花火 (Hanabi)

345 28 17
                                    

Author's PoV

Dekorasi berjalan lancar dan selesai dalam 1 minggu sesuai yang diharapkan Setya. Dia memiliki waktu untuk membantu teman-temannya belajar dan nilai mereka dalam UAS bisa tembus dari semua KKM. Tak ada satupun mata pelajaran yang membuat mereka remidi. Karena jika ada yang remidi, maka mereka harus melakukannya selama Festival Budaya berlangsung, dimana hal itu tentu sangat tidak menyenangkan.

Di hari Festival Budaya, Setya berkeliling untuk mengawasi apakah acara berjalan lancar. Setya ditunjuk oleh Eril sebagai salah satu pengawas acara karena kebetulan hari ini ekskul SMA AD yang melakukan promosi di booth mereka, baik itu ekskul atau demo pelajaran di ruang kelas yang disediakan.

"Abang!" teriak Eli, membuat Setya otomatis menemukannya yang sedang memakan sesuatu dari depan booth ekskul Tata Boga.

Setya menghampiri adiknya dan melihat anak ekskul Tata Boga sedang kerepotan.

"Bang, larisin bang, kasian mereka." ucap Eli yang rupanya sedang memakan kwetiau goreng beralaskan mangkuk styrofoam.

Di booth Tata Boga ada ci Devytha, Dey dan anak-anak ekskul lain yang sibuk menyediakan kwetiau.

"Banyak banget." komentar Setya saat melihat sebuah kontainer aluminium berisi kwetiau mentah yang belum digoreng.

"Iya nih! Papa salah nangkep kemarin! Aku bilang tiga puluh adonan kwetiau aja, tapi dibikinin tiga ratus!" omel Dey sambil terus menggoreng kwetiau.

Setya membeli 1 porsi untuk membantu Tata Boga, karena menghabiskan 300 porsi tentu saja akan cukup sulit. Ditambah lagi booth ekskul Tata Boga ini mau tidak mau harus bersaing dengan booth makanan lain. Satu-satunya keuntungan mereka adalah hari itu adalah hari minggu, dimana pengunjung yang tiba tentu akan lebih banyak.

"Oiya, kamu yakin makan ginian abis sarapan tadi, Li? Bukannya nanti ekskul tari tampil?" tanya Setya.

"Udah, santai aja. Perut naga ini." jawabnya, membuat Setya tertawa sampai tersedak.

Tiba-tiba, Setya merasa ada yang menyenggol bahunya. Saat dia menoleh, ada yang mencolek bahunya dengan botol minum air mineral. Rupanya ada Fiony yang baru tiba.

"Fiony, kamu bawa, kan?" tanya ci Devytha.

"Iya, aku bawa, ci. Maaf aku kesiangan!" jawab Fiony sambil dengan paksa memberi Setya botol minuman tadi.

Setya menerima botol itu dan langsung minum, cukup untuk melegakan kerongkongannya saat tersedak tadi.

"Ini, ci, brosur buat promosi." ucap Fiony sambil memegang setumpuk brosur.

Kulihat, brosur itu sederhana, hanya kertas putih dengan gambar manual yang kelihatannya buatan Fiony sendiri.

"Kubantuin, sini." Setya mengambil tumpukan itu dari tangan Fiony. Dia bagikan tumpukan itu dengan Eli yang juga ingin membantu, jadi mereka langsung berteriak mempromosikan menu Tata Boga di depan booth, sekaligus membagi-bagikan brosur kepada siapapun yang lewat.

"Eli! Ayo, kostumnya udah dateng." ucap salah satu siswi SMA AD, anggota ekskul tari yang akan tampil hari ini.

"Ok. Maaf bang, aku mau siap-siap dulu!" ucap Eli sambil mengembalikan tumpukan brosur yang dia bawa ke kakaknya.

Setya menghembuskan nafasnya dengan berat setelah adiknya pergi. Kini dia harus sendirian membantu Tata Boga.

"Mau keliling sebar brosur?" tanya Fiony kepada Setya. Kini dia juga memegang tumpukan brosur. "Kalau kita diem di sini aja, nanti pengunjung di bagian lain belum tentu tau." tambah Fiony.

Setya berpikir kalau ide Fiony ada benarnya, lalu mereka sepakat untuk pergi membagi brosur bersama.

"Aku kira kamu bantuin Tata Boga, loh." ucap Setya ke Fiony.

          

"Ci Devytha tadi bilang buat bantuin kamu bagi brosur aja, yaudah aku turutin." balas Fiony.

"Tapi kamu emang yang desain brosurnya sendiri ya? Keren banget tau. Simple, ilustrasinya lucu, informatif. Brosur ini sampai mau aku pajang di kamar." puji Setya sambil terus menatap brosur di tangannya.

"Kalau mau, besok pas ketemu aku bawain." ucap Fiony. "Em... makasih, ya?" tambahnya.

"Buat? Kan kamu yang mau bantuin aku nyebar brosur." tanya Setya. Fiony mengalihkan pandangannya, kesal dengan respon Setya dan lanjut membagi brosur lagi.

Mereka berdua lanjut berkeliling dan memberi selembar brosur pada siapapun yang belum mendapatkannya.

"Abang! Ce Fio!" panggil Christy yang memiliki pekerjaan sama seperti Setya, yaitu pengawas acara. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Christy begitu dia tiba di hadapan Setya dan Fiony.

"Boleh nih, kalau mau bantu."

Belum sempat Setya membagi brosur di tangannya, ada seorang perempuan yang tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

"Permisi, pengawas acara, kan? Boleh minta tolong?" tanya orang itu yang adalah salah satu siswi SMA AD, kelas dua, ketua ekskul drama.

"Aku bisa bantu, kak." Christy menawarkan diri, karena dia merasa belum melakukan tugas apapun.

"Makasih ya, dek. Ikut, yuk." ajak siswi itu, kemudian Christy pergi mengikutinya.

Setya dan Fiony kembali berkeliling membagikan brosur, sampai akhirnya Setya merasa kalau membagi secara bersamaan kurang efektif.

"Kita pencar aja, ya?" usul Setya.

Dengan lemah, Fiony menganggukan kepalanya. Dia tak ingin berpisah dengan Setya karena suatu alasan, tapi ini yang terbaik.

"Eh, denger-denger ekskul tari bawain balet ya hari ini?"

"Iya. Tapi, tadi aku liat ada salah satu anak ekskul yang sendirian. Dia kira-kira kenapa ya?"

"Kamu gak nanyain?"

"Nggak, lah! Hawanya serem banget dia. Aku gak berani."

Setya mencuri dengar dari obrolan siswa AD didekatnya. Tentu dia mengetahuinya karena Eli sudah berlatih beberapa kali untuk penampilan itu. Tapi, yang menarik perhatian Setya adalah sosok balerina yang menyendiri itu. Setya merasa orang itu perlu bantuan.

"Dimana orang yang kalian maksud itu?" tanya Setya pada anak SMA AD yang mengobrol itu. Siswa yang ditanya Setya menunjuk ke suatu arah, kemudian Setya mengikuti arah itu.

Saat tiba di tempat yang ditunjuk, Setya melihat sosok balerina yang terlihat sedang latihan, setidaknya itu yang Setya pikirkan. Setya tak merasakan hawa menyeramkan seperti yang dibicarakan siswa AD tadi.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Setya pada orang yang menari balet sendirian itu.

Orang tersebut langsung berhenti menari. Dia terkejut mendengar pertanyaan dari seseorang yang sangat tak asing olehnya. Begitu pula dengan Setya. Dia juga kaget melihat sosok yang menari sendirian itu adalah guru matematika, tak lain lagi adalah bu Lidya.

"I-Ibu ikut ekskul tari?" tanya Setya.

"B-bukan! Ibu juga bingung kenapa saya harus pakai ini!" ucap bu Lidya sambil menjauh dari Setya.

"Em... memangnya ibu ada acara apa sampai harus pakai kostum?" tanya Setya.

Tak ingin kehilangan wibawa, bu Lidya membuat tubuhnya santai. Bu Lidya merasa tak masalah kalau Setya melihatnya seperti ini.

"Jadi, pak Tety yang seharusnya melakukan demo pelajaran sejarah hari ini berhalangan hadir karena sakit. Kata beliau, ada kostum yang harusnya beliau pakai supaya banyak yang tertarik untuk hadir. Karena tak bisa hadir, jadinya beliau kirim catatan beserta kostum yang harus saya pakai. Tapi... apa iya pak Tety mau pakai kostum balet seperti ini?" tanya bu Lidya sambil menunjuk tubuhnya sendiri.

TutorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang