Anggota Classy Bastard sudah berkumpul di rumah Daniel sore ini. Nenek Daniel sedang sibuk memasakkan makanan untuk mereka di dapur.
"Nasi gorengnya pakai telur apa endak?" teriak nenek dari dalam dapur.
Janu berlari kecil ke dapur. Menemui nenek dan membantunya. "Kata temen-temen, kalau ada telur ya ... boleh lah, Nek pakai telur."
Nenek tersenyum remeh lalu membuka kulkas. "Telur nenek banyak, nih."
"Woah ... sip, Nek!" Janu bertepuk tangan senang. "Nenek bertelur, ya?"
Pertanyaan Janu membuat sang nenek tertawa lalu berakhir memukulnya dengan spatula.
Gerry datang ujuk-ujuk mengambil segelas air dari galon yang berada di pojok dapur. Sungguh, rumah Daniel sudah seperti rumah mereka sendiri. Itu adalah perintah dari nenek. 'Anggap rumah ini seperti rumah sendiri.'
"Nek, aku bantu, ya." Gerry mengambil wajan yang digantung di dinding dapur. Memecahkan cangkang telur lalu menggoreng telur untuk teman-temannya.
Nenek tersenyum senang karena ada yang membantunya. Bagaimana dia tidak sayang kepada teman-teman Daniel jika sikapnya saja sangat baik dan sopan.
"Nenek kalau capek duduk aja. Siapin bumbu-bumbunya, kan kita gak tahu bumbunya apa aja," saran Janu yang kini sibuk menggoreng nasi di sebelah Gerry.
"Nenek itu seneng Daniel punya teman-teman baik seperti kalian. Semoga persahabatan kalian langgeng selamanya, ya. Nenek sayang sama kalian. Selama ini nenek jarang lihat Daniel punya teman. Ya cuma kalian ini satu-satunya teman Daniel yang akrab." Entah mengapa kata-kata nenek membuat Gerry terharu.
Gerry yang mudah menangis itu tidak bisa menahan air matanya. Ah, sungguh ini sedikit memalukan. Dia berusaha mati-matian untuk membuang pandangannya ke segala arah, yang penting tidak melihat nenek ataupun Janu.
Namun, usahanya itu sia-sia. Janu yang berdiri di sebelahnya melihat gerak-geriknya mengusap air mata. "Yah ... nangis."
Mendengar seruan Janu, nenek langsung berdiri di samping Gerry. "Lah, Gerry kenapa kok nangis?"
Ah, ini akan sia-sia jika Gerry tetap mengelak dan berbohong bahwa dirinya tidak menangis. Meletakkan spatula yang awalnya dia pegang, kini beralih memeluk nenek. Menenggelamkan wajahnya di antara bahu dan leher nenek. Gerry menangis tersedu-sedu.
"Aku sayang juga sama Nenek. Se--moga aku bis-- jadi teman baik Daniel, bi-biar nenek seneng." Begitulah kata-kata yang bisa didengar nenek dan Janu. Yang lainnya hanya terdengar isakan tangis yang cukup histeris.
Ya begitulah Gerry. Sangat mudah menangis, sekalinya menangis langsung histeris. Janu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat Gerry.
"Apalagi nenek. Nenek malah sayang sama Gerry." Nenek tersenyum manis, mengelus-elus punggung Gerry.
Arsen, Omar, Daniel, Yudha, dan Alexi berhamburan menuju dapur saat mendengar tangisan Gerry. Mereka kini sudah bertumpuk-tumpuk di ambang pintu, mengintip apa yang sedang terjadi di sana. Mereka pikir, ada kecelakaan dalam memasak. Ternyata hanya adegan terharu Gerry yang dramatis.
Ah, itu sangat klise di Classy Bastard.
"Ya elah ... lagi-lagi, si Gerry.." Arsen menggeleng sambil menarik kelopak matanya jengah. Lalu kembali ke ruang tamu untuk bermain game.
¶¶¶
Hujan. Ya, hujan mengguyur kota panas ini. Siswa-siswi yang seharusnya sudah dalam perjalanan pulang, kini perjalanannya terhambat oleh hujan. Ada yang memutuskan untuk tetap menerjang rintik deras itu, ada juga yang memilih berteduh sampai hujan reda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Classy Bastard in Love [Tamat]
Teen FictionClassy Bastard, itu nama geng kami. Bukan, kami bukan kumpulan geng motor, berandalan, atau lainnya. Bukan juga gengster yang memiliki banyak musuh dan dendam terhadap geng-geng lain. Nama itu kami buat hanya supaya terlihat mengerikan, kenyataannya...