35. Baikan

4.5K 463 128
                                    

Gadis yang terbaring di atas ranjangnya menggeliat pelan, membuat laki-laki yang dari tadi terus memperhatikan bergerak mendekat.

"Vista?"

Mata Vista terbuka perlahan-lahan saat merasakan tepukan pelan di pipinya. Sesaat dia diam, mengerjap-ngerjap menyesuaikan cahaya lampu di kamarnya sebelum menangkap sosok Achio di dekatnya.

"Lo ngapain di sini?" tanyanya dengan suara serak.

Achio tidak menjawab, dia justru menyodorkan segelas air putih pada gadis itu dan membantunya untuk minum.

Cukup lama mereka diam, sampai akhirnya Vista memilih bangun karena merasa pakaiannya masih basah. "Lo bawa gue ke sini lewat mana?"

"Pintu depan."

Vista mengernyit sambil menurunkan kakinya hingga menyentuh lantai yang dingin. "Dapat kunci rumahnya dimana?"

"Gue dobrak." Achio menggapai pergelangan tangan Vista. "Mau kemana?"

"Ganti baju."

Setelah mendengar jawaban itu, Achio melepaskan cekalan tangannya dan membiarkan gadis itu pergi. Achio kembali duduk di bawah, cukup lama sampai Vista kembali dengan pakaian yang kering dan tebal untuk menghangatkannya.

"Sekarang jam berapa?" tanya Vista, matanya melirik jendela yang tertutup tapi dia bisa melihat dan mendengar bahwa di luar sana masih hujan.

"Jam dua pagi."

Mata Vista membulat. "Lo nungguin gue selama itu?"

Achio mengangguk, dengan pakaian yang masih basah dia berjalan ke arah meja belajar Vista. Meraih dua kantung plastik kemudian dia serahkan salah satunya pada Vista yang duduk di bagian ranjang yang tidak basah.

"Makan!"

Menatap ragu kantung plastik itu, Vista menunjuk dirinya sendiri. "Buat gue?"

"Buat tembok!" ketus Achio hingga membuat Vista mencebik dan merampas bungkusan itu.

Mata gadis itu berbinar menatap makanan yang dibelikan oleh Achio, walau makanan cepat saji tidak begitu baik untuk tubuhnya tapi dia cukup mengerti bahwa di jam genting seperti ini hanya restoran cepat saji  yang mudah ditemukan karena kebanyakan memberi pelayanan dua puluh empat jam.

"Mau ngapain?" tanya Vista saat tiba-tiba Achio menyentuh keningnya.

"Lo demam." Laki-laki itu membuka kantung plastik di tangannya, mengeluarkan obat penurun panas, minyak kayu putih, dan kool fever.

Sekarang Vista melupakan bungkusan makanan di tangannya. Matanya justru terpaku pada wajah serius Achio yang membaca instruksi penggunaan plester kompres penurun panas itu.

"Kata Mbak yang jaga di apotek, ini bisa buat turunin panas," ucap Achio yang sekarang semakin mendekatkan tubuhnya dengan Vista untuk menempelkan plester itu di dahi Vista. "Tapi buat jaga-jaga, gue juga beli obat kalau diperluin."

Tadi setelah meletakkan Vista di kamarnya, Achio kembali berlari keluar untuk mengambil motornya dan pergi membeli makanan serta mampir sebentar ke apotek.

"Ternyata bisa baik juga," gumam Vista sambil mendongak menatap laki-laki yang berdiri di depannya.

Achio yang sudah selesai menempelkan plester dengan rapi sekarang menunduk, menatap lekat wajah Vista yang pucat. "Belum aja gue pukul."

Vista mencebik kesal lalu mendorong pelan tubuh Achio. Dia berdiri hingga membuat Achio bingung.

"Mau kemana lagi?" tanya Achio tapi tidak mendapat balasan.

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang