The Moon (Chapter 18: Monochrome)

44 5 21
                                    

Cho Miyeon terbangun dari tidurnya ketika hidungnya menghidu aroma gurih yang membuat perutnya keroncongan. Gadis itu menyipitkan pandangannya ketika sinar mentari mulai mengintip dari sela-sela horden dan mengisi setiap sudut dari apartemen studionya. Miyeon mengerutkan keningnya, entah kenapa tubuhnya terasa pegal. Beberapa saat Miyeon habisnya hanya dengan termenung dengan pikiran kosong, hingga kemudian dia baru sadar bahwa saat ini dia tengah tidur di atas sofa.

Pikiran Miyeon yang sebelumnya kosong kini tiba-tiba saja langsung terisi dengan ingatan yang sempat ia lupakan. Ingatan tentang tadi malam. Gadis itu langsung terperanjat, mengubah posisinya menjadi duduk dan semakin kaget ketika menyadari bahwa tubuhnya masih polos dan hanya tertutupi oleh selimut merah dengan pola kotak-kotak kecil. Dan lebih sialnya lagi, selimut itu sempat turun ketika Miyeon yang secara tiba-tiba mengubah posisinya menjadi duduk, dan tentu saja dengan secepat kecepatan cahaya Miyeon langsung meraih selimut itu agar kembali menutupi tubuh bagian atasnya.

"Oh, kau sudah bangun," suara berat itu terdengar di belakangnya. Sungguh, Miyeon tidak ada keberanian untuk menoleh dan melihat wajah Seongwoo pagi hari ini. Dia malu. Dan kesialan Miyeon semakin bertambah dia mendengar langkah kaki pelan yang berjalan ke arahnya.

"Jangan kesini!" teriak Miyeon. Tapi sepertinya perintahnya seperti angin lalu yang tidak digubris oleh Seongwoo, karena buktinya sekarang pria tinggi itu sudah berdiri di sebelahnya. Miyeon tidak tau bagaimana ekspresi wajah Seongwoo saat ini, karena Miyeon lebih memilih mengalihkan pandangannya dengan tangan yang mencengkeram erat selimutnya.

Kemudian, Miyeon merasa kepalanya diusap dengan lembut. Mau tidak mau, gadis itu akhirnya menoleh, lebih tepatnya mendongak ke arah Seongwoo yang berdiri di sebelahnya. Pria itu dengan senyum manisnya mengusap pelan puncak kepalanya. Pandangannya terasa lembut hingga mampu membuat Miyeon terhanyut dalam sesaat, sebelum akhirnya pria itu berkata, "rambutmu seperti singa,"

Cho Miyeon langsung berdecih dan menepis tangan besar Seongwoo yang sebelumnya mengusap kepalanya. Ong Seongwoo tertawa melihat reaksi Miyeon, lalu pria itu berkata, "segeralah mandi dan bersiap, aku sedang menyiapkan sarapan,"

Oh, aroma gurih ini ternyata berasal dari masakan Ong Seongwoo. Seakan ingin memberi Miyeon privasi, Ong Seongwoo segera menyingkir dari hadapan Miyeon dan kembali masuk ke area dapur untuk menyelesaikan masakannya. Gadis dengan rambut panjang yang berantakan itu pun tak menyia-nyiaan kesempatan, dia segera bangkit dari sofa berjalan dengan langkah cepat ke arah kamar mandi.

Begitu masuk di kamar mandi, dia baru merasakan perasaan aneh dan tidak nyaman di area kewanitaannya hingga membuatnya meringis pelan menahan sakit. Semalam memang yang pertama untuknya, dan dia baru tahu jika setelah melakukannya maka akan muncul rasa tidak nyaman seperti ini, padahal saat melakukannya dia tidak merasakan perasaan tidak nyaman sama sekali.

Gadis itu pun segera melepas selimut yang membungkus tubuhnya dan berjalan ke arah wastafel dan betapa terkejutnya dia begitu melihat beberapa tanda merah di bagian depannya.

"Aish, dokter sialan," desis Miyeon pelan. Ingatkan Miyeon untuk memukul kepala pria itu karena bersikap sebrutal ini. Untung saja area lainnya aman, maksudnya area yang berkemungkinan dilihat orang tidak ada tanda merah sama sekali. Jadi dia tidak perlu khawatir untuk berangkat kerja.

Omong-omong, jam berapa ini? Dia harus segera bersiap dan berangkat.

*The Moon*

Mobil yang Ong Seongwoo kendarai berhenti di basement rumah sakit. Pria itu melepas sabuk pengamannya lalu menoleh ke arah gadis di sebelahnya.

"Kau sungguh tidak apa-apa pergi kerja dengan pakaian yang kemarin?" tanya Miyeon begitu selesai melepas sabuk pengamannya. Seongwoo menoleh ke arah kemeja kerja yang sama dengan yang kemarin ia pakai, dia belum ada waktu untuk pulang karena semalam dia terlalu sibuk untuk sekedar pulang untuk mengambil kemeja ganti.

          

"Tidak apa-apa, lagipula nanti juga akan pakai jas putih," kata Seongwoo sambil tersenyum lebar.

"Jangan tersenyum terus seperti itu," kata Miyeon.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa, cuma sebal saja," kata Miyeon lalu memutar sedikit cermin di bagian atas mobil dan mengarahkan padanya. Dia memperbaiki kunciran rambutnya dan membersihkan matanya untuk beberapa saat.

"Nanti pulang bersama lagi?" tawar Seongwoo dengan wajah ceria.

"Tidak mau,"

"Wae??!!" sewot Seongwoo, wajah cerianya langsung hilang, diganti dengan kerutan di dahinya.

"Aku mau pulang sendiri,"

"Kenapa pulang sendiri kalau kau punya pacar yang bisa diandalkan?" tanya Seongwoo, masih tidak terima karena Miyeon menolak untuk diantarkan pulang.

Cho Miyeon melirik Seongwoo sinis, "kalau kau mengantarku pulang, kau pasti akan mampir lagi di apartemenmu, dan besok, kau akan pakai baju yang sama lagi untuk berangkat kerja,"

"Bagaimana kalau kita pulang ke rumahku dulu untuk ambil baju setelah itu baru mengantarmu pulang?" Ong Seongwoo masih saja memberikan penawarannya.

Namun sang gadis menggeleng tegas, "Seongwoo-ssi, kita mungkin memang pacaran. Tapi bukan berarti aku harus menghabiskan seluruh waktuku bersamamu, kau tetap harus memberikanku waktu untuk diriku sendiri,"

Ong Seongwoo menghembuskan napas berat. Miyeon benar, seharusnya dia tidak boleh egois. Bagaimana pun Miyeon pasti butuh waktu untuk dirinya sendiri, untuk privasinya. Akhirnya Seongwoo mengangguk.

"Tapi jika memang kau butuh bantuanku, kau harus menghubungiku," kata Seongwoo.

"Iyaa," jawab Miyeon lalu gadis itu melambaikan tangannya kecil ke arah Seongwoo, menyuruh agar Seongwoo mendekat. Seongwoo tidak tahu tapi dia menurutinya.

"Tutup matamu," kata Miyeon. Perasaan bahagia langsung memenuhi rongga dadanya, dia bersemangat dan buru-buru menutup matanya, karena jujur saja, yang dia bayangkan adalah Miyeon memberikannya hadiah ciuman, mungkin. Beberapa saat Seongwoo menunggu namun akhirnya yang terjadi adalah dia merasakan kepalanya disentil dengan cukup keras hingga membuatnya mengaduh dan menatap Miyeon bingung.

Gadis itu tertawa kecil melihat Seongwoo kesakitan, "kenapa kau menyentilku?" tanya Seongwoo bingung.

"Karena kau berbuat kesalahan. Kalau berbuat salah harus dihukum," kata Miyeon masih tersenyum, sesekali terkekeh melihat Seongwoo mengusap-usap keningnya yang terasa nyeri. Miyeon memang tidak main-main kalau memukul orang.

"Lalu ini..." Miyeon memajukan wajahnya dan membuat Seongwoo kaget ketika keningnya yang baru saja disentil Miyeon kini dikecup oleh gadis itu. Jantungnya berdebar-debar dan debarannya semakin menggila begitu melihat gadisnya tersenyum lembut ke arahnya, "itu hadiah karena sudah membuatkan sarapan dan mengantar ke tempat kerja,"

Tolong, siapapun tahan Seongwoo agar tidak memasukan Miyeon ke dalam karung dan membawanya pulang sekarang juga.

*The Moon*

Cho Miyeon kembali kepada rutinitasnya, mencuci sawi. Dia masih belum boleh memegang kompor oleh kepala koki, entah kenapa alasannya. Tapi hal ini tidak menjadi masalah untuknya, karena kalau dipikir-pikir mereka sendiri yang akan rugi, tugasnya hanya mencuci sawi, memotong bawang atau memotong sayuran saja, sednagkan gajinya sebesar mereka yang sibuk mondar-mandir memasak di dapur. Yah, walaupun memang membungkuk seharian sambil mencuci sayur mayur bisa membuat pegal tapi tetap saja ini pekerjaan yang cukup mudah, bahkan anak sekolah dasar pun bisa melakukannya.

2. The Moon (Wannaone Universe - Ong Seongwoo) (UNCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang