Pagi ini aku terbangun dalam pelukan Hildan dan aku merasakan tubuhku yang lebih sehat dari sebelumnya. Tunggu! Pelukan? Hildan? Jadi semalam bukan mimpi? Dan keinginanku kembali terkabul? Apa karena besok adalah ulang tahunku makanya Tuhan mengabulkan semua keinginanku? Tapi kenapa baru sekarang?
"Kau sudah bangun?" Tanya Hildan sambil mencoba mengumpulkan kesadarannya.
"Ah ya. Baru saja"
Kemudian aku segera bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.
Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku tidak mendapati Hildan di tempatnya tadi. Mungkin saja dia sudah kembali ke kamarnya.
Tak ingin ambil pusing, akhirnya aku memutuskan untuk turun. Perutku sudah minta diisi dan aku merindukan masakan Ibu. Sejak aku sakit yang aku makan hanya bubur saja.
"Jidan sudah bangun? Masih pusing?"
Ketika sampai di ruang makan Ibu menyambutku dengan senyuman dan kecupan seperti biasa. Aku hanya menggeleng kemudian duduk di salah satu kursi, menunggu semuanya turun.
Aku mendengar suara langkah kaki dari arah tangga, dan setelahnya orang itu menarik kursi di sampingku.
"Hildan?" Gumamku pelan agar tidak terdengar olehnya.
"Kenapa? Apa ada yang salah?" Tanya Hildan.
Aku menggeleng "Hanya saja tidak biasanya kau ikut sarapan apalagi duduk disampingku"
"Memangnya ada larangan untuk duduk disamping saudara sendiri?"
"Ah tidak ada. Yasudah"
Aku memalingkah wajah. Sunggu malu rasanya dengan pertanyaannku sendiri.
"Hari ini kau sibuk?"
Aku menoleh pada Hildan "Aku? Kau bertanya padaku?" Tanyaku heran.
"Memangnya disini ada orang lain selain kita?"
Aku hanya tersenyum canggung kemudian menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Memalukan.
"Jika kau tidak sibuk, aku ingin mengajakmu keluar. Mumpung kau sudah sembuh"
Aku sontak mengangguk ribut. Aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan langka seperti. Kapan lagi aku bisa pergi bersama saudaraku, ya walau sekarang hanya bersama Hildan tapi aku harap suatu saat Wildan pun akan seperti Hildan saat ini.
"Memangnya kita akan kemana?"
"Mungkin menghabiskan waktu di taman kota tidak buruk juga. Bagaimana? Kau mau?"
"Aku mau" jawabku sambil tersenyum.
"Baiklah setelah sarapan kita langsung berangkat. Hitung-hitung olahraga pagi"
"Bagaimana dengan Wildan? Dia tidak ikut?"
"Dia saja belum bangun. Sudahlah biarkan saja"
Aku hanya mengangguk. Kemudian Ibu datang dengan semangkuk nasi goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
❨✓❩ ɪ ᴡɪsʜ || ᴊɪʜᴏᴏɴ sɪᴅᴇ
Fanfiction❛follow dan mampir ke work aku yang lain juga ya❜ [TINGGALKAN VOTE WALAU SUDAH TAMAT] Jidan merasa dijauhi oleh kedua saudara kembarnya karena ia terlahir berbeda dari keduanya. Jidan lahir paling terakhir dengan tubuh lebih kecil dan lebih lemah da...