5 - A N A S I K U L

166 43 0
                                    

Anasikul sebenarnya kebalikan dari kata lukisana. Dan seharusnya di depan kata anasikul ada tanda serunya. Jadinya kayak gini, !anasikul dengan font yang meliuk-liuk bikin pusing pembaca. Tapi karena orang-orang jadi pada tahu kalau itu dibacanya terbalik untuk mengetahui apa maksudnya. Akhirnya, Bang Yasa pun menghilangkan tanda serunya itu.

Biar orang-orang bertanya, "Apaan anasikul?"

Sambil senyum, Bang Yasa menjawab, "Lukisana!" dengan ngegas.

Maka orang-orang yang bertanya pun jadi apaan sih nih orang nggak jelas banget karena orang yang ngasih tahu terkesan marah-marah.

Padahal kan cuma bercandaan.

Hidup harus dibuat santai, jangan serius mulu. Kalau dibuat serius yang ada malah gue lupain lagi. Kalau semuanya gue lupain, terus apa yang ada di otak gue nanti?

Oh iya, cuma pengen ngasih tahu aja sih ya.. siapa tahu lo, lo semuanya pada penasaran.

Kan beruntung tuh kalian nggak kena keusilan dari Bang Yasa.

Jam delapan pagi, udah beres jogging, udah beres sarapan, dan udah beres segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam delapan pagi, udah beres jogging, udah beres sarapan, dan udah beres segalanya.

Gue sekarang lagi duduk-duduk di samping rumah sambil nyalain kran untuk menyiram tanaman. Kasian mereka, kalau gue udah beres segalanya, harusnya tanaman di samping rumah gue juga udah harus siap segalanya sebelum sinar matahari mengenai mereka langsung selama hampir seharian penuh.

"Halo, tetangga!"

Gue terkesiap sampai hampir loncat dari tempat duduk begitu mendengar sapaan menggelegar dari samping rumah.

Begitu menoleh, ternyata tetangga gue yang kemarin membangunkan dan menyiapkan sepiring pisang goreng di pagi hari. Dia berjalan menghampiri gue sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangan.

"Oh, hai..." Gue berdiri menyambut kedatangannya.

"Nyiram?"

Gue mengangguk kecil dengan cepat.

Lalu tiba-tiba, begitu dia tepat berada di depan gue, tangannya terulur ke depan, seolah mengajak gue untuk berjabat tangan.

Gue mendongak untuk menatap matanya, menelisiknya secara perlahan. Dia cuma tersenyum tipis sambil menggerakkan bola matanya ke bawah, menunjuk tangannya sendiri yang terulur. Lalu kemudian, arah pandang gue ikut menurun menatap ke arah tangannya itu.

Gue pun akhirnya menerima jabatan tangannya dan setelahnya dia malah memperkenalkan dirinya sendiri. "Gue Kei. Keira Meidiana, tetangga sebelah lo."

Dengan kemampuan ala kadarnya untuk menerima keadaan yang nggak gue pahami. Gue mengayun-ayunkan tangannya sambil mengangguk. "Oh, hai, iya gue masih mengingat lo."

Sinar matanya berbinar takjub. "Oh, bagus dong." Semangat banget dia, sampai heran gue. "Tahu gitu, tadi panggil sapaan gue pakai nama aja."

Gue cengengesan. "Hehe, maaf."

          

Lalu, hening.

Nggak ada pembicaraan lagi selain gue yang memegang selang untuk mengarahkannya ke arah tanaman-tanaman di samping rumah gue, serta dia yang hanya mengamati sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggung.

"Hari ini lo nggak pergi?"

Gue meliriknya dengan ujung mata, lalu mendeham cukup lama. "Paling cuma ke anasikul."

Gue kira setelah gue bilang anasikul ke dia, Keira bakalan menanyakan anasikul tuh apa? tapi justru yang gue dapatkan cuma, "Oh, gitu..."

Gue mengangguk-angguk, masih menyiram tanaman. Lalu gue kemudian menyamping yang sontak membuat Keira mundur beberapa langkah ke belakang guna memberikan gue ruang untuk menyiram tanaman di tempat lain.

"Lo sendiri?" tanya gue.

"Nggak ke mana-mana."

"Oh."

Hening lagi.

"Lo... lo nggak mau nanya apa gitu tentang gue?" tanya Keira.

Gue hanya menaikkan sebelah alis. "Gue... nanya?"

Dia mengangguk.

"Apa yang harus gue tahu tentang lo?" tanya gue lagi.

Gue tahu kalau dia seseorang yang gue lupakan dan Keira terkesan kalau dia ingin gue mengingat semua tentangnya, makanya dia bertanya seperti itu.

Tetapi masalahnya, gue harus memulai pertanyaan itu dengan apa?

Apa harus gue bertanya, "Tidur lo baik-baik aja kemarin?"

Terus dia bakalan takjub lagi sama gue karena masih mengingat itu dengan jelas.

Terus apa gue harus bertanya seperti, "Lo nggak nyiapin gue pisang goreng lagi?"

Yang kesannya gue berharap untuk dibuatin pisang goreng lagi.

Keira lalu mengedikkan kedua bahunya. "Nggak nanya juga nggak masalah sih."

"Masalahnya gue nggak tahu apa yang harus gue tanyain tentang lo."

Seperti... percuma kalau gue berusaha mengubek-ngubek informasi tentangnya karena seperti yang dia bilang kemarin malam, dia cuma pengen jadi temen yang nggak terlalu penting supaya nggak harus gue lupakan di esok hari.

Dan hari ini gue masih mengingatnya.

"Oke, oke. Kita ganti topik aja kalau gitu."

Pikiran gue seketika tertuju pada perkataan Bang Yasa tentang seseorang yang lagi gue dekati sampai membawanya ke Anasikul.

"Oh iya, lo sibuk nggak hari ini?"

Gue terlalu bersemangat, sumpah, saking bersemangatnya gue bertanya sampai nggak sengaja mengarahkan selang air ke arah Keira, membuatnya langsung bergerak mundur dan memekik terkejut.

"Eh, eh, sori." buru-buru gue lempar selang air dengan asal dan mendekati Keira yang sudah setengah basah. "Yah... basah."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang