Chapter 40

793 133 61
                                    

Aidan juga Dali berjalan memasuki area dermaga Goana.

Dali membawa dua plastik besar yang berisi dua kotak sushi dan dua soft drink. Satunya lagi berisi beberapa makanan ringan. Ia merasa senang akhirnya dia bisa pergi ke tempat ini bersama Aidan.

Pikirnya bahwa harapan kecilnya ini akan terlalu tinggi mengingat Aidan sudah memiliki Miska dalam hidupnya. Prioritasnya mungkin akan terunggul pada gadis itu.

"Udah lama banget gak kesini" kata Dali sambil berjalan menuju ujung dermaga dan melihat-lihat betapa danau itu tak pernah berubah.

Aidan juga berjalan menyusul Dali di belakangnya sambil menyalakan sebatang rokok. "Iya yah?"

"Iya"

"Masih takut gak sama tempat ini?" tanya Aidan.

"Lumayan" meski Dali ingin sekali menjawab, ngapain takut. Ada Aidan disisi Dali.

Dali duduk di ujung dermaga. Lalu disusul oleh Aidan yang ikut duduk di sampingnya.

"Makan dong lu! Udah dibeli tuh. Tadi katanya kepengen sushi" kata Aidan.

Dali tersenyum seketika, "Dali mau makan kalo Aidan makan"

"Ya gua nyebat dulu, Daliii. Abis itu gua makan kok"

"Yaudah, sama-sama aja sama Aidan" kata Dali.

Aidan tersenyum menatap Dali. "Dali jelek!"

"Aidan juga!" balas Dali.

"Dih, gua ganteng gini!" cetus Aidan.

Dali hanya terus tersenyum pada lelaki ini.

Aidan lalu mulai berbicara, "Gue seneng banget, Dal, hari ini"

"Oh ya?"

Aidan mengangguk dan menghisap rokoknya lagi.

Dali tersenyum, malu. Dali juga Aidan. Seneng banget.

"Karena akhirnya gue bisa ngerasain yang namanya cinta! Sama Miska" sambung Aidan.

Senyuman itu pudar seketika. Mendengar Aidan menyebut namanya, Dali sudah yakin ini akan panjang. Sejujurnya, Dali lebih senang jika Aidan seperti dulu, membahas hal-hal yang lebih penting dibanding Miska. Mengeluhkan pelajaran. Orang tua. Basket.

Dali ingat Aidan pernah kesal sekali dengan Daddy-nya karena tak dibolehkan pergi ke ulang tahun Robi, teman basketnya, karena Aidan terciduk membawa alkohol di sekolah.

Tapi entah kenapa, sekarang, Dali lebih menginginkan Aidan membahas topik itu dibanding menyebut-nyebut nama Miska.

Entah mana yang lebih sakit, melihat lelaki yang dicintainya, memuji-muji tinggi nama gadis lain, yang menurutnya begitu istimewa.

"Miska tuh cantik, baik, manis, pokoknya spesial banget deh, Dal!" ujar Aidan lagi.

Nyesek anjir.

"Gue seneng banget, akhirnya gue yakin sama jati diri gue. Kalo gue itu straight! Bukan gay!" tukas Aidan lagi.

Percakapan ini semakin membuat Dali sakit. Menusuk ke jantung, menimbulkan luka yang tak terlihat namun terasa.

"Gue akan coba jalanin hubungan gue sama Miska dengan serius. Doain gue ya, Dal" ujar Aidan.

"Iya" semoga cepet putus, anjeeeng.

"Yaudah makan dong!" ujar Aidan sambil membuka plastik. "Yang mana punya gue?"

Dali pun turut membantu mengambilkan Aidan makanannya. Meski sakit hati, namun dia tetap perhatian pada Aidan. Lihatlah seluas apa hatinya untuk seseorang yang sudah tanpa sengaja mencampakkannya. Betapa hatinya tak peduli dengan apa yang Aidan telah lakukan. Dia tetap memilih lelaki satu ini.

Kamu akan menyukai ini

          

~

"Udah sampe!!!" kata Stefan yang menghentikan mobilnya di depan rumah Tori.

Tori menenteng tasnya, "Makasih ya"

"Nanti malem jadi kan, Yang?" tanya Stefan.

"Jadi apaan?" Tori balik nanya.

Stefan cemberut seketika, "Iiihhh... dia mah gitu!"

"Apa sih, Fan? Gue mau masuk nih!" kata Tori.

"Katanya mau jalan! Mau ngedate! Gimana sih"

Tori mengernyitkan kening, "Itu kan cuma pura-pura!"

Stefan melotot, "Pura-pura apanya???"

"Ya biar lo gak pergi ke tempatnya si Doni lah!"

"Oooohhh gituuuu!!! Yaudah! Gak jadi kan??? Kalo gitu gue bakalan kesono nanti malem! Kalo dicekokin sampe mabok, bodo amat! Biar gue diewita, di gangbang rame-rame sama mereka! Puas lo!!!" cetus Stefan pada Tori.

Tori mendengus sebal, "Lo tuh bisa gak sih, gak ngelakuin hal yang bisa ngebahayain diri lo sendiri???"

"Gak bisa! Makanya, fungsinya pacar itu apa coba??? Apalagi elo seme gue, harusnya bisa jagain ukenya dong! Gimana sih!"

"Iye! Uke binal bin barbar!!!" geram Tori.

"Jadinya gimana nih? Jadi gak?"

Tori terdiam seketika. Lalu mencetus, "Lo share loc alamat lo! Nanti malem tunggu gue di rumah lu!"

"Loh, gak mau gue jemput aja???"

"GAK!!!"

"Gapapa, kan ada mobil! Lagian lu mau naik apa???"

"Ogah! Mobil lu bau bangke kayak mulut sampah lu tuh!" cetus Tori sambil turun dari mobilnya.

"Enak aja luuu!!! Dasar ikan teriii!!!"

Drugkk! Tori menutup pintu dan masuk ke dalam rumahnya.

Sementara Stefan menyengir menatap punggung Tori disana. Dia benar-benar bahagia. Akhirnya posisi Aidan di hatinya perlahan tergantikan oleh Tori yang lebih menggemaskan.

Tori memanglah bukan cinta pertamanya. Tapi semoga, Stefan bisa benar-benar resmi jadian dengan Tori. Meski sedikit kemungkinannya Tori akan bersedia. Stefan tetap berdoa. Walau Tori hanya sekadar pacar pura-puranya untuk saat ini.

~

Adrial mencoba menelpon Stefan. Dia kini ada di kamarnya, tidak tahu ingin melakukan apa selain rebahan dan membalut rasa sakit hatinya.

"Halo, Kamar???" sapa Stefan di telpon. "Ada apa, kak?"

"Dek, kamu dimana?" tanya Adrial.

"Di jalan, kak. Ada apa?" tanya Stefan.

"Bisa ke rumah gak?"

"Hah? Ke rumah??? Maksudnya... ke rumahnya Kamar? Keluarga Januar?" tanya Stefan.

"Iya. Please! Kamar butuh temen!" ujar Adrial.

Meski ragu, Stefan pun akhirnya menjawab, "Yaudah, Malik langsung kesana ya"

"Iya. Makasih ya, Dek"

"Iya kak"

Telpon ditutup. Stefan bingung sendiri. "Ada apa ya sama Kamar? Kok minta ketemu di rumahnya?"

~

Setibanya disana, Stefan langsung menemui Adrial di kamarnya. Rumah itu terlihat begitu sepi. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga di dapur dan ruang tamu sedang membersihkan rumah.

Stefan pun masuk ke kamar Adrial dan langsung menemui Adrial.

Adrial sendiri tengah duduk bersandar di atas ranjangnya.

"Kamar??? Ada apa?" tanya Stefan.

"Gak tau, lagi gak pengen cerita apa-apa. Cuma butuh kamu aja!" kata Adrial.

"Ooohhh"

"Tas kamu mana?"

"Malik tinggal di mobil"

Adrial manggut-manggut. "Gimana sama Tori? Happy?"

Stefan tersenyum lebar, "Banget dong, kak! Malik hepiiiiii banget, bisa jadian sama dia! Dia orangnya tuh... galak, tapi lebih ke... care gitu!"

"Posesif???"

"Yaaahh, bisa dibilang begitu lah kak"

"Ooohhh... enak dong ya! Jadi di perhatiin sama orang lain!"

"Iya sih. Biasanya kan Kamar tuh yang selalu merhatiin Malik. Sekarang kan udah ada Tori. Jadi Malik seneng deh!"

"Tapi kamu masih tetep adeknya Kamar loh, Lik!"

"Ya jelas laaaahhh!!! Siapa yang bilang, bukan?"

Adrial tersenyum pada Stefan. "Tau gak...?"

"Tau apa?"

"Soal Aldo suka sama kamu?"

"Ooohhh, tau!"

"Serius? Kamu tau???"

"Iya! Dia bilangnya udah lama suka sama Malik. Tapi telat! Dia bilang itu pas Malik udah jadian sama Tori!"

"Emang kalo kamu belum jadian sama Tori, terus dia nembak kamu? Kamu mau jadi pacarnya?"

"Mau aja! Kenapa enggak?"

"Kok? Kamu kan gak cinta sama dia. Cintanya sama Aidan"

"Cinta itu akan ada karena terbiasa kak! Gak perlu nunggu dia harus suka juga sama kita atau enggak. Kita nembak orang random pun, kalo jadi mah jadi aja! Awet ya awet aja! Ya kan?"

Adrial terdiam membenarkan. "Terus Aidan? Kamu udah gak cinta lagi sama dia?"

Stefan perlahan tersenyum, "Gak tau kenapa lama-lama malah Malin jadi makin sayang sama Tori, kak! Sikap dia ke Malik bikin Malik baper terus! Padahal sikap dia biasa aja. Tapi kayak... langka aja gitu! Jadinya lambat laun, Malik udah gak ngerasa Malik punya rasa sama Aidan, kak"

Tanpa Stefan dan Adrial sadari, Aidan yang baru pulang mengantar Dali di rumahnya, turut mendengar percakapan mereka dari balik pintu. Membuat Aidan terdiam dan membeku.

"Ternyata Tuhan... selalu menyediakan obat hati, satu paket sama tiap kali kita sakit hati!" sambung Stefan.

Adrial manggut-manggut, paham. "Tapi kan gak secepat itu juga, kan?"

"Yaaa... anggep aja obatnya lagi sementara di perjalanan. Kayak kita nunggu barang nyampe dari online shop aja sih. Tinggal tunggu sampe di kitanya. Bedanya... kita gak tau kapan nyampenya. Tapi itu pasti kok, kak!" jelas Stefan.

Adrial terdiam membenarkan. Begitu juga dengan Aidan yang gamang di ambang pintu. Terdiam, merasa ada sesuatu yang mengganjal, benih-benih ragu dan tanya mulai timbul.

Sial. Bagaimana mungkin Stefan bisa jadi orang sebijak itu. Apa karena dia telah beruntung mendapatkan lelaki sesempurna Tori?

TO BE CONTINUED

Baca juga cerita baru aku yang berjudul TENTANG KAMU yaaa.

STUCK ON YOU 4 (END 18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang