DD's side
Baru saja aku sampai ke kontrakan, kulihat dua perempuan menantiku di teras. Dari motor matic yang terparkir di depan aku tahu kalau itu adalah Marsha dan sesuai tebakanku satu perempuan lain itu adalah Diandra.
“Ada perlu apa kemari?” tanyaku datar sambil membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“Nggak disuruh masuk nih?” Tanya Marsha sambil melongok dari luar.
“Biasanya langsung ngeloyor masuk sendiri kan? Aku mandi dulu,” ucapku tanpa menengok sedikitpun ke mereka.
Kuletakkan tasku ke atas meja kerja lalu melepas pakaianku dan bergegas masuk kamar mandi. Kuhabiskan waktu untuk membersihkan diri dan tak terlalu peduli dengan dua tamu yang menungguku sedari tadi.
Jujur moodku sedang tidak begitu baik kali ini. Otakku terasa penuh karena setumpuk pekerjaan yang harus kuselesaikan segera imbas dari pergiku ke Banjarmasin waktu itu. Belum lagi karena ributku dengan Diandra yang masih menggantung hingga hari ini dan malah sekarang mereka berdua datang kemari yang aku sendiri pun tak tau apa yang mereka inginkan kali ini.
Terdengar suara sendok mengaduk sesuatu dari dapur lalu tak lama kudengar suara Marsha.
“Mobil lo kemana? Kok ganti jadi sedan?”
“Lagi masuk bengkel, waktu ke Banjarmasin kemaren kan ngejogrok doank di bandara,” jawabku santai sambil keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan tubuhku dengan handuk.
“Gue bikin teh, mau gak?” tawarnya.
“Boleh deh, jangan terlalu manis”.Aku mengambil celana pendek dan kaus oblong lalu memakainya di depan Diandra yang sedari tadi cuma duduk di kursi kerjaku sambil menundukkan kepalanya. Aku mencoba merebahkan badanku di tempat tidur dan mencoba mengecek beberapa notifikasi di handphoneku.
Marsha datang membawa tiga cangkir teh dan meletakkan itu di meja kerjaku. Diambilnya dua cangkir lalu diberikan satu untukku sambil ikut duduk di tempat tidur.
“Ada apa kalian kemari?” kuulang lagi pertanyaanku. Kulihat Diandra dan Marsha saling memandang.
“Gue sih kesini mau bilang makasih karena udah bantuin gue waktu digebukin kemaren, uda nglunasin biaya RS juga, sampe bikin repot urusan sama polisi lo juga yang handle, kan? Sama tuh nganterin si Diandra, katanya kangen,” jawab Marsha sambil tersenyum lalu mencoba menyembunyikan tawanya dengan meneguk teh dari cangkirnya.
Tampak raut malu pada Diandra mendengar jawaban dari Marsha. Dia Masih terus saja menunduk untuk menyembunyikan malunya. Aku tahu dia sedang berusaha mengatakan sesuatu tapi masih saja tertahan di dalam mulutnya.
“Ngomong aja nggak usah ditahan,” ujarku datar.
Ternyata Diandra tidak langsung menjawab. Dia butuh beberapa saat sampai akhirnya dia membuka suara,
“Aku… aku…
Aku… mau nanya…
Tentang.. kejelasan hubungan… kita… “ Diandra berkata lirih dengan terbata-bata. Tangannya mencoba meraih sesuatu yang ada di dalam tas kecilnya.
“Emang apa yang ga jelas? Kamu kan yang bikin semuanya jadi ngga jelas?”“Ma… aff… Maaf…”
“Apa yang ngga jelas?!” aku sedikit mempertegas suaraku kali ini.
“Hubungan kita.”
“Apa yang nggak jelas?!”sekali lagi kuulang pertanyaanku.
“Apa aku masih jadi submu?” mata Diandra sudah mulai berkaca.
Tangannya menggenggam choker miliknya dan disodorkannya kepadaku.
“Menurutmu?”
“Kalo memang aku udah ngga bisa jadi submu… Aku mau kembaliin choker ini…” jawabnya lirih sambil menahan air matanya.
YOU ARE READING
Demon for Kirana (FINISHED)
RomanceProlog Kirana seperti merasa lelah menjalani kehidupan alternya. Dia seolah kehilangan rasa tentang jalur BDSM yang dulu dengan sangat antusias ingin dia geluti. Dia mulai merasa bahwa di sini bukan tempatnya. Dia pikir chemistry bisa dia bentuk sei...