DUA PULUH TIGA

5.2K 1.3K 151
                                    

"Jadi udah paham ya. Sekarang, coba kita ganti dengan benda yang lebih cepat ... yaitu cahaya." Slide berisi gambar ilustrasi antara mobil, motor, dan seseorang yang sedang berjalan di trotoar yang sebelumnya ditampilkan itu sudah berubah. Digantikan dengan ilustrasi sebuah mobil dan juga benda bulat seperti bulan yang diberi nama cahaya, di ruang angkasa.

"Misalnya, mobil luar angkasanya Pak Budi lagi kejar-kejaran dengan cahaya. Kecepatan Pak Budi seratus ribu kilometer per detik, dan kecepatan cahaya tiga ratus ribu kilometer per detik. Kecepatannya per detik, ya.

"Jadi, menurut kalian, berapa kecepatan cahaya yang Pak Budi lihat dari mobil ruang angkasanya?"

Dalam waktu sedetik, lebih dari sepuluh tangan teracung. Semangat siswa kelas sebelas IPA 1 untuk berebut menjawab itu sampai membuat Par Ar tertawa. Sempat menimbang-nimbang, dan akhirnya memilih Janeta yang duduk di belakang Ivory.

"Bapak ingetin lagi, kecepatannya sekarang jauh lebih cepat ya daripada contoh sebelumnya. Ya, Janeta?"

"Dua ratus ribu kilometer per detik, Pak!" Janeta menjawab dengan percaya diri.

Namun, sayangnya, Par Ar membantah dengan tidak kalah semangat. "Salah!"

Kelas menjadi ribut. Seolah-olah pernyataan salah dari Pak Ar barusan tidak bisa diterima. Dibiarkan siswa-siswanya itu berdiskusi sendiri selama satu menit, sebelum akhirnya pria itu menambahkan, "Siapa lagi yang mau jawab?"

Ivory yang hanya duduk manis memperhatikan itu sempat melirik ke arah Milo yang ternyata juga meliriknya. Lalu mereka berdua saling memberikan kode agar salah satu dari mereka yang menjawab lebih dulu, hingga akhirnya Milo dan Ivory justru mengangkat tangan bersamaan.

"Iya, Milo?"

"Pak Budi melihat cahaya itu bergerak lebih cepat dari mobilnya tiga ratus ribu kilometer per detik."

Par Ar mengangguk-angguk terkesan. Sedangkan murid-murid lainnya yang tidak mengerti menatap heran. Tidak langsung memuaskan mengapa jawaban Milo benar, Pak Ar sudah mengganti slide presentasinya. "Gimana kalo kasusnya kita ubah. Sekarang, yang ngeliat mereka kejar-kejaran di luar angkasa adalah orang yang ada bumi. Mereka melihat cahaya lebih cepat berapa ratus ribu kilometer per detik dari mobil ruang angkasanya Pak Budi?"

Tidak seperti sebelumnya, kali ini murid kelas sebelas IPA 1 itu membutuhkan waktu untuk berpikir. Jika hanya menggunakan kasus perbandingan biasa, jelas jawabannya adalah cahaya lebih cepat dua ratus ribu kilometer per detik daripada mobil Pak Budi, dan sudah dijawab oleh Janeta yang ternyata salah. Namun, jika melihat dari jawaban Milo yang mana Pak Budi melihat cahaya tersebut bergerak lebih cepat tiga ratus ribu kilometer per detik, dan benar, berarti seharusnya angka yang sama juga menjadi benar. Ya, kan?

Beberapa tangan kembali terangkat. Pak Ar menunjuk salah satunya. Menyebutkan angka yang sama dengan yang Milo sebutkan.

"Tiga ratus ribu kilometer per detik, Pak."

"Salah."

Jika tadi murid-murid masih bergumam masing-masing, kini Pak Ar diprotes terang-terangan.

Sepertinya, Pak Ar memang sengaja sedang menguji kemampuan berpikir anak-anaknya itu. Karena pria itu tertawa pelan, dan duduk bersandar pada meja guru dengan santai. Dan akhirnya menunjuk Ivory.

"Berapa Ivory?"

"Cahaya lebih cepat dua ratus ribu kilometer per detik dari mobil Pak Budi."

IVORY (SELESAI)Where stories live. Discover now