Kita flashback bagaimana Luki dan Sania bisa bersama, oke?
Luki dengan wajah yang bercucuran air mata di koridor rumah sakit sembari mendorong brankar Sania yang terlelepas dengan darah yang masih bercucuran. Luki sangat bersyukur kalau Sania hanya pingsan tak sadarkan diri.
"Dokter! Tolongin jodoh saya!" teriak Luki saking nggak sabarnya.
Dokter dan suster itu langsung bergegas dan memasukan brankar ke ruangan UGD. "Maaf, anda tidak boleh masuk."
Luki menghembuskan nafasnya kasar dan duduk di lobi rumah sakit. Devan, Rendy, Elsa, Lala, dan Nia--mamah Sania menghampiri Luki.
"Luki ... anak tante gimana?" tanya Nia pada Luki yang terdiam.
Ceklek
"Keluarga Nona Sania?" Nia menghampiri Suster tersebut, begitupun dengan yang Luki dan Devan.
"Saya, Sus, ada apa dengan anak saya?" tanya Nia.
"Anak ibu mengalami pendarahan yang cukup banyak, Nona Sania butuh golongan darah AB, karena stok rumah sakit sudah habis, jadi kami pihak rumah sakit bergantung pada ibu. Jika sudah ditemukan bisa datang keruang Dokter atau saya, saya permisi."
Nia menghela nafasnya gusar. "Sania punya darah AB seperti ayahnya, tapi sekarang ayahnya--"
"Biar Devan tante yang donorin, kebetulan golongan darah Devan sama," potong Devan membuat Luki bertanya-tanya dalam pikirannya.
"Nggak Nak, kamu udah sering tolongin Tante." ujar Nia.
"Tante, yang penting Sania sembuh, Devan nggak masalah kalau bersangkutan dengan Sania. Kalau gitu Devan permisi." ucap Devan diangguki oleh Nia.
"Sebenarnya hubungan Devan dan Sania apa, Tan?" tanya Luki pada Nia yang tersenyum tipis.
"Ayah Sania dan ayah Devan kembar, pastinya mereka punya golongan darah yang sama, dan sekarang darah itu mengalir dalam tubuh Sania dan Devan, tetapi, ayah Devan itu diangkat oleh orang lain, jadi marga mereka nggak sempat sama. Kamu ngerti kan?" tanya Nia mengelus surai rambut Luki.
"Tante, maafin ayah Luki kalau ayah Luki udah bunuh om Jordan, Luki juga baru tau kalau selama ini ayah punya niat jahat--"
"Nak, jangan bahas lagi, ya?" ucap Nia pergi menjauh dari Luki.
"Gue tuh nggak habis pikir sama Chaca, kenapa bisa-bisanya dia khianatin kita!" gerutu Lala.
Elsa berdecak lalu menghampiri Luki. "Luki, kita jadi nikah kan?"
Luki menepis tangan Elsa. "Nggak! Gue nggak mau nikah sama lo, sana pergi!" usirnya.
"Luki, nggak bisa gitu dong, gue dan lo saling suka, kita udah saling kenal satu sama lain."
"Tapi gue anggap lo cuman pelampiasan dan sahabat, Elsa Tanujaya!" tekan Luki pada Elsa.
"Ingat. Gue adalah jodoh Sania, gue milik Sania, hanya Sania." bisik Luki meninggalkan Elsa yang bergeming di tempat.
***
Vian menatap Chaca dengan intens. Mereka sedang berada di dalam toilet perempuan, wajahnya sangat berdekatan sampai hembusan nafasnya saling merasakan.
"Vian, gu-gue nggak bisa dengan posisi ini," ujar Chaca melihat Vian yang menatap damai kearahnya.
"Lo harus gue kasih hukuman." bisik Vian tepat ditelinga Chaca.
"Jangan macam-macam sama gue, gue tau gue udah khianatin semua orang, tapi ini juga demi kepentingan gue agar gue bisa dapetin Luki kembali!" teriak Chaca tidak peduli dengan Vian yang dihadapannya.
"Oh iya? Emm ... hukuman apa yang bikin lo kewalahan--"
bugh.
Chaca meninju perut Vian hingga Vian meringis kesakitan, sedangkan kakinya ingin melangkah, namun sayang! Vian masih bisa menarik tangan Chaca.
"Lo mau apain gue--"
"Sstt ... polisi lagi jalan ke arah sini, dan gue nggak mau lo sampe ketangkap. Lo diam di sini, gue akan alihin polisi itu." potong Vian melepaskan tangan Chaca dan tersenyum tipis, lalu keluar dari toilet.
Sedangkan Chaca mengintip disela-sela pintu. "Selamat siang pak," sapa Vian.
"Siang. Nak Vian, kami masih belum menemukan pelaku perempuan yang sudah bersekongkol dengan pak David," ujar pak Polisi itu.
"Tidak usah dicari, saya akan mencabut tuntutan untuk perempuan itu, saya hanya ingin pak David saja yang ingin terpenjara." ucap Vian.
"Kenapa? Bukankah Nak Vian yang bilang kalau kami harus menjebloskan pelaku wanita juga?"
"Saya dapat kabar kalau kedua orang tua pelaku wanita telah meninggal dunia, lalu keluarganya sedang dilanda kurangnya ekonomi hingga mengakibatkan warga sekitar menagihnya," jawab Vian.
"Tindakan yang tidak terpuji ini, kami akan menyelidiki rumah pelaku." ucap pak polisi itu mengarahkan polisi lainnya untuk ikut dengannya.
Vian berlari dan membuka toilet. "Lo malah bikin ribet tau nggak!"
"Ikut gue! Sekarang polisi lagi kepung tempat ini, hanya lima belas persen kita bisa keluar dari tempat ini, tapi gue mau ajak lo yang insyaallah nggak akan polisi periksa." Vian meraih tangan Chaca dan membawanya ke rooftop markas David dan Chaca yang tersembunyi.
Vian mengunci pintu dan menyalakan lilin yang sudah ada ditempatnya. "Ini tempat apa? Kenapa lo lebih tau daripada gue, Ian?" tanya Chaca.
Vian duduk diatas meja dan menatap Chaca yang sudah duduk di bangku. "Karena ini markas Yuwan angkatan kak Tris, 5 tahun lalu pak David udah hilangin kak Tris dan merampas markas ini dengan alasan sudah dijual, dan dia bilang kalau kak Tris pulang kampung,"
"Iya, gue belum terjun bahkan gue nggak tau persoalan markas ini, hingga saatnya gue masuk ke sekolah dan gue mulai jadi anggota, kak Juli mulai memperkenalkan gue titik-titik dimana lokasi angkatan kak Tris dan kak Chandra pernah menjadikan tempat itu markasnya." ucap Vian panjang lebar.
"Gu-gue ngantuk, gue mau tidur, tapi lo jangan apa-apain gue, kalau lo macam-macam sama gue, gue akan bunuh lo!" ancam Chaca galak, lalu menempatkan kepalanya dilipatan tangan miliknya yang berada diatas meja.
***
Luki dan Devan menatap David yang sudah berada penjara. Luki terkekeh remeh, "Kenapa ayah rahasiakan ini dari Luki? Kenapa ayah mau bunuh Sania, mau bunuh Luki juga?"