🍂 BONCHAPT 3: MISSING PIECE (2/2) 🍂

233 24 104
                                    

Chapter kali ini agak panjang karena ini adalah bonchapt terakhir, jadi bacanya pelan-pelan aja ya ;)

happy reading ><

Satu kali penolakan tidak membuat Min Ho menyerah semudah itu. Sepanjang hidupnya ia harus terus berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebuah penolakan dari Kang Dong Won tidak menyurutkan niat laki-laki Lee yang akan meminang putrinya. Dia memiliki tekad yang kuat. Kecewa tentu ada, Min Ho masih manusia biasa yang memiliki emosi.

Suara parau Yoo Jin yang terdengar dari seberang telepon berhasil mengembalikan tekadnya. Ketika gadis itu meminta bertemu dengan alasan ingin mengembalikan cincin tunangan mereka, Min Ho langsung menolak mentah-mentah permintaan Yoo Jin. Ia meyakinkan wanita yang sudah di penghujung usia 20 itu agar tetap sabar dan percaya padanya. Hanya dengan kepercayaan Yoo Jin ia bisa memperjuangkan hubungan mereka.

Seminggu setelah lamaran Min Ho yang ditolak, pemuda itu datang ke kediaman orang tua tunangannya pada tengah hari dengan berbuahkan sebuah plang yang bertuliskan 'Saya Lee Min Ho, berjanji akan selalu melindungi dan mencintai putri Bapak dan Ibu, Kang Yoo Jin dengan segenap hati saya.' Dengan sebuah hati kecil berwarna merah di akhir kalimat.

Min Ho tahu hal tersebut tidak akan membuatnya diterima, tapi ini hanya sebagai percobaan. Apakah Dong Won akan marah besar dan mengusirnya atau mendiamkannya. Minimal Min Ho tahu harus berbuat apa setelah ini jika ia berhasil mengetahui reaksi dari Dong Won dan Tae Yeon.

Untuk menarik perhatian kedua calon mertuanya, Min Ho memencet bel rumah kediaman mereka. Tidak lama kemudian, Tae Yeon membuka pintunya. Wanita tua itu sempat terkejut mendapati kehadiran Min Ho.

"Siang, Tante," salam Min Ho.

"Siang, Min Ho. Ada apa, ya?" Tae Yeon berbasa-basi sejenak. Walau ia tahu tujuan Min Ho datang ke rumahnya.

"Izin pasang plang ini di depan rumah, Tante. Aku janji hari ini juga aku lepas. Paling ... setelah jam enam." Min Ho tersenyum lebar hingga sabit kembarnya tenggelam.

Tae Yeon tertawa kaku yang jelas sekali ia paksakan, "Y-ya ... silakan saja, Min Ho. Tapi, suamiku belum pulang, jadi ... agaknya percuma kalau kamu pasang dari sekarang. Mau masuk dulu?"

Min Ho dengan cepat menolak tawaran Tae Yeon. "Tidak perlu, Tante. Aku memang berniat memasang ini dari sekarang. Tante masuk saja, di luar panas sekali." Min Ho mengibaskan bajunya kepanasan.

"Baiklah ... senyaman kamu saja. Kalau butuh apa-apa, tante ada di dalam." Tae Yeon kemudian kembali menutup pintu.

Min Ho membuang napas lega. Kini saatnya ia melancarkan aksi unjuk rasanya, dengan dirinya sebagai anggota sekaligus ketuanya. Siapa tahu tetangga Dong Won dan Tae Yeon ada yang iba melihatnya, kemudian memutuskan ikut serta dalam aksi unjuk rasanya.

 Siapa tahu tetangga Dong Won dan Tae Yeon ada yang iba melihatnya, kemudian memutuskan ikut serta dalam aksi unjuk rasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 5 sore, mobil Hyundai Tucson berwarna hitam milik Dong Won tampak memasuki halaman rumah. Min Ho yang semula masih telentang di hamparan rumput rumah pria itu sontak terbangun. Senyum cerah mengembang di wajahnya.

Kamu akan menyukai ini

          

Min Ho menghampiri mobil pria paruh baya itu. Dia melambai melalui jendela. Dong Won sampai terheran-heran melihat aksi pemuda yang baru saja ia tolak beberapa hari yang lalu. Terutama plang yang dipasang Min Ho.

"Saya sudah menolakmu, kan?" Dong Won menurunkan kaca mobilnya.

"Sudah. Tapi tidak ada salahnya mencoba lagi, kan?" Min Ho tersenyum polos tanpa dosa.

Dong Won membuang napas panjang. Baru kali ini dia bertemu dengan pemuda segigih Min Ho. Belum pernah dia bertemu dengan seseorang yang masih berani meyakinkannya untuk menerima mereka — dalam hal apapun.

Dong Won tidak tahu saja serumit apa kisah hidup Min Ho hingga dia bisa sampai di titik itu. Penolakan-penolakan yang ia terima tidak seberapa menyakitkan. Penolakan paling menyakitkan sudah diberikan oleh ibunya sendiri yang membuang dirinya karena kepergian Yun Ho, ayahnya.

"Terserah, suka-suka kamu saja. Asal tidak menimbulkan kerusuhan di sini." Dong Won kembali menutup jendelanya. Memarkirkan mobil kesayangannya di garasi.

Baru saja Dong Won turun, Min Ho sudah memanggilnya. "Om!" teriak Min Ho. Dong Won hanya menaikkan sebelah alisnya sebagai respon.

"Cinta saya untuk Yoo Jin mungkin tidak sebesarnya cintanya untuk saya. Tapi saya berjanji akan selalu menyayangi dan melindunginya dengan segenap hati saya." Min Ho berseru lantang.

Dong Won tidak menjawab ucapan Min Ho. Pria itu melangkah masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Min Ho di halaman rumah, di bawah langit mendung.

Entah sejak kapan sang surya berubah menjadi pemalu dengan bersembunyi di balik gumpalan awan.

Min Ho mendongak, mengamati awan-awan tebal mulai berkumpul. Merubah langit biru menjadi kelabu. "Ya ... setidaknya sekarang tidak terlalu panas."

Min Ho kembali duduk di posisinya semula. Sesekali ia membetulkan plang yang ia bawa. Terkadang ia mendapati anak-anak kecil dari rumah sebelah mengintipinya dari balik jendela, menunjuknya sambil tertawa.

"Tertawalah selagi kalian bisa, jangan sampai aku yang tertawa melihat nasib kalian lebih buruk dariku," sinis Min Ho setengah bergumam.

Ketika tengah asyik memainkan rumput, Min Ho melihat sebuah mobil bermerek Kia Rio berwarna silver. Mobil itu tidak asing bagi Min Ho. Dia kenal dengan pemiliknya.

"O, siapa ini kalau bukan wajah kulkas," cela Yeo Sang. "Sedang apa kau? Mencoba meyakinkan ayah?"

"Iya. Jika kau tidak berniat membantu, masuk sana. Jangan ganggu!" Min Ho membalas sambil terus memainkan rumput — teman barunya.

"Bagaimana ayah mau menerimamu kalau kau sendiri malah memainkan rumput seperti orang stress."

"Kau sedang apa ke sini?" Min Ho mengalihkan topik pembicaraan.

"Memang ingin berkunjung saja, aku bosan main game seminggu ini. Mentang-mentang ada turnamen, aku jadi harus latihan setiap malam bersama tim."

Min Ho membulatkan mulutnya membentuk huruf 'o'.

"Yasudah, masuk sana! Sudah mau hujan. Jangan sampai mereka kira aku menahanmu di sini untuk hujan-hujanan bersama."

"Kau tidak mau ikut? Lanjut nanti saja acara demonya. Belum ada massa yang berinisiatif membantumu juga."

"Aku bisa sendiri. Aku tidak butuh massa. Aku hanya butuh diriku sendiri." Min Ho tetap pada pendiriannya.

Yeo Sang membuang napas pasrah. Min Ho tetaplah Min Ho, tidak ada yang bisa menyaingi sifat keras kepalanya. Bahkan Yoo Jin suka jengkel ketika Min Ho mulai  dablek saat dinasihati.

Phobia {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang