ツ|Chapter 13

116K 18.8K 1.9K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

"Perhatian, harap nama-nama yang disebut segera menuju ke kantor sekarang,"

Semua murid menghentikan kegiatan mereka, dengan wajah penuh harapan mereka berharap nama mereka yang akan disebut agar bisa bolos pelajaran.

"Axelleon Kastileo, Eros Avanest, Ghevan Naaska dan Valetta Lizhunt dari kelas XI IPA 3."

"Alaaa..." keluh beberapa murid kecewa.

"Saya ulangi lagi..."

Speaker kelas tetap berbunyi, Axel dan yang lainnya berdiri. Ibu Mella yang tengah mengajar pun mendongakkan kepalanya, "Ulangannya sudah selesai?"

"Sudah, Bu," jawab mereka berempat sembari mengumpulkan kertas masing-masing kepada Ibu Mella.

"Ya sudah, kalau begitu kalian boleh pergi, nanti jangan lupa tanya teman yang lain ada ketinggalan tugas apa aja."

"Iya, Bu... Permisi..."

Valetta melangkah keluar lebih cepat dari yang lain. Menghirup sebanyak-banyaknya udara segar agar otaknya kembali normal.

Sungguh. Walaupun Valetta sudah belajar matematika, tetap saja menghitungnya bikin pusing. Semoga saja ujian kali ini Valetta tidak remedial.

Memang Valetta punya banyak kelebihan, tapi tetap dia memiliki kekurangan juga. Valetta tidak begitu pandai dalam pendidikan selain seni dan olahraga.

Menghitung? Menghafal rumus? Semalaman Valetta belajar, bangun-bangun amnesia setengah. Mau dijelaskan seberapa panjang pun juga tetap Valetta tak paham.

Axel memperhatikan wajah Valetta yang seperti lelah. "Val, lo kenapa? Capek?"

"Iya, otak gue capek," jawab Valetta.

"Oh... Kenapa capek?"

"Capek mikir. Dah diam gih."

"Oke."

Eros dan Ghevan sama-sama tertawa hambar, "Sudah-sudah, ayo jangan bucin lagi, mari ke kantor guru."

"Siapa bucin? Enggak ada yang bucin," ujar Valetta dengan sorot mata tajam.

"Iya, gak ada, enggak ada yang bucin," macam kami buta gak lihat aksi khawatir Axel ke lo.

Mereka pun pergi menuju kantor guru. Di dalam, ada beberapa guru sedang melakukan kegiatan mereka masing-masing, ada juga yang sedang asik ngobrol.

Pak Yohan menoleh ke arah pintu dan segera beranjak dari kursinya, "Ayo ikut bapak ke ruang band."

Kini mereka berlima pergi ke ruang band, koridor sepi karena murid-murid lain sibuk belajar.

Sesampai di ruang band, Pak Yohan membuka gembok dan masuk ke dalam, "Duduk sini dulu, bapak mau ngomong."

Axel, Eros, Ghevan dan Valetta menuruti perkataan Pak Yohan. Dengan rapi mereka duduk di sofa.

Pak Yohan duduk di depan murid-muridnya. "Jadi, mulai hari ini kita bakal latihan untuk perlombaan di SMA Atlana, kita cuman punya waktu sebelas hari untuk latihan, bapak harap kita bisa menggunakan waktu itu semaksimal mungkin,"

"Bapak sudah izin pada guru-guru, kalian akan latihan setiap dua jam terakhir sebelum pulang sekolah, jadi ke depannya kunci akan Bapak kasih ke Eros, Bapak enggak bakal panggil lewat speaker lagi, kalian langsung datang ke sini aja mulai latihan,"

Kamu akan menyukai ini

          

"Dan untuk lagu, ada lagu yang mungkin mau kalian rekomendasi, kah?" tanya Pak Yohan.

"Kalau bisa lagu yang upbeat ya," tambah Pak Yohan.

"Saya ikut aja pak, terserah lagu apa," ujar Eros diangguki oleh Axel.

"Lagu Anime! Kaikai Kitan! Atau gak Gurenge atau gak Dramaturgy!?" seru Ghevan.

Valetta melirik Ghevan. "Saya tidak bisa bahasa Jepang, Pak. Saya juga enggak pandai menghafal lagu yang bahasanya asing di telinga saya."

"Ah bapak lupa sampaikan kalau bahasa yang dianjurkan adalah bahasa Indonesia atau Inggris, kalau bahasa lain nanti jurinya susah mau menilai pelafalan vokalis," jelas Pak Yohan.

"Oh..."

"Jadi bagaimana?" tanya Pak Yohan lagi.

Valetta, Eros dan Ghevan sama-sama mengangkat bahu mereka. Axel menunduk berpikir.

"Kenapa enggak lagunya Againts The Current aja, Pak?"

Eros dan Shavira kabur cepat meninggalkan sekolah setelah bel berbunyi. Sedangkan Ghevan dan Lexa cepat-cepat pergi ke lapangan basket, pura-pura sibuk.

Alhasil, Valetta kini berdiri di dekat motornya bersama Axel. Untuk yang keempat kalinya Valetta menghela napas panjang.

"Lo kenapa enggak bawa motor aja dah?"

"Takut nanti sebelum nyampe sekolah gue udah duluan masuk rumah sakit."

"Lo itu! Aish! Udahlah!" Valetta memakai helmnya dan naik ke motor, "Cepat naik!"

"Lo bonceng gue lagi?"

"Terus!?"

"Nanti kalau ketahuan sama paparazzi sekolah lagi kayak mana?"

"Ya biarin lah!"

"Lo gak malu?"

"Ngapain gue malu? Yang ada lo yang malu dibonceng sama cewek."

"Iya juga sih... Jadi biar gak malu, gue aja yang bonceng, ya?" usul Axel lagi.

"Gak. Cepat naik, gue hitung dari satu sampai tiga..."

"Satu..."

"Ti-"

"Duanya mana oi!" Buru-buru Axel naik motor, dibonceng Valetta.

"Dah, seperti biasa, jangan sentuh gue sedikitpun atau gue tinggal di jalan."

"Iya, Bos!"

Valetta menancap gas, kali ini Axel tidak hampir terjungkal ke belakang saat Valetta tiba-tiba ngebut, ia sudah duluan siap-siap.

Perjalanan ke rumah Axel lebih cepat dari sebelumnya karena Valetta sudah hafal jalan ke rumah Axel. Maklum, ini kali keempat Valetta ke rumah Axel.

Sesampai di rumah Axel, Valetta tak langsung pergi. Ia memperhatikan Axel dari atas hingga bawah.

"Lo. Mulai besok ke sekolah pakai motor."

"Hah?"

"Pagi, gue datang ke sini, ke sekolahnya kita bareng, naik motor masing-masing. Pulang nanti gue antar lagi. Udah, bye."

Indigo Tapi Penakut | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang