Semakin aku menjauh, semakin nyata saja dia di hadapanku. Aku hanya mencoba untuk tidak berada dalam hidupnya yang membuatku harus terus menjauh.
"Hujan masih air dia masih milik orang lain."suara itu membuatku menatap tajam ke arahnya. "Nggak semua harus lo jadikan bahan patah hati Ka. Sebagai sahabat lo yang baik gue punya saran agar lo-"
"Saran, lo sendiri aja nggak tegas sama perasaan lo."ucapku yang membuat dia mencekikku dengan lengannya. "Yah, lepasin."
"Gue saranin lo jangan kebanyakan gerak atau kepala lo bakalan putus."
"Lepasin"ujarku yang melintier satu lengannya dan membuat dia benar-benar kesakitan.
"Aaaa, sakit Ka. Tangan gue hampir patah."teriaknya yang membuatku dengan cepat melepasnya. "Gila lo, mau bunuh gue."
"Lo duluan yang mau bunuh gue."ujarku seperti bisa tidak mau di salahkan.
Dia hanya berdecak sebal.
"Lo harusnya menyatakan cinta lo dengan benar, mana ada menyatakan cinta kaya gitu."ujarku yang membuat dia menatapku. "Acha masa lalu lo kan, apa salahnya coba kalau lo suka sama orang lagi?"
"Kalau yang gue suka lo gimana?"
"Nggak ada orang suka to the point begitu, apalagi lo sama gue sahabatan. Nggak nyampek otak gue buat nerima itu semua."
"Iya juga sih, kalau gue suka sama lo dari awal gue nggak bakalan bilang sama lo ya. Gue juga takut kehilangan pasti."
"Nah itu lo tahu, lo sendiri pernah ngalamin. Ngapain lo ulang in."
"Tapi kasusnya beda, dia sahabat lo terus lo sahabat gue, dia juga kenal mantan gue yang notabennya ada sahabat lo juga dan gue sama dia-"
"Pusing gue sama penjelasan lo, intinya lo suka sama sahabat gue kan. Siapa?"
"Hah!"
"Hah?nggak usah berlagak kaget gitu. Siapa?"ujarku yang membuat dia hanya terus memutar bola matanya. "Yang di taman pagi itu."
"Hah?"
"Hah, hah, hah mulu lo. Gue tahu lo nggak lagi latihan drama, sekarang mau lo apa sama dia?"
"Dia berpikir gue suka sama-"
"Sama gue"ujarku yang membuat dia mengangguk. "Ok, gue bakalan bantuin lo."
"Bantuin gimana?kisah percintaan lo aja rumit."ujar Danu yang membuatku hanya menghela nafas dalam. "Sepertinya gue salah ngomong."
Dia melarikan diri sebelum aku mengeluarkan satu katapun untuknya. "Itu orang bener-bener ya."
**
Aku memutuskan untuk datang ke kafe dia menemui Boy, awalnya aku malas untuk ke sana. Karena ada urusan dengan Vina akhirnya aku terpaksa ke sana. Semoga saja dia tidak sedang dengan kekasihnya."Masuk kadang singa mbak."seketika aku terkejut ketika seseorang berbicara di belakangku. "Hai."
"Lo ngapain sih ngagetin gue."
"Habis ngalamun di depan pintu, nanti kesambet setan gedung ini baru tahu."ujarnya yang masuk kedalam dan aku hanya mengekornya.
"Mau tutup."tanyaku yang melihat tempat hampir semua di bersihkan.
"Nggak, cuma beberes aja. Iya mau tutup lah Kak."aku hanya mengangguk mengerti dan membuat dia menatapku penuh dengan tatapan menyelidik.
"Kenapa?"
"Ketusnya kakak nggak hilang-hilang ya."ujarnya yang masih asik dengan piring di depannya.
"Lo nggak mau lanjut kuliah."pertanyaan itu mungkin akan membuat dia mengalihkan pembicaraan.
"Nggak, aku suka hidup seperti ini. Bebas aku menentukan jalanku sendiri."
"Tumben sopan banget sama gue."ujarku yang membuat dia hanya menepuk jidat kesal. "Gue kesini mau tanya soal-"
"Kak Yudha, dia nggak datang katanya mau ketemu kak Danu."
"Gue nggak nanya Yudha, gue nanya soal pacar kakak lo."ujarku yang membuat dia menatapku tak percaya.
"Kak Vina punya pacar, ternyata cewek lemot kaya kakakku ada yang mau juga."
"Gue punya adik kaya lo, udah gue buang ke laut."ujarku yang membuat dia hanya nyengir tanpa dosa.
"Siapa yang mau di buang ke laut?"suara itu seketika membuatku membeku sesaat. Aku hanya menatapnya dan kemudian beralih melihat kearah Boy yang sedang asik dengan gelas di depannya.
"Gue pergi dulu, bye Boy"ujarku yang berusaha melarikan diri namun, Yudha malah tiba-tiba berdiri di depanku. "hsss, sial"
"Apa barusan lo mengumpat?"tanyanya padaku yang membuatku menatap dengan mata membulat sempurna. "Ah, lo mau pergi. Kenapa?karena ada dia ya."
"Kok gue."seketika aku benar-benar tidak bisa melarikan diri dari mereka. "Emang gue kenapa?"
"Emang lo nggak nyadar ya kalau anak orang lo kasih harapan habis itu lo tingg- aaa sakit Kania."ujarnya yang membuat Tama menatapku dengan tatapan tak percaya.
"Ada kecoa lewat tadi. Ya udah, gue injek aja."Ujarku yang membuat dia ingin menerkam ku. "Kak, bukannya lo janji mau ajak gue ke alun-alun kota. Kapan?"
"Kapan gue-"
"Sekarang aja yu kak, mumpung gue nggak lagi lembur."ujarku yang membuat dia makin menatapku intens.
"Baiklah, asal lo nggak ada janji aja sama orang."ujarnya yang melirik pintu depan. "Gue rasa, pacar lo udah nunggu dari tadi. Lo pasti-"
"Kevin?"
"Nggak usah kaget gitu, dia-"
"Gue pergi dulu kak."ujarku yang berlari keluar tanpa mendengar ocehannya.
Aku langsung menarik Kevin pergi dari sana, aku tidak perduli dengan beberapa pasang mata yang memperhatikan kami berdua. "Kamu kenapa ke sana?"
Pertanyaan itu seketika membuat dia menggerutkan dahinya tidak mengerti. "Aku mau beli kopi."
"Kak Yudha sialan."
"Kenapa?"
"Nggak papa, aku pikir kamu-"
"Kamu?"pertanyaan itu membuatku benar-benar membeku melihat Danu yang berdiri diantar kita berdua.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Kita (Kita Dan Waktu)
Teen Fictioncerita Kania "Jika Cinta, harusnya tidak membangun luka? Jika cinta, harusnya tidak membuat kecewa?itu sakit" "Kamu memang hadirkan bahagia, tetapi itu hanya penenang ketika kamu mulai meninggalkan." "Sesakit inikah mencintaimu dalam sepihak" "Sem...