sebelum Alexa menyimpan nomornya.
"Aku tau kau Alexa...sejak kapan seorang Alexa mau di paksa?" Ben bertanya dengan berbisik menyeramkan.
Alexa memejamkan matanya mencoba sabar, "Dia terus memaksaku selama seminggu ini, aku merasa terusik. Aku terpaksa menyimpan nomornya." Alexa berkata jujur.
Ben tersenyum menyeramkan, "Perlu ku singkirkan?!" tanya Ben langsung mulai menggesek kan hidungnya ke pipi dan leher gadis itu.
"Jangan!" bantah Alexa cepat, Alexa tidak ingin karena hal sepele seperti ini nyawa seseorang harus melayang. Namun sepertinya Alexa melakukan kesalahan besar, sudut pandangnya jelas berbeda dengan Ben.
"Kau tampaknya sangat perduli padanya!" Ben terkekeh tak percaya dan langsung melepaskan pelukannya.
Ben menatap Alexa dengan tatapan terlukanya dan berbalik hendak pergi. Namun perasaan Ben semakin kesal ketika Alexa hanya diam seolah tak peduli, Alexa tidak ada niat sama sekali menahan kepergiannya.
Alexa memejamkan matanya, ia menghela nafas, begitulah Ben keras kepala dan tidak akan mau kalah, kecuali pada seseorang....Bianca. Bukan apa-apa, Alexa tau Ben sebenarnya ingin melawan Bianca adu argumen, namun Ben tidak tau harus bagaimana menghadapi Bianca. Karena dengan jurus wajah imut dan menahan tangisnya Ben akan mudah luluh. Jelas berbeda dengan dirinya yang bersikap tidak perduli.
Karena perdebatan itu Alexa hampir mengabaikan pesan entah dari siapa itu. Alexa membuka roomchat nya lalu matanya mulai membaca setiap rangkaian huruf itu.
Hallo Dear, puas berbahagia dengan kakak ku?
Ahh aku tidak menyangka kau sekejam itu menghianati ku?Tunangan mu : Elano
Brakkk
Alexa menjatuhkan ponselnya bersama dengan tubuhnya yang luruh ke lantai. Ben yang membuka pintu ruangan hendak pergi langsung terhenti, ia berbalik menatap Alexa. Mata Ben terbelalak melihat gadis itu terduduk di lantai, ia langsung berlari ke arah gadis itu.
"Are you okay?" tanya Ben khawatir memegang kedua bahunya. Namun Alexa terdiam seperti patung dengan pandangan kosong. Tangannya dingin dan gemetar. Ben langsung memeluknya dengan erat.
Ben melirik ponsel yang masih menyala yang tergeletak di samping kaki Alexa.
Ben mengambilnya dan melihat isinya, seketika tatapannya sangat tajam, ia melepaskan pelukannya lalu menatap Alexa. "Ini jebakan! ini bohong!! seseorang mencoba mempermainkan mu!!" teriak Ben marah.
"Bagaimana--" Alexa nampak ling lung.
"Bagaimana apanya! Mana mungkin orang yang sudah mati mengirimkan pesan seperti ini?!" Ben mencoba meyakinkan gadis itu.
"Bagaimana kalau El masih hidup?" tanya Alexa matanya mulai berkaca-kaca. Ben merasa nafasnya tercekat, tubuhnya mematung mendengar pernyataan gadis itu. Hatinya semakin sakit ketika Alexa menangis.
"Itu tidak mungkin! kau melihat sendiri acara pemakaman nya dan bagaimana tubuhnya sedikit demi sedikit tertutup tanah!" Ben menjeda ucapannya, ia bernafas dan membuangnya, lalu menatap Alexa dengan tatapan nanar.
"Dan seandainya dia masih hidup, kau akan kembali bersamanya bukan?" Ben tersenyum getir, lalu berdiri, ia menatap Alexa sesaat dan berjalan ke luar ruangan.
Alexa tidak peduli dengan kepergian Ben, fikirannya kacau, Apa Elano masih hidup? tapi bagaimana mungkin? dan bagaimana jika pria itu benar-benar masih hidup dan mencap nya sebagai penghianat?.
Semua pertanyaan itu memenuhi pikirannya, apa masalah tidak akan pernah berhenti mendatangi
nya.Namun seketika tersadar kembali ke dunia nyata karena ponselnya berdering, ia melihat nomor tadi menelfonnya, Alexa mengumpulkan keberaniannya dengan tangan bergetar Alexa mengangkat panggilan tersebut.
Ia mencoba mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang sudah ada. Alexa menunggu seseorang di sana berbicara terlebih dahulu. Perasaan was-was seketika menguasai dirinya.
"Aku tidak menyangka, pesan seperti itu mempu membuat mental Queen mafia terguncang hahaha" tawa seorang pria di seberang sana tanpa basa-basi.
Alexa seketika tersadar, ia tidak langsung menjawab sapaan pria itu. Alexa salah! Sangat salah. Ben benar, seseorang sedang mencoba mempermainkan nya.
Dan suara di seberang sana, Alexa tau suara itu. Dia adalah musuh bebuyutan GDM, dan juga orang yang sudah menghabisi Elano malam itu, namun sayang nya ia berhasil kabur.
"Aku akan membunuhmu!" desis Alexa dengan suara menyeramkan, ia langsung mematikan sambungan telepon. Alexa melempar ponselnya ke arah sofa melampiaskan kemarahannya.