Kesempatan

315 48 0
                                    

"Permainan pianomu sangat bagus," puji Adrienne saat mereka berada dalam perjalanan pulang.

Javier hanya membalasnya dengan seulas senyum tipis.

"Kau senang makan malam denganku?" tanya Javier kemudian.

"Mungkin," jawab Adrienne.

Javier menatap Adrienne selama sedetik dengan kening berkerut, membuat Adrienne tak kuasa menahan tawa. Untuk kali pertama, Adrienne tertawa untuk Javier.

Mereka berbincang tentang keusilan anak-anak panti asuhan diselingi tawa ringan hingga mobil Javier berhenti di pelataran parkir apartemen Adrienne.

"Terima kasih untuk makan malamnya. Aku senang bisa bertemu dengan anak-anak lagi," ucap Adrienne setelah mereka mencapai pintu apartemennya.

"Kau bisa membuktikan rasa terima kasihmu dengan menemaniku ke pesta ulang tahun adikku minggu depan," sahut Javier.

Adrienne mendesah, tetapi senyum manisnya tidak bisa disembunyikan.

"Asalkan kau bersedia untuk bermain piano setelahnya," balas Adrienne.

Javier membalas senyum Adrienne, lalu mengulurkan tangan. "Kita sepakat?"

Adrienne menjabat tangan Javier dan menjawab, "Sepakat."

Tiba-tiba Javier menarik Adrienne ke pelukannya. Tatapannya sangat intens, seolah berusaha menyingkap rahasia dalam hati Adrienne. Perlahan, kepalanya menunduk disertai seulas senyum, membuat Adrienne tanpa sadar memejamkan mata.

Namun, bibir Adrienne tak kunjung tersentuh. Setelah beberapa waktu berlalu, Adrienne merasakan napas hangat Javier di telinganya. Pria itu berbisik lembut.

"Ini bukan kencan, Adrienne Callandrie. Namun, aku akan senang menganggap acara kita selanjutnya sebagai kencan. Bersabarlah hingga minggu depan."

Tubuh Adrienne bergetar mendengar kalimat sarat akan janji itu. Meski enggan untuk mengakuinya, Adrienne merasa dirinya bisa pingsan saat ini juga jika Javier memutuskan untuk menciumnya. Astaga, Adrienne benar-benar bertingkah seperti gadis perawan yang baru mengenal lawan jenis! Dan, hanya Javier yang bisa melakukannya.

Javier menegakkan kembali tubuhnya. Tersenyum semakin lebar ketika melihat semburat merah mewarnai wajah cantik di hadapannya. Tampak amat menggemaskan hingga Javier nyaris kehilangan kendali dirinya. Ketertarikan di antara mereka terlalu kuat.

Javier melepaskan pelukannya, lalu membalikkan tubuh. Meninggalkan Adrienne yang berdiri terpaku di depan pintu.

***

"Apa kau berniat meledakkan pesta ulang tahun adikku?" tanya Javier.

Adrienne mengerjap bingung, lalu Javier menunjuk kotak berbungkus kertas kado magenta yang berada di tangan Adrienne. Kotak itu berukuran sangat besar, hampir menutupi wajah gadis itu.

Adrienne tertawa pelan. "Aku rasa tidak ada bom di dalamnya."

Javier segera mengambil alih kotak kado itu dan terpana ketika melihat Adrienne secara keseluruhan. Seperti biasa, gadis itu tampil sederhana dan cantik. Javier kehilangan kata untuk menggambarkan betapa memesona gadis di hadapannya yang malam ini bersedia menjadi pasangannya. Dan, mereka benar-benar berkencan.

Sepanjang perjalanan menuju tempat pesta berlangsung, Adrienne sibuk menanyakan peraturan yang berlaku dalam keluarga Keane. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keluarga Keane merupakan salah satu keluarga paling berpengaruh di dunia ekonomi. Keluarga Keane memiliki buku peraturan sendiri yang nyaris menjadi hukum tak terelakkan bagi setiap anggota yang nama belakangnya terdaftar sebagai Keane.

"Jadi, pesta ulang tahun adikmu ini tidak resmi?" tanya Adrienne bingung.

"Tidak." Javier menggeleng. "Keluarga Keane hanya merayakan ulang tahun dengan pesta di usia delapan belas tahun. Sisanya merupakan pesta tidak resmi, jika kau ingin menyebutnya begitu. Namun, menyelenggarakan pesta tidak termasuk pelanggaran, asalkan tidak terjadi masalah dan semacamnya."

"Lalu apa yang kau dapatkan di ulang tahunmu yang ke delapan belas? Selain pesta khas keluarga Keane, maksudku," tanya Adrienne lagi.

"Seharusnya aku mendapat saham, karena aku anak pertama. Namun, saat itu aku telah memutuskan untuk masuk Julliard dan menjadi pianis, sehingga Kakek murka. Jadi, aku tidak mendapat apa pun," jawab Javier ringan.

Adrienne mengerjap. "Kau tidak keberatan dengan hal itu?"

Senyum Javier terulas. "Tidak. Melakukan hal yang aku sukai merupakan suatu kebahagiaan. Aku bahkan tidak menyesal sama sekali."

Adrienne memiringkan kepalanya. "Apa saat ini kau menyesal, karena pada akhirnya harus tetap mengikuti peraturan keluargamu setelah semua kesuksesan yang kau raih?"

Javier menghentikan mobilnya di pintu utama hotel, kemudian turun dan membukakan pintu untuk Adrienne. Setelah meminta petugas untuk membawakan kotak hadiah, Javier dan Adrienne melangkah memasuki ballroom hotel.

Mereka melangkah dengan langkah yang beriringan, juga tangan yang bertaut. Setiap pasang mata menatap mereka dengan pandangan penuh tanya juga kekaguman—bahkan iri yang terlihat jelas—tetapi Javier dan Adrienne tetap hanya memperhatikan satu sama lain.

"Jika kau bertanya saat ini, maka jawabku adalah tidak. Aku tidak pernah menyesal, bahkan tidak untuk satu detik pun. Karena peraturan itu membawaku untuk mengenalmu, juga membuatku mampu menggenggam tangan gadis paling cantik yang pernah kutemui," bisik Javier tanpa ragu.

Adrienne mendongak menatap Javier, lalu memberikan senyumnya yang paling manis.

Tepat ketika Adrienne merasa bahwa malam ini adalah malam yang menyenangkan, masalah itu muncul di permukaan. Masalah yang sama sekali tidak Adrienne perkirakan. Masalah yang memaksa Adrienne untuk kembali membangun dinding pertahanannya.

"Menjauh dari kakakku, gadis jalang!"

Hanya berselang satu detik dari jeritan itu, tubuh Adrienne ditarik paksa hingga genggaman tangannya pada tangan Javier terlepas. Adrienne kehilangan keseimbangan sesaat, tetapi ia beruntung tidak jatuh terjerembap karenanya. Adrienne mendongak dan menemukan seorang gadis dengan wajah dipenuhi amarah menatapnya tajam.

Adrienne mengenal gadis itu. Tentu saja, karena gadis itu adalah gadis yang ia rusak hubungannya dengan pria yang Adrienne temui di bar.

"Demi Tuhan! Bagaimana mungkin kau datang ke pestaku? Bersama kakakku? Betapa memalukan dirimu!" Seru Hester berapi-api.

"Hester, hentikan. Apa yang terjadi?" tanya Javier tak mengerti.

Hester tetap menatap Adrienne dengan kebencian nyata, sementara bibirnya menjawab pertanyaan Javier.

"Ia adalah gadis yang bermesraan dengan Max, Javier. Ia yang menghancurkan hubunganku."

Adrienne berusaha mengendalikan ekspresinya. Mata-mata penasaran yang menyaksikan mulai berbisik dengan nada menghakimi. Tentu saja, karena kebanyakan tamu pesta itu adalah teman Hester. Lagi pula, Adrienne memang bersalah. Tak ada pembelaan untuknya dan sebutan yang Hester berikan benar adanya.

Seharusnya Adrienne bisa menata kembali ekspresinya, jika saja ia tidak melihat Javier. Adrienne merasa seperti ditampar keras-keras. Untuk kali pertama, Adrienne merasa sangat sakit. Bukan karena perkataan kasar yang terus dilontarkan Hester ataupun tatapan bermusuhan dari seluruh penghuni ballroom, tetapi karena Adrienne tahu ia akan kehilangan Javier.

Javier pasti membencinya.

Tanpa menunggu air matanya mengalir, Adrienne segera membalikkan tubuh dan berlari menjauh.

***

Song for Unbroken Soul (Unbroken #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang