26. Losing direction

2.3K 349 76
                                    


hai i purple you 💜💜💜 direct purplenya ya
kalian vote keberapa?

Tenangkan diri kalian.
Sekali lagi aku ingetin ini bukan cerita sad ending karena ini bukan ending.

------

"Dad, tolong sebentar." Reina berbisik pelan agar anak yang berada dalam pangkuannya tak bangun setelah sulit ditidurkan.

Pukul dua dini hari bayinya merengek. Tak ingin tangis si bayi menjadi lebih kencang. Reina menghampiri box bayinya. Mengecek popok barangkali bayinya bangun sebab buang air.

Menjadi lebih sensitif saat telah menjadi ibu. Reina jadi lebih mudah  terbangun , mudah memahami keinginan anaknya dan segera itu pula Reina  memberikan apa yang anaknya cari. 

Seperti yang telah diajarkan ibunya Reina memangku sang buah hati yang baru berumur satu bulan. Menurunkan tali bahu gaun tidurnya dengan hati-hati mengarahkan ke bibir kecil yang juga cekatan menyambut agresif.

"Anak mommy haus?" bisiknya di tengah sunyi. Terharu setiap kali menyusu ada perasaan bahagia menyaksikan bibir kecil anaknya menghisap kuat dengan nafas tak beraturan, ditambah telunjuknya di genggam kuat. "Minum yang banyak sayang. Setelah itu biarkan mommy ikut mimpi sebentar dengan daddy."

Pandangan Reina beralih menatap Jung. Pria itu pulas memeluk gulingnya. Reina tebak Jung baru saja memejamkan mata. Dengkurannya cukup bising tapi Reina tak masalah. Tak sampai mengganggu tidurnya. Sebab dia megang tidur lebih dulu saat bayinya sulit tidur dan berakhir menemani ayahnya mengisi laporan.

"Oppa… bangun sebentar… Tolong ambilkan air." tenggorokannya mendadak kering. Persediaan air dinakas juga habis. 

Telunjuk Reina menusuk-nusuk pipi Jung sesekali menutup bibir tipis terbuka ketika tidur hingga Jung menggeliat karena terusik. "Apa sih ,mom?!" Jung menepis pelan tangan Rey.

"Anakmu sedang impus. Aku juga haus daddy." kali kni Reina mengguncang tubuh Jung dengan telunjuknya. Alat pijat plastik terdekat Reina pakai untuk memukul punggung sang suami.

Sedikit menggerutu Jung akhirnya bangkit. Matanya masih enggan terbuka , bibirnya maju saat membawakan termos kecil dan botol air serta cemilan yang  bisa dimakan kapan saja semua sudah disiapkan oleh pekerja rumah. 

"Dia masih belum selesai?"

Reina menggeleng , menatap mata bulat keturunan Jung. "Harusnya sudah kenyang. Lihat dia menangis kalau asinya di lepas." jelasnya. Meneguk air yang putih sampai habis.

"Kita menyukai hal yang sama." kata Jung berbicara pada si anak. Reina yang malu pun memukul dada Jung geram. 

Pria itu terkekeh serak , memposisikan tubuhnya ikut bersandar pada pundak Reina. Meletakkan dagunya disana. Memainkan pipi anaknya hingga bibirnya terlepas dan wajah bayi mungil itu memerah lalu kembali menangis kecil. 

"Oppa… jangan ganggu anaknya, nanti tidak mau tidur kalau dia dibuat kesal." eluhnya, sambil menyandarkan kepala di atas kepala Jung. 

Sementara Jung mengelus pipi bayi yang masih kemerahan dengan punggung telunjuknya. "Dia pendiam sepertimu. Ibuku bilang dulu saat aku masih bayi aku sulit tidur diatas jam sepuluh. Aku menangis sepanjang malam. Tapi dia tidak. Dia hanya ingin kau memeluknya lebih lama. Kalau dia bisa bicara sekarang. Aku yakin dia pasti akan mengatakan pelukanmu sangat nyaman dari pada kasurnya."

Mengurus bayi tiga bulan sebenarnya tidak sulit. Anak mereka memang lebih banyak tidur ketika kenyang dan segar setelah mandi. Tapi itu hanya berlaku siang hari. Saat malam anaknya lebih banyak terbangun. Dan seperti yang Jung katakan ada benarnya. Bayi mereka akan diam dan tenang saat dipeluk.

          

Reina bersyukur perjuangannya menghadirkan buah hati mereka dihadiahi bayi mungil berhidung mancung. Bulu mata lentik pada mata bulat tak kalah indah dari milik si ayah. Bibir tipis. Dan dahi yang luas. Tidak lupa Jung juga selalu berperan manakala dirinya mendadak mengalami baby blues.

Mata Reina sudah tidak dapat berkompromi. Lega sekali akhirnya sang anak telah kembali bermimpi. Setelah memindahkan sang anak kembali ke boxnya. Giliran Reina yang mencari kenyaman di samping sang suami. Menyandarkan kepala di lengan Jung sebagai bantalan. Tak lupa menghirup feromon dari keringat.

Tak menyia-nyiakan kesempatan. Sambil melingkarkan tangan di tubuh Jung. Reina mencari posisi nyamannya sendiri untuk tidur. Hidungnya ikut dia tempelkan tepat di ketiak lembab sang suami. 

"I miss you , mom." Gumaman dari Jung menjadi penghantar mimpi. 

Reina tersipu malu , memajukan wajahnya lalu berbisik. "I miss you more." balasnya seraya wajah Jung kian mendekat.

Tapi sepertinya malam itu tak berlangsung sesuai harapan setelah sebuah tepukan menyadarkan Jung dari lamunannya.

Jung mengerjap kaget melihat para kakaknya tersusun rapi berkumpul di hadapannya. Pria itu memijat pangkal hidungnya. 

"Kali ini kau melamuni apa lagi?" tegur Yungi. Kemudian pandangannya terarah ke sebuah video perempuan yang berlari di tepi pantai berputar di laptopnya. "Kau masih memikirkan gadis itu." 

Jung menelan ludahnya kasar. "Di wanitaku. Bukan gadis!" koreksi Jung. 

Yungi mengangguk skeptis. "Jadi kau hanya menghabiskan waktu untuk mengingat wanita malang itu?" 

"Tidak ada alasan untuk tidak memikirkan ibu dari anakku!" jawab Jung dingin. 

Pria itu menutup laptopnya kasar. Kemudian meneguk alkohol langsung dari bibir botol. 

Walaupun rumor yang Taekhyung bilang bahwa Reina kehilangan anaknya karena depresi , tapi Jung yakin anaknya masih ada. Meski Jung juga tahu bagaimana cerobohnya Reina.

"Bukan waktunya untuk berhalusinasi." tegas Yungi memberikan beberapa dokumen untuk sang adik. "Harusnya kau memikirkan nasib anak perusahaan yang masih tersisa. Hanya tinggal satu untuk kau bertahan, Jung. Kalau kau gagal , berarti kau memilih miskin." 

Jung mengepal keduanya tangannya menahan emosi. Jujur saja sejak Jung terkurung di penjara ucapan Yungi tak pernah enak di dengar. Sampai saat ini pun ketika ia dibebaskan dengan menjual seluruh aset yang ada. Yungi masih menyindir kesalahan-kesalahan yang Jung perbuat. 

Apalagi kalau Jung terang-terangan bilang kalau ia masih akan mencari keberadaan Reina dan anaknya. Yungi satu-satunya orang yang mematahkan niat Jung. 

Jung menghela nafas jengah kendati tepukan dipundaknya menyadarkan pikiran kalutnya. Jimin mengusap belakang kepala Jung membuat hatinya berdesir dan mata Jung ikut berkaca-kaca. 

"Yungi hyung benar. Setidaknya untuk membawa Reina kembali kau harus punya tempat tinggal lagi." 

"Bukankah lebih bagus kalau Reina menikmati hidupnya yang sekarang dengan tenang." 

"Hyung...!" Tegur Jimin. Pria itu memberi kode melalui matanya agar Yungi tidak mengungkit kembali hal yang telah berlalu. "Kesalahan fatal memang tidak dibenarkan. Tapi urusan hati tidak memiliki aturan. Jongkuk juga kesulitan , jadi berhenti menghakimi." 

"Ya maksudku. Sebagai orang yang lebih paham harusnya tau diri saja. Memangnya siapa yang mau kembali setelah di buat depresi sampai kehilangan anak sendiri karena—." ucapan Yungi terputus manakala isakan Jung terdengar.

Husband Baby and Lil WifeWhere stories live. Discover now