living together is hard (2)

75 8 3
                                    

bel berbunyi saat jihoon baru saja menyeret file pdf berisi tugasnya ke dalam kotak upload di situs mahasiswa. secara refleks dia melirik jam di ujung kanan bawah layar laptop dan segera menekan tombol 'submit' sambil mengutuk diri, "sialan, sialan, sialan."

jihoon sama sekali belum menyiapkan apapun untuk kedatangan tamu hari ini ketika info tugas mendadak datang padanya dua jam yang lalu.  jadi dia terpaksa merapikan diri seadanya  dan menelan semua rasa gugup sebelum membuka pintu apartemen.

seseorang berperawakan cukup tinggi dan berkulit putih bersih berdiri menunggu di depan pintu. ia mengenakan jeans dan kemeja oranye lembut yang dilipat masuk ke bawah celananya pada bagian depan.

jihoon tersenyum menyapa pemuda itu, berusaha terlihat sesantai mungkin. dia berpikir mungkin itu daniel, karena hanya daniel yang sudah membuat janji temu dengannya di jam ini, dan tidak ada orang lain yang bakalan datang bertamu begitu saja padanya di sabtu siang yang tenang begini.

tapi tetap saja, suara kecil di dalam benaknya memberitahu untuk tidak asal menyimpulkan. mungkin saja dia hanya orang yang mampir untuk bertanya arah, atau seseorang yang salah alamat, dan atau-atau lainnya.

akan sangat memalukan jika jihoon sudah menganggapnya daniel, tapi ternyata bukan.

"uh..." pria itu memulai karena jihoon sibuk dengan pikirannya sendiri selama beberapa detik.

"apa ini benar alamat park jihoon?"

jihoon melebarkan matanya dan mengangguk cepat, "apa kau... daniel?" tanyanya balik, terlihat biasa saja, meski suara kecil di kepalanya itu lagi-lagi menyahut, 'tentu saja dia daniel. bukankah sudah jelas? kenapa bertanya lagi? sekarang kau terdengar tolol dan akan memberi kesan pertama yang buruk'.

"benar, aku daniel," senyum pemuda itu lebar dan berseri-seri. ternyata dia punya sepasang gigi kelinci dan tahi lalat yang manis di bawah matanya yang menyipit saat tersenyum, "akhirnya, senang bertemu, jihoon. senang juga rasanya karena aku tidak tersesat di perjalanan pertama."

"ah," jihoon segera menyambut tangan daniel yang terulur padanya, meminta berjabat, "senang juga bertemu denganmu. eum... masuk?"

'bodoh, tidak perlu ada tanda tanya. kau memang harus mengundangnya masuk. tujuan kalian bertemu, kan, sudah jelas. gimana, sih.'

"oke, thanks."

daniel berjalan melewatinya dengan leluasa dan terus berjalan masuk setelah melepas sepatu. jihoon menutup pintu, merapikan sepatu daniel dengan hati-hati dan menyusul pria itu.

"lebih besar dan lebih bersih dari yang aku pikirkan," komentar daniel setelah menggumam takjub beberapa kali sambil melihat apa yang bisa dijangkau matanya dari tempatnya berdiri. dia menoleh pada jihoon saat sang tuan rumah berhenti sedikit di belakangnya, "apa kau membayar orang untuk membersihkan apartemen secara teratur?"

jihoon menggeleng dan tersenyum malu-malu, "tidak."

"jadi kau melakukannya sendiri? wait, apa aku sudah tidak sopan dengan pertanyaan tadi?"

jihoon kembali menggelengkan kepalanya dengan tergesa, "tidak, tidak. eum..." jihoon melihat meja di ruang tengah masih penuh oleh laptop dan buku-buku, dan bergegas merapikannya, "biar kurapikan ini sebentar supaya kita bisa duduk dengan nyaman."

daniel hanya bergumam tanpa benar-benar memperhatikan, lantas menaruh ranselnya di atas sofa begitu saja, "apa aku boleh... apa namanya—looking around? berkeliling?" katanya ringan dengan mata berkilat antusias.

jihoon yang baru saja berlutut di dekat meja mendongak pada tamunya dengan tangan yang mulai sibuk mengumpulkan semua benda di sana untuk dipindahkan ke tempat lain, "ng, tentu saja."

"aku benar-benar terkesan dengan kerapihanmu. i guess kau sudah sangat terbiasa tinggal sendiri?" suara daniel terdengar dari arah laundry saat jihoon kembali dari kamarnya setelah menaruh laptop dan buku-buku tadi.

jihoon terkekeh pendek dan menunggu daniel di depan pintu kamar, merasa gugup walaupun sama sekali tidak tampak dari raut wajahnya, "bisa dibilang begitu."

'apa aku sebaiknya menyiapkan minuman untuknya sekarang? selagi dia sibuk berkeliling sendiri? tunggu, apa yang sesuai dengan seleranya? apakah jus biasa tidak masalah? atau kopi? atau dia hanya suka air mineral? atau haruskah kita menunggunya kembali ke sini sambil menjawab semua pertanyaannya?'

terdengar suara pintu bergeser, dan jihoon bisa melihat bayangan jangkung daniel berdiri di balkon.

"pemandangannya juga tidak buruk," kata daniel dengan nada terkesan yang sama, "ah, kau menjemur pakaian di sini."

"ya," sahut jihoon, yang sedetik kemudian merasa seluruh wajahnya memanas karena baru menyadari sepasang baju dan celana dalam yang dia jemur tadi pagi sekarang sudah dilihat oleh tamunya yang terhormat.

'benar-benar bukan kesan yang baik.'

"ini memang spot yang paling kaya cahaya matahari. kau benar dengan memanfaatkannya untuk menjemur atau menempatkan tanaman."

"ya, biasanya aku juga bersantai di sana saat pagi atau malam hari."

"benar, kelihatannya nyaman sekali."

tubuh jihoon menegak, entah kenapa merasa bangga karena sudah membuat daniel setuju dengannya.

"apa kau merokok?" tanya daniel setelah kembali menghampiri jihoon tanpa menutup kembali pintu balkon.

"tidak."

"oh, well, memang kelihatannya begitu, sih. sayang sekali."

'apa dia ingin aku merokok? apa dia lebih nyaman ada di sekitar orang yang merokok? bagaimana ini? apa aku harus belajar merokok?'

"apa ini kamarmu?" pertanyaan daniel selanjutnya membuat jihoon berusaha fokus lagi. tangan daniel menunjuk ke arah pintu kamar di belakang jihoon yang mengangguk kecil.

"kamarmu di sana," tambah jihoon sembari menunjuk pintu ruangan lain di seberang mereka dengan gesture sopan.

tanpa banyak bicara, daniel melesat ke arah yang dimaksud dan kali ini jihoon mengikutinya, merasa harus melihat ekspresinya dari dekat.

"wow, ini di luar dugaanku," begitu komentar daniel setelah menghabiskan hanya beberapa detik untuk mengamati seisi kamar sambil berdiri di tengah ruangan. dia bahkan tidak berkomentar soal letak kasur lantai ataupun letak lemarinya, apalagi hiasan yang sangat minim di dindingnya (bahkan dia sepertinya tidak mengamati itu). dan tentu, dia tidak tampak ingin membandingkan kamar ini dengan kamar jihoon sama sekali.

dada jihoon terasa sedikit lebih lapang ketika daniel kemudian tersenyum padanya, "great."

tapi tetap saja, suara kecil di kepala jihoon selalu menghalanginya untuk benar-benar lepas dari rasa khawatir.

'mungkin daniel hanya memalsukan senyumnya, mungkin dia sebenarnya tidak suka dengan kasurnya.'

"eum, kita bisa membeli ranjang kalau kau mau."

"tidak, tidak usah. ini sudah lebih dari cukup, aku lebih suka seperti ini. bagaimana kau tahu aku lebih suka seperti ini?"

"ah... haha... haha."

'tapi bagaimana soal rokok tadi?'

The Flowers [Anthology]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang