15

2.7K 199 9
                                    

Alea menyusuri lorong sekolah menuju ruang guru. Ia mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam. Gadis itu menghampiri seorang wanita yang tengah berkutat pada tumpukan kertas ulangan.

"Permisi, Bu."

Wanita tiga puluh tahunan itu mendongak, tak urung tersenyum lembut setelah melihat Alea. "Ada apa, Le?"

"Apa saya mengganggu waktu, Ibu?" tanya Alea ragu takut mengganggu waktu Bu Novi.

Bu Novi menggeleng kecil. "Ada apa? Katakan saja."

"Maaf, Bu dengan berat hati saya harus mengatakan, bahwa saya harus mengundurkan diri dari olimpiade geografi."

Wali kelas 11 IPS 2 sekaligus guru mata pelajaran geografi itu membelalakkan mata. Terkejut? tentu saja! Pasalnya satu minggu lagi olimpiade itu diselenggarakan dan dengan tiba-tiba pula Alea mengatakan akan mengundurkan diri.

"Jangan bercanda Alea!" peringatnya.

Alea menunduk dalam, merasa tak enak hati. "Maaf, Bu," gumamnya lirih. Ini pun keputusan yang begitu berat bagi Alea. Mimpinya ada di sini, tapi keputusan orang tuanya tak mungkin ia tentang.

"Kenapa?" Bu Novi kembali bertanya untuk mendapatkan alasan Alea mengambil keputusan yang begitu besar.

"Saya dan Aliya akan izin sekolah di hari itu. Oleh karenanya, saya mengatakan sedari kini agar sekolah bisa mencari pengganti untuk saya."

"Bagaimana mungkin, Alea? Olimpiade itu sudah di depan mata. Bahkan jika sekolah mencari pengganti, tak akan ada yang bisa menandingi dirimu."

Alea mendongak untuk menatap Bu Novi. Terlihat raut kecewa tergambar dari raut wajahnya. Alea benar-benar berada diambang keraguan, ia juga merasa bersalah pada wanita di hadapannya.

Bu Novi telah berusaha keras untuk membimbingnya selama ini demi mempersiapkan diri lebih baik. Juga, bisa saja nama Bu Novi tercoreng karena anak didiknya mengundurkan diri begitu saja di saat mendekati hari-H.

"Apa ini benar-benar keputusan kamu, Le?"

Alea bisa saja mengiyakan, tapi entah mengapa satu kata itu terasa berat untuk keluar dari kerongkongannya.

"Apa ada yang mendesakmu untuk melakukan ini?" Bu Novi kembali bertanya melihat keterdiaman Alea.

Wanita itu menepuk pundak Alea agar gadis itu mau menjadi lebih terbuka. Namun, justru hal itu membuat Alea semakin dilanda rasa bersalah yang begitu mendalam.

Matanya berkaca-kaca, ini jelas bukan keinginan dari lubuk hatinya.

"Biar ibu bicara pada orang tuamu."

Alea menggeleng cepat, air matanya meluruh jatuh. Alea mengambil tangan Bu Novi yang masih bersandar pada pundaknya, kemudian menggenggamnya erat. "Jangan, Bu! Saya mohon," pinta Alea dengan sungguh.

Alea tak ingin ada perdebatan lagi. Alea tak ingin melibatkan orang lain pada masalahnya sendiri. Ia ingin menutupi erat pada dunia. Ia rela melepaskan cita-cita yang hampir berada dalam genggamannya. Bagi Alea, keluarga adalah segalanya.

"Apa pun konsekuensinya saya akan menerimanya dengan lapang dada, Bu. Tolong, maafkan saya."

***

Happy 200 viewers, semoga bisa jadi 200k, 200 m. Aamiin

/Plak, halu mode on.

Thanks banget yang masih mau baca wkwk

Alea: [Please, look at me]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang