BAB 53. Free

2.9K 363 63
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kaki jenjangnya secara perlahan mulai menyusuri area sekolah yang tampak semakin indah dan mewah karena beberapa hari yang lalu tengah terjadi kegiatan renovasi secara besar-besaran. Jika dulu gerbang sekolah berwarna hitam dengan sebuah patung garuda berwarna emas, maka sekarang gerbang sekolah itu sudah tampak berbeda dan terlihat sangat berkelas dengan cat berwarna gold dan dihiasi dengan ukiran-ukiran bunga berwarna putih. Sangat cantik.

Bukan hanya itu saja, jika dulu Mandala terkenal dengan tamannya yang indah dan hijau. Maka sekarang sebuah taman itu sudah disulap menjadi sebuah taman yang terlihat seperti cafe outdoor dengan sebuah meja yang dihiasi payung-payung berwarna orange dan di sekelilingnya terdapat kursi-kursi bundar yang melingkar. Pemandangan seperti itu tampaknya tidak akan membuat siswa-siswi Mandala merasa jenuh dan bosan.

Ketika kakinya melangkah lebih jauh, gadis itu juga dapat melihat sebuah perpustakaan yang sudah disulap menjadi rumah kaca dengan dihiasi bunga-bunga yang berwarna-warni. Keadaan di dalam perpustakaan itu tampak sangat jelas dari luar karena memang dinding perpustakaan itu menggunakan kaca yang sangat bening.

Amadora sampai geleng-geleng kepala sembari berdecak kagum setiap saat. Semuanya benar-benar tampak berubah. Akankah keadaan di dalam sana juga sudah berubah?

Amadora menghentikan kegiatan menjelajah setiap ruangan ketika samar-samar gadis itu mendengar suara yang cukup ia kenal.

"By, bulan depan nikah yuk. Gak sabar pagi-pagi turun tangga terus peluk kamu dari belakang sambil bilang, selamat pagi istriku tercinta."

Sang perempuan yang mendapat godaan dari pria di depannya tampak bersemu merah karena merasa malu dan juga bahagia. Sangat berbanding terbalik dengan ekspresi Amadora yang bergidik ngeri melihat tingkah kedua remaja yang tengah di mabuk asmara. Tingkah kedua orang itu sudah seperti akan menikah saja nanti di masa depan.

"Apaansi, geli banget." gerutu Amadora sepanjang kakinya melangkah.

Gadis cantik itu masih kesal dengan tingkah kedua remaja yang tengah duduk mojok tadi. Bukannya sehabis sekolah langsung pulang ke rumah masing-masing, kedua orang itu malah asik bermesraan di lingkungan sekolah. Terlebih lagi ketika Amadora tahu bahwa seorang cowok yang mengeluarkan gombalan menjijikkan tadi adalah Shankara. Iya. Dia Shankara, putra kedua dari keluarga Abraham dan kembaran dari Drystan.

"Permisi, lihat Drystan gak?" tanya Amadora kepada salah satu di antara orang-orang yang tengah berlalu lalang di koridor sekolah.

"Drystan, dia kayaknya tadi pergi ke lantai empat."

"Oh oke, makasih." Amadora tersenyum tipis lalu mulai melangkahkan kakinya menuju lantai empat.

Bukan tanpa alasan Amadora berada di Mandala dan mencari keberadaan mantan pacarnya itu. Amadora mencari Drystan karena Morana menitipkan sesuatu padanya yakni sebuah kertas yang isinya entah apa karena Morana memintanya untuk tidak membuka kertas itu. Tidak ada yang boleh membukanya selain Drystan sendiri. Itu perintah dari Morana.

