15. Pengakuan Tak Terduga

538 122 42
                                    

Pukul 15.00 Ruby membuka pintu rumah. Ia melangkah ke arah dapur dan membuka lemari es. Hanya ada botol minuman kosong yang tersisa, padahal ia amat membutuhkan air dingin. Kemudian ia berbalik, berdiri didepan laci dapur sedikit berjinjit untuk menggapai wadah kopi. Dan wadah kopi itu pun kosong, ia memijit pelipisnya. Minuman tidak ada, makanan-pun tidak ada. Ia harus pergi belanja sekarang.

Hari ini sangat berarti bagi Ruby. Sebuah langkah maju telah ia lakukan. Jika ada seseorang yang bertanya kegiatannya, maka dengan bangga ia akan menjawab; aku bekerja sebagai sekretaris. Ia tidak lagi menggantungkan hidupnya pada ayah, Jack, maupun Sonia. Ingin sekali ia memberi tahu Jack atau Sonia bahwa ia sudah sama dengan mereka sekarang. Paling tidak, hampir sama. Sudah berpenghasilan dan punya kesibukan.

Baru saja ia hendak membuka pintu rumah tanpa disangka sosok cantik Sonia sudah berdiri diambang pintu. Perempuan itu mengulas senyum yang sedikit berbeda, seperti ada sesuatu yang disembunyikan dibalik senyuman itu.

"Aku sudah pulang, aku bawa oleh-oleh untukmu". Kata Sonia dengan ceria dan masuk begitu saja ke dalam rumah Ruby sembari membawa sebuah lukisan. Ruby hanya diam memperhatikan tingkah Sonia yang nampak berbeda hari ini.

"Kapan kamu pulang? Kenapa tidak menelepon ku?". Tanya Ruby bertubi-tubi sembari mengambil tempat duduk tepat disamping Sonia. Keakraban keduanya memang terjalin dengan apik, Ruby tak segan menganggap Sonia seperti kakak-nya sendiri.

"Ah... maafkan aku. Kamu tahu kan pekerjaan sebagai dokter itu sangat sibuk. Apalagi disana aku melakukan banyak hal yang merepotkan". Jelas Sonia yang ditangkap tengah pamer oleh Ruby.

"Sombong sekali. Bukan hanya kamu saja yang sibuk, aku juga".

"Oh ya? Apa yang kamu lakukan saat aku tidak ada?". Tanya Sonia antusias.

"Bekerja sebagai sekretaris". Sahut Ruby sombong.

"Wow... keren. Darimana kamu bisa mendapatkan pekerjaan itu?". Tanya Sonia lagi. Bukan bermaksud meremehkan, hanya saja agak sulit bagi Ruby yang notabene malas bersosialisasi itu untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi bagus bukan?

"Victor. Aku sudah berdamai dengannya sesuai saranmu". Sonia membuka mulutnya beberapa detik sebelum memberikan apresiasi pada Ruby dengan mengacak rambut perempuan itu.

"Bagus. Tapi maaf aku kesini bukan untuk mendengarkanmu curhat. Aku punya hadiah untukmu". Dengan riang Sonia menyobek koran yang ia gunakan untuk membungkus lukisan ditangannya.

"Aku melukis ini sendiri khusus untukmu. Di Jogja aku melakukan banyak hal, termasuk melukis". Ruby menatap lukisan didepannya, lukisan yang indah dan tentu saja memiliki makna tersirat.

"Lukisan ini bagus, tapi tidak mungkin orang sepandai dirimu melukis tanpa menyiratkan makna"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lukisan ini bagus, tapi tidak mungkin orang sepandai dirimu melukis tanpa menyiratkan makna". Ujar Ruby. Sonia mengulas senyum tipis kemudian meraih jemari Ruby. Sudah saatnya ia ungkapan apa yang menjadi kesulitannya selama ini, kesulitan karena mencintai Ruby. Cinta yang tidak sepantasnya ia pertahankan.

Ruby Jane (JJK-JEB)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang