- 3 -

755 148 16
                                    

Ruben dan Adel hereee...

Jangan lupa vote dan comment yang buanyaakkk untuk mendukung kapal karam ini yaa ♥️

❣❣❣❣❣

Setelah membuat keributan di coffee shop yang menjadi tempat reuni karena mencari pria super tampan yang menuliskan surat untuk mereka, dua orang yang duduk berdampingan di dalam sebuah sedan itu menghela napas panjang secara bersamaan.

Ruben dan Adeline sama-sama tenggelam dalam semua jawaban yang mereka dengar dari semua pegawai sekaligus wanita cantik pemilik Coffee Shop tersebut.

"Di coffee shop ini nggak ada Barista yang namanya Eros, Mbak, Mas."

"Cangkir warna hijau bermotif emas? Nggak ada. Semua cangkir di tempat ini cuma ada warna putih, hitam dan cokelat. Nggak ada yang warna hijau apalagi bermotif emas."

"Cangkir Pusaka?" Mereka juga ditertawakan.

"Mbak dan Mas, di tempat ini nggak ada yang kayak gitu."

Saat kepanikan Adeline mulai mengundang decak penasaran dari beberapa teman lama, Ruben memutuskan mengajak Adel keluar dari coffee shop bernama Elysian tersebut.

Karena tidak membawa kendaraan sendiri, Ruben terpaksa meminjam mobil milik sang Sahabat yang sedang mengenang ke-populerannya di masa-masa sekolah.

Sementara dia masih meraba-raba apa yang sedang terjadi dengan dirinya dan Adel. Benarkah jiwanya akan terjebak di tubuh wanita di sampingnya ini?

"Ben,"

"Tenang De! Lo harus tenang! Jangan percaya dan menganggap kalau apa yang kita dengar tadi nyata."

"Tapi kayaknya elo yang kelihatan lebih gak tenang." Adel tersenyum getir.

Ruben kembali menghela napas panjang. "Honestly, gue memang sedikit takut."

"Sama..." Adel ikut menarik napas dalam supaya rasa takut dalam dadanya sedikit berkurang.

"Gue masih gak percaya kalau apa yang kita lihat tadi bukan manusia. Mana ada sih hantu se-ganteng itu?"

"Ck," Ruben berdecak sebal. "Bisa-bisanya lo masih mikirin visual di saat kayak gini."

"Gue membicarakan fakta. Apa cuma gue yang ngeliat laki-laki tadi berwujud super tampan?"

"Enggak." Ruben menggeleng tipis. "Gue juga lihat."

"Tuh kan!" Adel berseru puas. Namun pada detik selanjutnya, helaan napas kembali terdengar.

"Tapi gue tetep gak mau kita bertukar jiwa. Gue gak mau semuanya berantakan, Ben."

"Gak akan ada yang berantakan." Ruben menghidupkan mesin mobil. "Sekarang bilang ke gue, di mana alamat rumah lo."

Adel menghembuskan napas gusar lewat mulut, sebelum menyebutkan alamat rumahnya. "Gue tinggal di Diamond."

"Lo masih tinggal sama orangtua, De?"

"Masih." Adel mengangguk lemas. "Emangnya lo udah tinggal sendiri?"

"Iya." Ruben mengangguk dengan senyuman bangga. "Apa lo mau tinggal sama gue aja?"

"Brengsek lo!" bentak Adel sebelum memalingkan wajah menatap ke luar jendela.

"Hahahaha!" Ruben membalas dengan tawa renyah.

Sebisa mungkin dia tidak mau bersikap panik apalagi sampai percaya dan terpengaruh pada dongeng soal kutukan cangkir yang diceritakan oleh pria bernama Eros tadi.

A Cup Of LoveeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang