CUKUP MENJADI SEORANG MANUSIA UNTUK BERSIMPATI

32 0 0
                                    

Beberapa tahun yang lalu, saya mengantarkan putri saya setiap hari ke pengasuhnya di pinggiran San Antonio. Dalam perjalanan itu perhatian saya selalu tertuju pada seorang wanita tua saat duduk di halte bus. Pandangannya terarah ke sepeda putih diparkir di tiang listrik di bawah pohon. Sebuah papan hitam digantung pada tiang listrik itu. Di atas papan hitam itu tertulis kata-kata, "Di sini Thomas meregang nyawa".

Sepanjang tahun saya selalu melihat wanita tua itu pada waktu yang sama, duduk di tempat itu. Ia hanya diam membisu, tidak pernah berbicara dengan siapa pun. Ia hanya memandang sepeda putih dalam keheningan.

Rasa iseng pernah menggelitik saya untuk menghampiri wanita tua itu untuk berbicara, tetapi rasa malu saya menghalangiku untuk melakukannya. Juga merasa khawatir kehadiranku akan merusak suasana kesendiriannya.

Beberapa hari berlalu. Saya tidak lagi melihat wanita tua itu. Di tempat dan waktu yang sama, sekarang seorang lelaki yang juga lansia duduk sambil memperhatikan sepeda bercat putih itu, seperti yang dilakukan wanita tua. Ketika itu saya berhentikan mobil tidak jauh dari tempat lelaki lansia itu duduk. Saya beranikan diri untuk menemuinya. Saya sudah tidak mampu lagi menahan rasa penasaranku.

Setelah mengucapkan salam dan berbasa-basi, kemudian saya berkata,

"Maaf mengganggu. Saya perhatikan Bapak setiap hari duduk di sini pada waktu yang sama. Sebelumnya saya melihat seorang wanita lansia juga selalu duduk di sini pada waktu yang sama pula. Sudah beberapa hari ini saya tidak pernah lagi melihatnya. Bolehkah saya mengetahui alasan Bapak, wanita lansia itu dan sepeda putih itu?".

Lelaki lansia itu menarik nafas panjang. Pandangannya tertuju ke depan. Beberapa saat kemudian ia berkata,

"Sepeda putih ini milik seorang anak bernama Thomas. Setiap hari ia main dengan sepedanya itu di sekitar kawasan ini sampai pada suatu hari sebuah kendaraan dengan kecepatan tinggi menabraknya tepat di tempat ini. Thomas langsung meninggal di tempat. Anak malang itu adalah cucu kesayangan wanita lansia yang selalu Anda lihat setiap hari pada waktu yang sama. Pada suatu hari, saya lewat di tempat ini dan melihat wanita tua itu duduk di sini sambil memperhatikan sepeda putih ini. Saya duduk di sampingnya. Ia menceritakan peristiwa seperti yang saya sampaikan tadi. Ia mengatakan, setiap hari selalu datang ke tampat ini, mengawasi cucunya main sepeda selama satu jam. Tetapi pada hari naas itu, sang nenek pulang ke rumahnya sebentar untuk satu keperluan. Ketika masih berada di rumah, ia mendengar suara kendaraan menabrak sesuatu. Ketika keluar, betapa hancur hatinya karena ternyata kendaraan tersebut menabrak cucunya yang tengah main sepeda. Ia merasa menyesal mengapa meninggalkan cucunya main sendirian. Itulah sebabnya, sejak kematian cucunya, wanita tua itu selalu berada di tempat ini pada waktu yang sama, yaitu waktu saat peristiwa tragis itu terjadi. Setiap kali saya lewat di mukanya, kami selalu bertegur sapa dan berbincang sebentar sampai kemudian saya tidak melihatnya lagi. Saya bertanya kepada penduduk kawasan tempat dia tinggal, ternyata wanita tua itu sudah meninggal dunia. Mendengar hal itu saya menjadi sangat sedih. Sejak itu saya mulai duduk di atas bangku ini, pada jam yang sama sambil memandang sepeda putih ini. Saya ingin merasakan bagaimana wanita tua itu mengawasi Thomas main sepeda di sini selama satu jam, kemudian kembali ke rumah".

"Tetapi wanita tua itu kan sudah meninggal dunia, mengapa Bapak bersusah payah melakukan hal ini?".

Sambil tersenyum lelaki lansia itu berkata,

"Siapa tahu Thomas itu tiba-tiba datang untuk bermain dan saya akan menjaganya, menggantikan neneknya".

Mendengar penjelasan lelaki lansia itu saya sangat heran, tetapi setelah direnungkan secara dalam, ternyata itu adalah ungkapan kemanusiaan, ungkapan rasa kasih sayang dan simpati kepada orang lain. Lelaki lansia ini bukan siapa-siapanya wanita tua itu, tetapi masing-masing memiliki perasaan yang sama terhadap Thomas.

Di Palestina, ribuan Thomas meregang nyawakarena kebiadaban kaum penjajah Israel. Mungkin karena seringnya peristiwapembantaian anak-anak, sudah tidak ada lagi waktu untuk menyesali sikap sepertiyang dirasakan neneknya Thomas. Jika air mata penduduk Palestina sudah kering,lalu mengapa banyak di antara kita yang masih merasa hidup tenang menyaksikananak-anak tak berdosa bergelimpangan meregang nyawa. Cukup menjadi seorangmanusia untuk bersimpati terhadap penderitaan mereka.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang