Bacalah bab ini dengan keadaan mental yang mantap, karena bakal agak triggering
⚠️bullying, suicide ideation⚠️
-
"Lionel ... gue nggak bisa," ucap Adara memecahkan hening yang melingkupi mereka selama beberapa menit. "Gue nggak bisa lihat lo dan merasa biasa-biasa aja setelah tahu semua ini. Terlalu banyak masa lalu menyakitkan yang gue kaitkan sama nama lo. I am so sorry ..."
Gadis itu mulai terisak. Sebelah tangannya membungkam mulut, berusaha keras supaya suara tangisnya tidak menarik perhatian pengunjung yang lain.
Di hadapan Adara, hanya berjarak satu langkah, Lionel berdiri terdiam. Membeku. Adara terlihat sangat ringkih dan rapuh, satu-satunya yang Lionel inginkan adalah membawa gadis itu ke pelukannya. Menghiburnya. Melindunginya dari dunia yang kejam.
Tapi bagaimana bisa, ketika takdir menautkan Lionel dengan segala hal yang menggoreskan luka di hati Adara? Saat ini, Lionel bagai seonggok daging berbalut duri-duri tajam. Memeluk Adara akan sama dengan membunuh gadis itu perlahan-lahan.
Lionel memundurkan langkahnya.
Sepertinya, ia sudah sampai di penghujung harapan. Inilah akhir dari segala impian Lionel bisa bersama dengan gadis impian, kemudian mengukir cerita indah dengan kalimat happily ever after terpampang di halaman terakhir. Lagipula, bukankah Lionel sangat naif dan bodoh? Mana mungkin kehidupan nyata seindah dongeng.
Mana mungkin lelaki berengsek seperti dirinya bisa bersatu dengan gadis sesuci Adara.
Adara adalah kertas putih yang bersih tanpa noda, sementara Lionel bahkan tak lagi memiliki ruang kosong tempat segaris coretan dapat digoreskan. Adara benar. Dirinya sudah terlalu tidak tahu diri dengan berani meminta gadis itu menjadi kekasihnya.
Adara mengusap jejak-jejak air mata di wajah dengan lengan pakaiannya. Ia menatap Lionel dengan sorot yang tak bisa Lionel duga apa maksudnya. Sepertinya, gabungan dari perasaan kecewa, sedih, dan juga ... perpisahan.
Napas Lionel tercekat. Selain tidak mungkin menjadi sepasang kekasih, ternyata ia juga terlalu tidak pantas untuk sekadar menjalin pertemanan dengan Adara. Ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka.
Sedetik kemudian, Adara berbalik badan, lalu melangkah ke arah pintu keluar kafe.
Tanpa pernah menoleh ke belakang sama sekali.
-
Tanpa ponsel, Adara memilih sebuah taksi yang bisa ditemukannya di pinggir jalan tak jauh dari Kafe Gardenia. Adara hanya perlu menumpang taksi sampai stasiun terdekat dan berganti moda transportasi menjadi kereta. Gadis itu menghitung uang yang dia bawa. Seharusnya masih cukup.
Setelah taksi mulai berjalan membelah jalanan Jakarta, Adara menyandarkan punggungnya ke kursi penumpang. Ia menghela napas panjang, berusaha menenangkan napasnya yang masih berkejar-kejaran.
Namun, ketika Adara mencoba beristirahat dengan memejamkan mata, kenangan enam tahun lalu muncul ke permukaan dengan begitu nyata. Anehnya, kali ini Adara bagai melihat dirinya yang masih berusia sepuluh tahun dari kejauhan.
"Ra, ra, ra! Ra! Dipanggil, loh, kok nggak noleh?"
Adara kecil berhenti mencatat pelajaran di papan tulis untuk memutar badan menghadap ke suara-suara berisik di meja belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Teen FictionAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...