Yuk voment yuk!
Sudah satu jam lebih Arlen duduk di sini, di samping ranjang Zefa, dengan setia ia di sini, bahkan sampai membatalkan beberapa rapat, menurut Arlen ia harus bisa memastikan keadaan Zefa baik-baik saja, ia terus menatap wajah teduh Zefa, rasanya ada ketenangan tersendiri setiap kali menatap wajah Zefa. Manisnya sama seperti Vanessa, hanya bedanya Zefa tak selemah Vanessa.
"Saya harus tunggu berapa lama lagi supaya kamu bisa ingat semuanya Fanya?"
"Sampai kapan juga saya harus panggil kamu 'Zefa' terus menerus? Dulu kamu lebih suka di panggil Fanya kan?" Dan Arlen lebih nyaman memanggil Zefa dengan nama aslinya 'Fanya' yang di ambil dari nama lengkapnya Zefanya
"Kalau kamu ingat semuanya... saya janji, akan jadi orang pertama yang minta maaf.... atas kejadian itu... saya yang buat kamu begini..." hidup dalam rasa bersalah tidak menyenangkan, dan menyiksa batin, Arlen rasa memang dirinya tercipta hanya untuk menderita. Keluarga yang hancur dan berantakan, hidup yang tak jelas tanpa arah. Menjadi ayah yang buruk, juga melukai orang lain, Zefa contohnya
"Saya yakin kalau kamu ingat sama masa lalu kamu, kamu akan benci saya..." meski Zefa terkenal sebagai pemaaf yang lembut dan murah hati, tapi apa mudah memafkan orang yang membuatmu lupa akan banyak hal?
Arlen mengelus kepala Zefa dengan lembut. Perlahan tangan yang tadinya diam mulai bergerak lemas, Arlen langsung membulatkan matanya, Zefa perlahan membuka kedua matanya, menertalisir cahaya yang terang menusuk netranya, ia lalu menatap ke kanan dan kiri berusaha mencari tahu di mana kini dirinya berada "Zef? Gimana? Masih sakit kepalanya?" Zefa sedikit kaget ada Arlen di sana, seketika ia teringat kejadian di ruangan Arlen beberapa jam lalu, saat ia merasa sakit kepala yang hebat dan mungkin ia berakhir pingsan
"Udah enakan kok Pak... bapak? Kenapa di sini? Gak balik ke kantor?" Arlen menggeleng, ia terperangah bingung bisa bisanya di saat begini Zefa masih memikirkan tentang kantor. Dan dilihat lihat infus sudah habis juga, Zefa berusaha duduk, Arlen membantunya perlahan "enggak, lagian juga hari ini saya senggang, jadi gak apa..." Zefa mengangguk, sebenarnya apa yang dikatakan oleh Arlen tidaklah benar, ia tidak senggang hari ini, namun menurutnya bagaimana juga ia yang menjadi penyebab Zefa pingsan, ia pula yang harus bertanggung jawab setidaknya menunggu Zefa hingga sadar
"Ya udah pak... kita balik aja..." Arlen mengangguk, urusan pembayaran semua juga sudah selesai, lebih baik mereka pulang, Arlen membantu Zefa berdiri dari ranjangnya, dan memapah Zefa berjalan, mereka lalu ke lobby menunggu taksi "bapak mobilnya mana? Atau saya ke sini tadi naik ambulans ya? Makanya enggak ada mobil!" Arlen kebingungan ingin menjawab apa "eh enggak... mobil saya udah di kantor, udah kita naik taksi aja" Zefa mengangguk, mereka masuk ke dalam taksi "kita langsung ke rumah kamu aja ya..."
"Loh nanti bapak?"
"Enggak apa nanti saya balik ke kantor pulang naik mobil..."
Selama perjalanan mereka hanya diam, hingga Arlen berniatan membuka pembicaraan "sejak kapan?" Zefa mengerutkan keningnya, ia tak paham dengan yang di pertanyakan oleh Arlen "sorry pak, maksudnya apa ya?" Arlen menghembuskan nafasnya sejenak "kamu hilang ingatan sejak kapan?" dan sekarang Zefa malah terdiam karena ia kaget, darimana Arlen mengetahui kondisinya? tapi logikanya jika di pertanyakan begini tandanya ia sudah tahu soal ini "udah lama Pak... karena kecelakaan mobil" Tak lelah bertanya, Arlen kembali mengajukan pertanyaan
KAMU SEDANG MEMBACA
The Young Mommy✨❣️
RandomHamil, tanpa suami, hidup dengan pahit, menelan paksa kenyataan, berharap ada bahagia, tapi gagal. Zefa mencari cara untuk hidup, sedangkan Iva hanya perlu seorang ayah "Bu, aku mau ketemu Papa" Siapkah Zefa mempertemukan anaknya dengan bajingan yan...