7~Keinginan

1.3K 85 1
                                    

Happy Reading...


Ana dan Imam berjalan bersama dipinggir pantai, keduanya saling terdiam menikmati hembusan angin dan riuhnya suasana pantai. Sesekali Imam melempar senyum pada beberapa orang yang juga melempar senyum kearahnya.

Saat ini mereka tengah berdiri menghadap kearah pantai. Memandang beberapa anak kecil dan dewasa yang sedang bermain air didepan sana. Ana sesekali melirih pria tinggi disampingnya itu. Pria dewasa yang memakai celana jins hitam pendek dengan kaos berwarna putih yang dipadukan dengan kemeja yang tak dikancing, membuat aura tampan pria itu semakin terpancar.

Ana kembali melempar pandangannya ke depan. Ini kali pertama dia menikmati pantai ditemani oleh seorang pria. Jangankan pria, barang oleh wanita pun dia tak pernah ditemani.

"Ana." panggil Imam yang menghadap kearah Ana. Ana menengok kesamping pada Imam.

"Ada sesuatu yang ingin saya katakan." ucap Imam. Pria itu pun memberanikan diri menggenggam kedua tangan gadis yang bersamanya itu.

Ana menatap kedua tangannya yang ada dalam genggaman tanga besar itu, lalu menatap wajah Imam yang memandangnya dengan teduh.

"Saya tahu, ini mungkin mendadak bagi kita, tetapi saya juga yakin dengan perasaan saya terhadap kamu. Saya sungguh-sungguh ingin memintamu untuk membangun sebuah rumah yang bisa menjadi tempat kita kembali. Berbagi suka dan duka, juga berbagi kasih sayang." jeda Imam, ia menarik nafasnya dalam.

"Saya ingin mengajakmu menikmati sisa hidup kita dengan kebahagian dalam sebuah ikatan yang suci. Saya, ingin menjadi imam sesungguhnya untukmu, menjadikan mu ibu dari Kayla dan anak-anak kita kelak. Ana will you merry me?" lanjutnya menatap penuh keyakinan.

Ana yang mendengar hanya bisa menatap pria tinggi didepannya itu. Dia cukup terkejut sekaligus bingung dengan apa yang baru saja disampaikan oleh pria itu. Apa pria dewasa itu baru saja mengungkapkan keinginan untuk menikah dengannya? Atau dia yang salah mengartikan ucapan pria itu.

Ana menarik kedua tangannya dari genggaman Imam. Ia mundur beberapa langkah menjauh dari Imam, setelah otaknya berusaha menyadarkan dirinya.

"Pak Imam jangan bercanda." ucap Ana. Bagaimana pun dia wanita biasa, dia benar-benar tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini pertama kalinya juga dalam hidupnya.

Bayangkan juga, mereka baru saja mengenal beberapa minggu, dekat pun tidak. Keduanya juga belum saling mengetahui satu sama lain, dan pria itu tiba-tiba mengatakan hal yang lazimnya dilakukan oleh dua orang yang sudah saling mengerti dan memahami satu sama lain sejak lama.

Imam kembali meraih sebelah tangan Ana. Ia tersenyum manis pada gadis yang terlihat terkejut itu.

"Saya tahu, kamu pasti sangat terkejut mendengarnya. Tapi percayalah, saya tidak bercanda atau main-main dalam mengungkapkan niat dan keinginan saya ini." ujarnya.

Ana menarik nafasnya. Dia pun kembali melepas genggaman tangan Imam.

"Maaf Pak, tapi saya menolaknya." ujarnya tanpa pikir panjang lagi. Dia pun melangkah pergi, namun lagi, imam mencekal tangannya.

"Bisa jelaskan alasannya?" Imam menatap Ana. Mendengar itu, Ana pun membalik tubuhnya kembali.

"Kita belum saling mengenal, Pak. Anda belum mengenal saya, begitu pun saya. Saya tidak tahu apa Bapak seorang duda beranak satu? Atau justru Pak Imam seorang suami sekaligus ayah? Pikirkan baik-baik tentang itu, Pak." ujarnya menatap mata Imam. Mata yang selalu memancarkan keceriaan, kebahagiaan, dan senyum sejak pertama kali ia melihatnya.

"Aku tidak ingin kesan ku semakin buruk didepan semua orang yang melihatku." lanjutnya lirih.

Imam mengulas senyum.
"Mau ikut saya?" Ana mendongak menatap pria itu.

Ana LeolinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang