PART 21
HAPPY READING (๑♡⌓♡๑)
Setelah diantar pulang oleh Rio, Nindhi masuk kedalam rumahnya. Sebenarnya Nindhi sudah mengajak Rio untuk mampir, dan ia ingin Rio meminta ijin pada mamahnya. Karna mereka kan pacaran.
"Mah ... Siska pulang!"
Seperti biasa, Mamahnya selalu tak menjawab salamnya. Oh, salah. Maksud Nindhi, mamahnya menjawab tapi dengan suara pelan sehingga Nindhi tak dapat mendengarnya. Karna mamahnya sekarang pasti sedang memasak di dapur.
Setiap ditanya, kenapa mamahnya tak pernah menjawab salam darinya. Dengan santai mamahnya berkata, Kamu aja yang gak denger.
Nindhi tersenyum geli. Lebih baik, sekarang ia hampiri mamahnya dan melihat makanan lezat apa yang di masak mamah tercintanya.
Drrtt! Drrtt!
Tiba-tiba ponselnya bergetar, lalu Nindhi merogoh saku rok nya dan melihat siapa yang menelfonnya.
"Bunda Clara?" gumamnya pelan.
Nindhi segera mengangkat panggilannya dengan cepat, takut ada yang penting.
"Halo, Bunda, Assalamualaikum. Ada apa, Bun?"
"...."
"Hah? Bukannya dia udah pulang, ya?"
"...."
"Tadi Asa udah pulang, kok, Bun. Nindhi juga liat."
"...."
"Tadi, Asa ngeluh. Katanya kepala dia pusing. Em ... mungkin dia ke Rumah Sakit buat periksa." ujar nya hati-hati.
Rasya belum pulang? Bagaimana bisa. Jelas-jelas, tadi Nindhi melihatnya kalau mobil Rasya sudah berjalan keluar dari lingkungan sekolah.
Tiba-tiba panggilan terputus secara sepihak, Nindhi mengernyit bingung. Tidak! Nindhi tidak boleh berpikir yang bukan-bukan.
Ingin emastikan, Nindhi kembali ke sekolah untuk mengecek. Agar lebih aman, mungkin ia akan meminta bantuan Rio dan Bimo.
Sebelumnya Nindhi berpamitan dulu dengan mamah nya.
Sisi lain ...
Clara langsung lemas dan refleks punggungnya jatuh di sandaran ranjang. Fino melihat itu menjadi semakin khawatir.
"Clar, kamu kenapa? Gimana sama Rasya? Dia baik-baik aja, kan? Dia sama Nindhi, kan?"
"Mas ... kata Nindhi, Rasya gak sama dia. Kata nya Rasya udah pulang dari tadi, mas. Mas ... Aku takut Rasya kenapa-napa ...." Setitik air mulai jatuh dari pelupuk mata Clara.
Fino merangkul bahu istrinya, mengusapnya pelan untuk sedikit menenangkannya.
"Sabar dulu, ya. Kita cari Rasya," ujar Fino.
Clara mengangguk, "Terus Raka gimana?"
"Ya di ajak dong."
"Hm ... Yaudah ayo cepet, mas!" Clara langsung bangkit dari duduknya lalu bergegas keluar kamar.
"Eh—tunggu dong!"
🍳
Saat ini Nindhi, Rio, dan Bimo berada di depan gerbang sekolah. Gerbang itu sudah tertutup, jadi tidak mungkin jika Rasya masih di dalam sekolah.
"Gerbangnya udah di tutup anjir! Ya kali Rasya masih disini," celetuk Rio.
"Bener sih kata lo. Tapi kalo bukan sekolah, Rasya dimana, dong?" tanya Bimo.
Rio mengedikkan bahu.
"Kok perasaan gue gak enak, ya?" cemas Nindhi.
Demi apapapun, perasaan Nindhi sedari tadi sudah tidak enak. Pikirannya buyar. Ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Nindhi menggigit bibirnya cemas.
"Nin, jangan ngomong aneh-aneh!" cetus Bimo. Karna perasaan Bimo juga tidak enak, di tambah Nindhi berucap demikian. Jadi plus-plus khawatir nya.
"Yo! Bim! Ayo cari di tempat lain ...!" ujar Nindhi dengan suara yang sedikit bergetar.
"Iya-iya."
🍳
Rasya masuk ke mobilnya dan langsung menancap gas untuk segera pulang. Tapi, tunggu. Ia seperti melupakan sesuatu.
"Astaghfirullah! Gue lupa kabarin bunda. Kalo gue dimarahin gimana?"
Ceroboh sekali, bisa-bisanya ia melupakan hal itu. Seharusnya Rasya meminta ijin dulu pada bunda nya sebelum pergi seperti ini. Aduh, dia sangat bodoh.
"Telpon aja kali, ya. Atau chatt?"
Setelah memutuskan, akhirnya Rasya mengirim pesan ke bunda nya.
Bunda Cancik!🐼
Bunda, Rasya tadi pergi sebentar. Maaf, Rasya gak kabarin ke bunda dulu. Maaf, ya bundaaa ... Rasya janji deh gak kaya gini lagi. Hehehe, sayang bunda!
✓"Yah, ceklis satu."
Sedikit kecewa. Namun, mau bagaimana lagi. Positif thinking saja, dirinya tidak akan kena semprot.
Rasya segera melajukan mobilnya untuk pulang menuju rumahnya. Ia tak mau membuat Clara khawatir.
Dan besok, ia akan sangat sibuk, mungkin. Karna, Rasya ingin mencari tahu semua tentang Vania. Semua latar belakangnya dan identitas keluarganya.
Bukan maksud apa-apa. Rasya hanya ingin membantu gadis itu, kemarin dia tampak sedih dan seperti sedang banyak pikiran.
"Hm, besok tanya sama sama Roky aja deh. Atau sama kepala sekolah langsung?"
Saat sudah sampai depan gerbang, Rasya membuka gerbang rumahnya itu lalu memasukkan mobilnya ke dalam.
"Assalamualaikum ...."
Rasya celingukan.
"Kok sepi, sih?"
"Bunda! Papah! Raka!"