Kamu akan menyukai ini

          

Setibanya di lantai empat, Amadora segera melangkahkan kakinya menuju sebuah pintu yang merupakan ruangan pribadi Inti Collins. Kepala sekolah sendiri yang membuat ruangan pribadi itu untuk mereka. Entah apa maksudnya, Amadora sendiri tidak mengerti dan tidak paham sama sekali.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu Amadora segera memutar knop pintu dan seketika gadis itu terdiam kaku melihat pemandangan di depannya. Jika boleh mengulang waktu, Amadora tidak akan selancang ini untuk membuka pintu tanpa meminta izin terlebih dahulu. Jika saja ia meminta izin, kegiatan kedua remaja di depannya ini pasti tidak akan membuatnya merasakan kekecewaan yang sangat dalam. Ternyata melihatnya secara langsung sesakit ini ya?

Drystan tampak ingin marah ketika melihat seseorang membuka pintu tanpa izin terlebih dahulu, namun cowok itu mengurungkan niatnya ketika dilihatnya ternyata Amadora yang datang. Cowok itu terdiam kaku menatap Amadora yang masih terdiam di ambang pintu ruangan. Drystan bahkan tidak memperdulikan seorang gadis yang tampak tengah mencumbunya di area dada bidang cowok itu. Kedatangan Amadora, membuat tubuhnya terasa kaku seketika.

Drystan memejamkan matanya dengan dada yang naik turun seirama. Beberapa kali cowok itu tampak mengeluarkan desahan beratnya yang membuat seorang gadis di atasnya tampak semakin bersemangat. Gadis itu bahkan tidak merasa terganggu dengan kehadiran Amadora yang tengah menonton aktivitas mereka.

Ketika tangan gadis itu akan segera membuka resleting celana seragam milik Drystan, Amadora segera mengalihkan tatapannya dengan pipi yang tampak basah karena air matanya sangat sulit untuk di tahan. Dadanya terasa sangat sakit ketika melihat Drystan tengah asik bercumbu tepat di depan matanya sendiri. Apakah Drystan juga merasakan sakit yang sama ketika cowok itu tahu bahwa Amadora mengkhianati cowok itu bersama Wangsa? Sepertinya iya.

Seketika Amadora menyesal sudah merencanakan hal rendahan seperti itu dengan Wangsa. Jika tahu akan sesakit ini, Amadora pasti akan memilih jalan yang lain saja. Misalnya melarikan diri dari hidup Drystan.

"Berhenti. Kita lanjutin di lain waktu. Lo bisa pergi sekarang." perintah Drystan sembari menghempaskan tangan lentik gadis itu.

Sang gadis tampak berdecak sebal lalu dengan kaki yang di hentak-hentakan gadis itu pergi meninggalkan Drystan yang saat ini tengah memperbaiki seragamnya yang tampak sangat kusut. Bahkan, kancing seragam milik cowok itu sudah hilang dua.

Ketika tengah melewati Amadora, gadis itu berhenti sejenak lalu mengeluarkan seringaian yang tampak sangat menyebalkan di mata Amadora.

Amadora memutar bola matanya malas lalu gadis itu berbisik, "Murahan."

Sayangnya, bisikan itu dapat tertangkap dengan jelas oleh indra pendengaran milik Drystan.

"Bukan Liza yang murahan, tapi lo." sahut Drystan dingin.

Liza yang merasa di bela oleh Drystan pun semakin mengembangkan senyumnya lalu gadis itu berjalan melewati Amadora dengan siulan penuh kemenangan di bibirnya.

Dada Amadora semakin kembang kempis ketika menyaksikan sebuah adegan yang sangat memuakkan di depannya. Dengan cepat Amadora segera menutup pintu dengan bantingan keras lalu berjalan menghampiri Drystan yang tampak tengah sibuk memainkan gitarnya dengan keadaan bertelanjang dada.

"Lo udah gak perjaka?"

Drystan menghentikan petikan gitarnya ketika mendengar pertanyaan Amadora yang benar-benar tidak masuk akal dan sangat tidak tepat. Begitukah pertanyaan seorang gadis yang tampak tengah menahan cemburu?

"Gue masih perjaka atau nggak, bukan urusan lo." jawab Drystan tidak santai.

"Jelas urusan gue, karena--"

DRYSTAN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang