"Sialan, siapa yang berani-beraninya menyebarkan berita ini." Geram Donghae saat melihat sebuah berita yang masih hangat-hangat nya di perbincangkan di kalangan pembisnis dan juga masyarakat luas di Seoul.
Berita tentang putra dan cucunya berada dimana-mana. Dan ada yang lebih membuat Donghae geram, yaitu kehadiran Haechan di setiap beritanya.
"Mark, ya siapa lagi memangnya musuh ku selain Mark dan Jaehyun." Gumam Donghae. "Mereka berdua akan merasakan akibatnya, lihat saja nanti." Akhirnya Donghae beranjak untuk mengambil ponsel miliknya dan menghubungi Kun dan Hendery.
Sebelum karyawan nya masuk dan memberitahu kan bahwa ada seseorang yang bertemu dengan nya. "Maaf Sajangnim ada tamu yang ingin bertemu dengan anda."
"Katakan jika aku sibuk."
"Aku hanya sebentar tuan Lee." suara itu membuat Donghae mengalihkan tatapannya kearah pintu dan menemukan Mark Lee yang berdiri disana dengan begitu sopannya.
Sedangkan Donghae menggeram tertahan, sepertinya Mark sedang menyerahkan nyawanya secara percuma. "Kau, kembalilah bekerja dan biarkan dia masuk."
"Baik sajangnim."
Setelah karyawan itu pergi Donghae langsung saja mengunci ruangannya dan menatap Mark sinis. Jika tidak sedang dikantor maka akan Donghae pastikan Mark mati di tangannya sekarang juga. "Untuk apa kau datang kesini?."
"Menanyakan kabarmu." Jawab Mark, bahkan dengan tidak sopannya Mark duduk di sofa milik Donghae tanpa di perintah sekalipun.
"Brengsek, apa yang kau inginkan Mark."
"Tetap sama." Mark menghampiri Donghae dan berdiri didepan nya dengan kedua tangan yang di masukan kedalam saku celananya. "Menyerah lah dan segera serahkan dirimu ke kantor polisi." Lanjut Mark.
"Ck. Kau pikir aku bodoh, Mark." Donghae mendecih tidak suka.
"Tuan Lee apakah kau tau jika apa yang kau lakukan itu telah menyiksa putramu sendiri."
"Apa peduli mu, Mark. Bukankah ini yang kau inginkan, kehancuran keluargaku."
"Aku tidak akan melakukannya jika kau mau menyerahkan dirimu ke kantor polisi, berhenti bersembunyi di balik kekayaan mu tuan Lee. Karena bagaimana pun kau tetap bersalah." Sarkas Mark dengan tatapan semakin menajam, sulit sekali memang memberitahu seseorang yang sudah sangat menggilai kehormatan seperti Donghae. Ucapan mu akan terasa sia-sia.
"Apa yang kau maksud, hah. Kesalahan apa yang kau maksud?, kau dan kakak mu lah yang memulai semuanya." Bantahnya dengan berusaha membela diri.
"Jangan pura-pura tidak mengerti, tuan Lee."
"Kau lucu, datang kekantor seseorang tanpa di undang, dan sekarang menuduh ku hal yang mustahil."
Mark pun memundurkan langkahnya dan membuka gorden diruangan milik Donghae, hingga jalanan kota Seoul yang padat pun terlihat. "Kau pikir aku tidak tau kelakuan mu di masa lalu."
"Bagaimana dengan Haechan?." Tanya Mark dengan mengangkat alisnya.
Donghae kembali menatapnya dengan tidak kalah tajamnya, bibirnya terlihat menipis. "Kau."
"Aku penasaran, bagaimana reaksi Jeno saat mengetahui fakta jika ayahnya telah melakukan dua kesalahan besar dalam hidupnya." Tutur Mark dengan menyeringai.
"Pertama, kau mengusir Haechan saat dia ingin bertemu dengan Jeno, saat dia berusaha untuk meminta pertanggungjawaban dari putramu, dan kau dengan kejam nya malah mengusir Haechan bahkan memakinya. Kedua kau meminta ku untuk merebut Yura dari Jeno, dan setelahnya kau menjadikan ku bahan gunjingan orang-orang. Ayah macam apa kau ini tuan Lee." lanjut Mark tanpa memberi kesempatan pada Donghae untuk berbicara.
Mark benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikir nya Donghae. Dimana dia dijadikan sebuah umpan untuk memisahkan Jeno dari Yura.
Alasan Donghae melakukan nya adalah karena Yura memiliki penyakit dan di prediksi tidak akan pernah bisa memiliki seorang keturunan, jadi untuk itu dengan kejamnya Donghae memisahkan Jeno dari Yura dengan bantuan Mark. Namun sayangnya Mark malah dijadikan sebuah gunjingan, yang akhirnya dia mendapatkan tuduhan-tuduhan tidak mengenakan.
Perubahan mulai terlihat dari Mark saat Donghae menikmati hidupnya dengan baik sementara dia harus dibenci banyak orang. Untuk itu Mark memutuskan untuk tidak membiarkan keturunan Lee tetap hidup. "Bahkan Yura seharusnya masih hidup, jika kau tidak meracuninya dan membunuh nya saat itu."
Donghae membolak kan matanya, tangannya terlihat terkepal dengan suara geraman yang tertahan.
"Tuan Lee kau tidak perlu takut dan terkejut dengan apa yang aku katakan, karena serapi apapun kau menyembunyikan kesalahan mu maka cepat atau lambat semuanya akan tau betapa tidak terhormat nya seorang tuan Lee Donghae."
"Mark, keluar dari ruangan ku sekarang juga!." Teriak Donghae.
"Lihat dan saksikan lah tuan, kau akan merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan satu persatu orang-orang yang kau sayangi." Katanya. "Dan satu lagi, jika Jisung mengetahui hal ini maka kau akan hancur di tangan cucumu sendiri."setelah mengatakan nya Mark berniat untuk keluar dari ruangan Donghae dengan, sebelum teriakan Donghae menghentikan langkah nya.
"Kau juga akan hancur jika kau lupa." Jawabnya.
"Tidak masalah, karena setidaknya dendam ku padamu terbalaskan." Mark melenggang pergi dengan perasaan puas, meninggalkan Donghae yang terlihat menahan amarah dan emosi secara bersamaan.
Donghae segera menghubungi seseorang. "Ubah rencana kita, urus Jung terlebih dahulu."
"Baik tuan." Suara sambungan pun terputus secara sepihak.
.
.
.
.
"Mommy apa yang sedang kau lakukan? Cepat turunlah." Teriak Jisung saat melihat ibunya berada di atas genteng, entah apa yang sedang dilakukan oleh ibu-ibu satu itu.
"Tunggu sebentar, genteng nya ada yang bergeser kalau hujan rumah kita akan kebanjiran." Teriak Haechan tanpa menoleh ke arah putranya.
Jisung mendengarkan sang ibu tetapi tidak berusaha untuk menjawabnya, yang Jisung lakukan hanya tetap berdiri ditempat nya dia takut jika ibunya nanti jatuh, jadi dengan siap siaga dia akan menahan ibunya dari bawah, meskipun berat badan ibunya tidak bisa disepelekan. Tetapi Jisung kuat.
"Kenapa kau berdiri disini?." Tiba-tiba saja Jeno datang dan menepuk bahu Jisung.
"Lihatlah keatas." Jawab Jisung.
Jeno pun menyipitkan matanya, putranya menyuruh Jeno untuk melihat keatas, memangnya apa yang ada diatas. Dan saat melihat keatas betapa terkejutnya Jeno saat melihat punggung Haechan. "Haechan apa yang kau lakukan, turunlah kau bisa saja terjatuh." Teriak Jeno dengan khawatir. Memangnya wanita mana yang akan melakukannya hal seperti Haechan.
Karena terkejut saat mendengar suara Jeno, Haechan pun terjatuh karena tidak berhati-hati dan melihat keadaan. Haechan pun menjerit dengan begitu kerasnya, dia berpikir pasti setelah ini dia akan merasakan sakit dipunggung nya.
"Mommy/Haechan." Teriak Jeno dan Jisung secara bersamaan.
Namun beruntunglah Haechan karena Jeno dapat menangkap nya. Dengan erat Haechan mengalungkan lengannya di leher Jeno, matanya terpejam karena ketakutan. Jantung nya bergemuruh hebat karena terkejut.
"Oh, syukurlah." Kata Jisung dengan mengelus dadanya, hampir saja ibunya terjatuh.
"Kau aman."
Haechan pun mendongak dan langsung turun dari gendongan Jeno. "Terimakasih tuan Lee." katanya dengan mencicit.
Suasana tiba-tiba saja berubah menjadi canggung saat mereka telah memasuki rumah dan duduk diruang tamu. Semacam dengan javu. "Aku ingin memperbaiki semuanya." ucap Jisung.
Jeno dan Haechan pun menoleh ke arah putra mereka. Pandangan keduanya lalu bertemu dan saling menggeleng pelan seolah bertanya satu sama lain. "Ada apa dengan kalian." Tanya Jisung saat melihat kedua orang tuanya hanya saling menatap tanpa mengatakan apapun.
"Dad, aku mengajakmu kesini untuk berbicara serius." Ucapnya.
"Sungguh Ji. Jangan katakan hal itu lagi Daddy masih trauma." Jeno mengatakan hal yang jujur dia sedikit trauma dengan kata serius yang Jisung sebutkan.
"Daddy, aku benar-benar minta maaf atas apa yang aku lakukan tempo lalu." Katanya. Sedangkan Haechan hanya celingukan tidak mengerti.
"Daddy sudah melupakan nya, jadi kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu." Jeno tersenyum kearah Jisung.
"Jadi kau datang kekantor nya tuan Lee, maksud Mommy Jeno." Tanya nya dengan hati-hati. Sementara Jisung hanya mengangguk.
"Jeno apakah Jisung membuat keributan, dia memukul mu lagi atau-"
"Mom! Aku tidak melukai pria mu lagi. Aku datang dengan penuh hormat dan kesopanan." Seru Jisung tidak terima. Haechan merenggut tidak suka, apa kata anaknya tadi 'pria mu'. Sedangkan Jeno hanya terkekeh pelan.
"Benar Haechan-ah, putraku datang dengan kesopanan yang kau ajarkan."
Haechan pun menghela nafas pelan. "Syukurlah."
"Jadi Dad, mari memulai dari awal."
"Aku bangga memiliki putra seperti mu, kau benar-benar mirip dengan ku." Rasanya sangat menyejukkan saat melihat Jeno dan Jisung saling berbicara dengan kepala dingin seperti itu. "Maafkan Daddy yang baru kembali setelah sekian lama."
"Tidak Dad, kita hanya perlu belajar dari apa yang kita alami dulu. Jadikanlah kesalahan sebagai pelajaran."
"Lihatlah Haechan, kau benar-benar mendidik putramu dengan sangat baik." Seru Jeno pada Haechan lalu memeluk Jisung dengan erat. Sedangkan Haechan hanya mampu terdiam dengan mengangguk pelan, tidak ada yang paling membahagiakan selain kebahagiaan putranya sendiri. Bahkan kini Haechan tidak menyesal karena merelakan putranya untuk kembali ke pelukan sang ayah, bagaimana pun disini yang salah bukan Jeno.
"Aku telah pulang." Gumam Jeno disela pelukannya bersama Jisung.
"Mommy, kenapa kau hanya berdiri disana cepatlah kemari." Panggil Jisung saat melihat ibunya yang terlihat hanya berdiri berjauhan dengan nya.
Rasanya sangat canggung, ini sudah lama dan Haechan masih belum terbiasa jadi dia berusaha untuk menolak ajakan Jisung. "Tidak sayang, Mommy disini saja."
"Apa kau tidak ingin ku peluk." Tanya Jeno, yang mana mampu membuat pipi Haechan merona hingga menjalar ke telinga.
"Tidak, maks-Jeno apa yang kau lakukan." Haechan menjerit saat tiba-tiba Jeno menariknya ke dalam pelukan nya.
"Biarkan aku pulang kerumah ku, Haechan-ah." Jeno memeluk Jisung dan Haechan secara bersamaan. Bahkan Jeno juga mencium kepala Haechan dengan lembut.
Mereka tenggelam dalam kehangatan keluarga yang baru saja berkumpul kembali. Tidak ada tempat yang lebih nyaman dari keluarga sendiri. Dan Jeno berjanji setelah ini dia akan segera menikahi Haechan dan membawa keduanya untuk tinggal di rumah miliknya.
Jisung melepaskan pelukan nya. "Lanjutkan saja berpelukan nya, aku gerah ingin segera mandi. Dihimpit oleh dua orang dewasa itu tidak enak, aku sampai sulit untuk bernapas." Tuturnya.
"Anak nakal." Seru Haechan. "Baiklah Mom, aku mandi dulu." Sebelum pergi Jisung sempat mencium pipi Haechan.
Saat Jeno akan melakukan hal yang sama seperti apa yang Jisung lakukan, Tiba-tiba saja semuanya menjadi gagal. "No! Daddy belum menikahi mommy jadi jangan cium-cium dulu." Teriak Jisung.
"Bahkan aku menghamili ibumu sebelum menikahinya." Gumamnya dengan pelan.
Tbc
***