TAH - 6

7.9K 502 10
                                    

Happy Reading ✨️

***

Akad nikah telah berlangsung beberapa jam yang lalu, saat ini pengantin baru itu sedang berada di kamar Cira. Sebab acara akad dilaksanakan di kediaman wanita, sepasang suami istri yang baru dinikahkan secara dadakan itu memandang kasur yang berukuran single, lalu menatap satu sama lain. Begitu juga seterusnya, melihat kasur lalu saling menatap.

Ketukan pintu terdengar, mengganggu kegiatan tatap-tatapan mereka. Keduanya menatap ke arah pintu yang dengan perlahan terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya yang diyakini Bapak dari Cira alias mertuanya Adam.

“Maaf, ya, anak dan menantu dadakan Bapak. Mau ngasih tahu sebentar, kalau Bapak lupa ganti ranjangnya sama yang ukuran lebih besar. Semua ini terlalu mendadak, jadi Bapak dan Mama belum mempersiapkan sekaligus merombak kamar Cira,” ujar Fahmi dengan tersenyum menatap menantunya yang hanya memasang wajah datar.

“Nggak apa-apa ‘kan, Dam, kalau tidur di tempat yang sempit kayak gitu?” tanyanya pada Adam.

“Iya.” Adam menjawab pertanyaan mertuanya dengan singkat dan tanpa ada ekspresi sama sekali di wajahnya.

Kini Fahmi menatap anak gadisnya itu dengan tajam. “Kamu,” tunjuknya pada sang putri yang merasa malas dengan kehadiran bapaknya di kamar. “Harus berbagi tempat tidur sama suami kamu. Kalau nggak muat, kamu aja yang ngalah, tidur di lantai juga nggak masalah, kamu ‘kan udah biasa.”

“Nggak bisa gitu dong, Pak. Ini ‘kan kamar aku, menantu Bapak aja yang tidur di lantai kalau gitu. Atau sekalian tidur bertiga sama Bapak dan Mama, aku nggak masalah tidur sendirian, udah biasa ini.” Cira menyahuti ucapan Fahmi dengan ketus, yang benar saja ia harus tidur di lantai, apalagi jika tanpa alas.

Fahmi berusaha menahan amarahnya, anak tunggalnya ini memang sangat keras kepala sekali, serta pembangkang. Bahkan selama sisa hidupnya, Fahmi harus terus banyak bersabar agar malaikat Izrail tidak cepat-cepat mengirimkan undangan kepadanya.

Sepertinya Adam pun harus menyiapkan stok kesabaran untuk ke depannya, mendapatkan istri seperti Cira ini memang sungguh cobaan. Pria itu tidak habis pikir, di saat malam pertama yang seharusnya melakukan sebuah ritual bersama sang istri, dia malah disuruh tidur bertiga dengan mertuanya oleh Cira—istrinya.

Apa kata orang?!

Lebih baik ia pulang saja ke rumah orang tuanya atau memesan kamar hotel, daripada tidur bertiga dengan sang mertua. Membayangkannya saja sudah membuat Adam menendang kecil kaki Cira di hadapan Bapak gadis itu sendiri.

“Ih, apaan sih, Om, nendang-nendang! Mau main bola? Ya jangan di sini dong! Di lapangan aja, nggak jauh ini kok dari rumah!” Entah kenapa pernikahannya bersama Adam ini terus membuatnya emosi. Tapi di balik itu, Cira sangat amat beruntung mempunyai suami yang tampan serta mapan.

“Cira,” tegur bapaknya begitu halus. “Yang sopan sama suami, nggak boleh ngegas begitu.”

Seolah tidak ada lelahnya, gadis yang sudah menjadi istri Adam ini membalas ucapan Fahmi. “Aku lagi nggak nyetir motor, Pak.”

Fahmi menyerah, pria paruh baya itu keluar begitu saja dari kamar sang putri. Kesabarannya sudah menipis tadi, jika terlalu lama berada di sana, bisa-bisa emosinya akan meledak saat itu juga. Padahal tadi Fahmi sudah mencoba bersabar dengan berbicara halus pada anaknya, tapi itu tidak mempan sama sekali pada Cira. Malah mental entah ke mana.

Setelah kepergian Fahmi, kini kedua pengantin baru itu saling diam. Adam menatap Cira dengan tajam, begitu pun Cira yang tak ingin kalah, gadis itu ikut menatap tajam suaminya serta berkacak pinggang. Lalu mereka kembali melihat kasur yang terlihat begitu menggoda secara bersamaan.

The Angry Husband [Completed - Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang