Yes, I love reading! (Mathilda)
Review singkat--YANG SEDIKIT SPOILER--tentang buku yang sudah aku baca.
Dipublikasikan untuk memenuhi tugas review dari RAWS
#Reviewtothebone
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sumber gambar: carousell
Bliss mengisahkan tentang sekumpulan anak yang bertualang di dunia sihir (makanan). Bermula dari Rose yang menyaksikan Mamanya meracik adonan roti dengan halilintar. Ia pun semakin yakin kalau keluarganya membuka usaha Toko Roti Bliss dengan menggunakan sihir.
Rahasianya ada pada buku resep Bliss Cookery Books yang terjaga ketat di ruang pendingin. Hanya saja kedua orangtuanya tidak pernah mengizinkan Rose terlibat. Padahal di antara saudara-saudara yang lain, hanya Rose yang mengetahui dan dipercaya menjaga rahasia itu. Meski ia dilarang untuk terlibat dalam hal apa pun dengan buku itu.
Hingga pada suatu hari, Rose melanggar larangan itu. Bersama kakaknya, Ty, Rose bereksperimen membuat Muffin Asmara dan Cookie Kebenaran dari buku resep ajaib itu. Dan sejak itu, peristiwa-peristiwa baru menghampiri mereka.
Buku fantasi yang unik dan lucu ini dibuka dengan prolog yang keren dan membuat penasaran. Ringan dan melawak. Saya pikir ini kisah yang sangat serius seperti buku fantasi sebelum-sebelumnya yang sudah saya baca. Tapi rupanya cukup santai. Bahkan Kathryn—penulis— menyajikan semua tokoh, termasuk tokoh antagonisnya sebagai sosok yang menarik.
Bahkan saya diperkenalkan pada salah satu tokoh pembantu; Mrs. Havegood, tetangga keluarga Bliss yang suka berbohong tapi tidak bisa konsisten dengan kebohongannya. Dia hanya muncul di Bab 7, tapi tingkahnya sangat saya ingat dan tidak menyangka Mrs. Havegood memengaruhi jalan cerita.
Setelah mengecek, rupanya buku ini adalah buku pertama dari Trilogy keluarga Bliss. Dan saya ingin membaca buku kedua dan ketiganya. Karena sudah jatuh cinta sama yang pertama. Dan pasti lebih seru. Karena di buku ini, rasanya masih permulaan saja. Meskipun ada banyak masalah, bagi saya permasalahan utama di Novel ini lebih ke psikologis remaja. Tidak ada tokoh yang di anak-tirikan. Semua tokoh saling memengaruhi dan mendukung keutuhan cerita. Mereka saling menyambung dan mengatur jalannya plot. Saya jadi banyak belajar dari buku ini soal bagaimana membuka paragraf pertama yang bagus, plot di setiap BAB yang berkesan sehingga pembaca tidak bisa lepas membaca dan selalu penasaran, dan juga soal deskripsi tempat, suasana dan tokoh. Penulis sangat memerhatikan kedetailan semua itu.
Selain itu, buku ini mewakili perasaan anak-anak. Semua itu terlihat dari keinginan dari masing-masing anak yang ingin diakui kemampuannya. Rose yang ingin diakui cantik, pandai dan anak yang bisa diandalkan, Ty yang memang tampan ingin dianggap sebagai kakak yang sempurna, Seigh yang menangis tersedu-sedu saat Rose menyatakan kalau Sage adalah orang paling tidak bertanggung jawab di keluarga Bliss. Dan si Kecil Leigh yang tidak ingin diam saja kalau ada hal menarik. Tentunya yang paling mencolok adalah perasaan Rose. Satu-satunya yang ia inginkan adalah keluarganya mau mengakui keberadaannya. Keinginan standar tiap anak gadis biasa diantara ketampanan dan kecantikan tiga saudaranya. Kentara sekali nilai-nilai kelurganya.
Dari awal hingga akhir buku ini sukses membawa saya terus bertanya-tanya siapa sebenarnya Bibi Lily, Albatross, dan sebagainya.
Pengetahuan saya perihal kosakata dapur dan makanan eropa juga bertambah. Tapi yang paling saya suka; saya bisa belajar bagaimana membuat semua tokoh punya peran penting dalam cerita, sekalipun ia hanya tokoh pendamping.
Terakhir yang bisa saya ungkapkan adalah, bahwa kecantikan selalu menipu. Seperti dalam percakapan Ty dan Albert;
“Tetapi dia sangat menyenangkan dan cantik!” protes Ty “Orang-orang yang paling mengerikan selalu begitu.” sahutnya, “itulah pelajaran hidup, Nak.”
Untuk lebih tahu kisah ini silakan baca sendiri ya!
