Bisikan Secangkir Kopi

21 3 4
                                    

Pagi ini, ketika kaca jendela melukis tempias hujan
Kopiku bertengger di belakangnya dengan tenang, lalu dengan pongahnya ia berkelakar,
“Kan kubasuh getirmu nan kian sendu itu.”

Tatapku mencemooh, Bagaimana bisa?
Dirimu saja sudah penuh dengan definisi pahit dan getir di segala sisi?

Seolah tersenyum, dia berbisik kemudian,
“Getirku adalah penawar bagi jiwa-jiwa yang sedu,” katamu.
.
.
.
.
.
.
BT*

Mèmoire (Sajak-sajak Ingatan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang