“Astaga, mantu Mami!” Iris dengan penuh semangat mendekat dan memberikan pelukan hangat pada Skaya.
Skaya terkekeh dan membalas pelukan wanita itu. “Apa kabar Mi?”
“Seperti biasa. Pusing, punya anak durhaka yang gak pernah pulang sama suami yang selalu nempel kek benalu.” Kalimat Iris membuat Sagara dan Danar terbatuk samar. “Ayo, Skay. Masuk.”
Iris menarik Skaya tanpa melirik Sagara sejak kedatangannya. Menghela napas, laki-laki itu mengekori tanpa berbicara apa-apa.
Karena mereka datang di waktu makan malam, Iris segera menyajikan makanan hangat dan berlimpah. Sebagian dari makanan adalah sayur-mayur.
“Cobain Skay. Sayurnya baru petik sore tadi di kebun. Masih seger!” ujar Iris semangat sambil mengambilkan makanan untuk Skaya.
Awalnya gadis itu merasa canggung karena antusiasme Iris dan menolak samar ketika dijamu. Namun Iris langsung memasang ekspresi sedih, membuat Skaya tidak enak menolak lagi.
“Mami punya kebun? Keren banget. Aku juga pengen buat nanti.”
“Kayaknya ada seseorang yang harus jadi petani eksklusif di masa depan.” Danar menyindir samar disela makannya.
Sagara melirik Danar lalu tersenyum miring. Dia tahu bahwa kebun keluarganya diatur secara pribadi oleh Papinya. Bahkan dia bisa menebak bahwa hidangan sayuran dan buah di atas meja adalah hasil jerih payahnya. “Demi cinta.”
Danar berdecih pelan. Dia tidak bisa lagi memanasi anaknya dengan hal-hal baik yang dia lakukan pada Iris. Betapa membosankannya.
“Jadi Skaya liburan di Jakarta?” tanya Iris basa-basi.
Gadis itu mengangguk cepat. Jika dulu, dia lebih memilih tetap di Surabaya bersama Cici. Tetapi di Jakarta ada banyak kenalannya sekarang. Dia entah kenapa ingin menghabiskan waktu di sini.
“Mi, kenapa Sagara bisa pinter banget?” tanya Skaya tiba-tiba.
Alis Iris terangkat. “Contohnya?”
“Pinter pelajaran, bisnis, olahraga, sama piano!”
Iris dan Danar sontak menatap Sagara heran. “Gara gak bisa main piano, ih.” ungkap Iris dengan mata memicing.
“Gara yang bilang ke kamu dia bisa main piano?” Danar melirik sang anak dan tanpa ragu merusak citranya. “Dulu waktu guru piano dia ngajarin, gak ada harapan. Buta not dia.”
“Tapi waktu itu....” Skaya langsung membungkam begitu teringat Sagara yang berkata dia hanya memainkan setengah lagu. Seketika Skaya menatap laki-laki itu penuh arti.
Sagara terbatuk kering lalu menyesap air. Wajahnya memerah samar. Sebenarnya waktu itu dia mencari siswa yang pintar memainkan piano di sekolah dan menyuruhnya mengajari cara memainkan lagu It's You secara langsung, tanpa memerdulikan betapa gemetarnya siswa tersebut berhadapan dengannya.
Seperti yang dikatakan Danar, dia buta not. Seberapa pun usaha dia mempelajari alat musik, itu akan sia-sia. Manusia tidak ada yang sempurna, oke? Begitu pula Sagara. Dia sesungguhnya memiliki banyak kekurangan. Namun dia lebih sering menekan kekurangannya dan memperlihatkan kelebihannya.
Skaya menghabiskan waktu di sana selama tiga jam. Setelah makan malam, Iris menariknya untuk makan salad buah sambil menonton film sehingga gadis itu tidak sadar bahwa malam sudah semakin larut.
“Mi, aku pulang sekarang.”
Iria melirik jam dinding dan menggeleng tegas. “Gak! Udah malem. Kamu nginep di sini aja gimana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Skaya & the Big Boss ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT & Part Masih Lengkap] Karena suatu alasan, Skaya Agnibrata harus menyamar menjadi seorang laki-laki dan tinggal di asrama laki-laki sekolah. Penyamarannya menuntut Skaya mengubah kebiasaan dan perilakunya. Ada seorang siswa yang disega...