part 15

2.5K 193 5
                                    


Saat ini aku tengah menikmati es krim dengan Kafi. Dia masih ingat dengan es krim kesukaanku. Ku pandangi wajahnya dengan diam-diam, seandainya kamu tidak selingkuh Mas, mungkin kita bahagia dengan Rendra saat ini. Bertiga kita menikmati es krim, jalan-jalan sekeluarga ah sungguh menyenangkan. Tetapi itu hanya khayalan sekarang Mas, kamu menghancurkan semuanya.

Mungkinkah sesuatu yang telah rusak dapat kembali menjadi utuh seperti sedia kala? Mungkin ada yang menjawab bisa, ya kalau rusaknya sedikit tetapi kalau rusaknya parah?

" Yan..aku ingin seperti ini lagi, menikmati masa indah seperti dulu. Bisa nggak Yan?" tanya Kafi serius dengan menatapku.
" Siapa yang dulu membuat masa indah kita hancur Mas? Kalau kamu yang menghancurkan kenapa ingin mengulang kembali? Apa dulu kamu tidak berpikir bahwa yang hancur sulit untuk dipersatukan kembali?" jawabku tenang.
" Aku akui, aku salah. Aku ingin menebus kesalahan itu."
" Sudah jangan bahas masa lalu, kalau sudah selesai makan es krim ini, aku pulang." kataku mengalihkan pembicaraan.
" Ku mohon Yan..kita jalan-jalan sebentar." Kafi memandangku dengan tatapan menghiba. Aku hanya menganggukkan kepala.

Selesai makan es krim, kita jalan-jalan menikmati keindahan taman. Banyak percakapan yang kadang membuat aku lupa kalau Kafi sekarang bukanlah suami ku lagi. Aku merasakan bahwa perlahan aku sudah menerima Kafi lagi tetapi sebagai teman.

Perasaan yang dulu membuat aku menjaga jarak dengannya, yaitu kebencian, sekarang aku sudah bisa mengontrolnya. Kebencian itu masih ada tetapi tidak separah dulu.
Ku akui Kafi merupakan sosok yang enak di ajak ngobrol, pantas aja kerjanya di bagian marketing kalau nggak pinter omong ya gak jalan kerjaannya.
" Yan..aku seneng banget. Nonton yuk kayaknya ada film cina apa korea deh yang lagi tayang. Itu kesukaanmu kan?" Kafi bertanya dengan menatapku, jangan lupakan senyumnya terlihat bahagia.
" Boleh," jawabku singkat. Tanpa ku duga Kafi langsung memelukku erat. Aku merasakan jantung ini berdebar kencang dan entah kenapa potongan adegan di mana Kafi sedang bermesraan dengan wanita itu mendadak muncul di kepala. Tubuh yang memelukku ini juga pernah memeluknya, tangan ini juga pernah meraba tubuhnya, walau bau parfum Kafi masih sama seperti dulu tetapi gambaran dia bercinta berulang-ulang muncul. Entah mengapa aku merasakan mual karenanya, aku melepaskan pelukan Kafi dan menjauh darinya.
Aku jongkok di tempat yang sepi, ku keluarkan semua isi perutku. Kafi menghampiri dan memijat tengkuk dan mengoleskan minyak kayu putih di leherku.
Setelah ku rasakan agak mendingan, aku berdiri dan berjalan ke kursi taman. Aku terduduk dengan lemas.
" Minum teh anget ini dulu Yan, kamu pasti masuk angin ini." kata Kafi dengan menyodorkan segelas teh yang entah dari mana dia dapatkan.
Aku meminumnya sampai tandas. Ada apa dengan ku ya? Kenapa aku harus mual dan jijik begitu teringat kejadian itu?
" Terima kasih. Maaf kita tidak bisa melanjutkan nonton." kataku kemudian.
"Tidak apa-apa, masih banyak waktu untuk kita. Bagaimana sudah agak baikan?" tanya Kafi
" Sudah, kamu dapat kayu putih dari mana? Aku juga bawa, cuma tadi belum sempat aku keluarkan."tanyaku penasaran.
";Yan, sejak dulu kamu ingatkan aku untuk selalu bawa minyak angin, di saku pakaian atau celana selalu ada. Kamu lupa?"
Aku jadi teringat, dulu Kafi sering kembung perutnya karena pekerjaannya yang mengharuskan dia kena angin luar. Aku selalu menyiapkan minyak angin botol kecil dalam tas kerjanya atau dalam saku celana. Kenangan demi kenangan kini bermunculan kembali. Entah siapa kini yang menyiapkan keperluan kerja mu Mas?
"Makan dulu ya sebelum pulang." ajak Kafi dengan menggandeng tanganku.
" Nggak usah Mas, aku pulang saja." jawabku dengan pelan, sebenarnya lapar juga tetapi aku enggan makan dengannya.
" Kalau begitu aku antar pulang." kata Kafi yang membuat aku termangu. Pulang bersamanya, berarti nanti dia tahu rumah nenek dan sewaktu-waktu dia bisa datang dan bertemu Rendra...ah jangan sampai ini terjadi.
" Aku naik taksi saja Mas, kamu juga perlu istirahat." elakku.
" Baiklah kalau itu mau mu, aku pesan taksi dulu." akhirnya Kafi mengalah. Aku tersenyum dalam hati.
Akhirnya aku naik taksi dalam perjalanan pulang. Tetapi naluri ku mengatakan kalau ada yang membuntuti, dan ternyata benar..itu mobil Kafi membuntuti taksi yang aku tumpangi. Dia pasti ingin tahu di mana aku tinggal, karena selama ini entah dengan siapa saja alamat yang aku pakai adalah alamat kafe, maksud aku sekalian promosi.
" Pak, nanti tolong sampai di depan pertokoan itu kita berhenti ya !" kataku pada pak sopir.
" Maaf mbak, bukannya kita belum sampai ya?" tanya sopir taksi keheranan.
" Begini pak, itu ada mobil yang membuntuti saya, dia mantan suami. Bapak saya bayar penuh, nah sesudah saya turun bapak nunggu di sini sekitar lima atau sepuluh menit ya, seakan-akan bapak nungguin saya. Sesudah itu bapak boleh lanjut pergi. Ok ?" kataku seraya menyerahkan ongkos taksi dan tersenyum geli. Rasain Kafi, memangnya aku bodoh..

Tepat di deretan pertokoan yang ramai, karena selain banyak toko juga banyak pedagang kaki lima, aku turun dan segera memasuki salah satu toko baju. Aku melihat ke arah luar ternyata mobil Kafi juga berhenti. Aku harus sembunyi. Di saat aku kalut mau sembunyi di mana tiba-tiba..
BUGH...aku menabrak tubuh seseorang.
" YAYAN....," belum selesai dia berkata sudah aku bungkam mulutnya dengan tangan, dan aku merangkulnya untuk jongkok  bersembunyi.
" Hust diam Mas, aku dalam bahaya. Bantu aku!" aku berbisik padanya. Dia sosok yang aku tabrak tadi yang tidak lain adalah Zulfikar.
" Kamu masuk ke kamar ganti, aku mau omong sama pramuniaga nya." kata Zulfi dengan pelan dan menuntunku masuk ke kamar ganti. Entah apa yang di omongkan pada mbak pramuniaganya, dia ikutan masuk ke kamar ganti yang sempit.
" Ngapain kamu ikut masuk?" tanyaku pelan takut terdengar sampai luar. Zulfi malah mendekat yang membuat jantung berdetak kencang.
" Nanti kalau Kafi masuk ke sini dan memeriksa kamar ganti biar dia tahunya cowok yang ada, paham?" Zulfi berbisik di telinga, yang tanpa dia sadari membuat bulu kuduk meremang. Benar juga aku mendengar percakapan dari luar dan pintu kamar ganti di ketuk dari luar.
" Maaf yang di dalam sudah belum ya, mencoba pakaiannya?" tanya seseorang dari luar.
" Bentar mbak ini masih nyoba hem yang satunya lagi, masih telanjang ini." jawab Zulfi setengah berteriak. Aku tersenyum geli melihatnya, dia bersender di tembok dan aku berdiri mepet di depan kaca. Ku amati wajahnya dari cermin di depan, cukup tampan dan tinggi. Aku hanya sepundaknya, kalau aku menciumnya pasti aku harus jinjit ini. Astaga..kenapa pikiran aku sampai kesitu? Ku pejamkan mata untuk menghalau pikiranku yang macam-macam.
"Sudah aman sekarang, kamu mau sampai kapan terpejam?" kata Zulfi tepat di telinga. Aku membuka mata perlahan dan tepat di depan mata terpampang wajah Zulfi dengan senyumnya.
" Aku membantu tidak gratis." Zulfi tiba-tiba mencium pipi kanan dan kiri bergantian dan dengan santainya dia lalu keluar. Aku segera menyusulnya keluar, dan ku cubit tangannya sekeras mungkin.
" Ini semua karena mu ya, udah gitu nolong gak ikhlas." kataku dengan tangan masih bertengger di lengannya.
" Aduh Yan, iya maaf." aku segera melepas cubitan pada lengannya.
" Coba kalau kamu nggak nyuruh aku buat dekat sama Kafi, nggak begini jadinya." aku mengajak Zulfi keluar dan menceritakan semuanya.
" Waduuuh Yan..parah ini. Terus bagaimana kelanjutannya kalau kamu di sentuh  Kafi terus masuk angin?"
" Sudah aku mau pulang, besok saja di lanjutkan." kataku kemudian. Aku masih dongkol dengan Zulfi yang mencium seenaknya.
" Aku antar, ayo." Zulfi menggandeng tanganku menuju tempat parkir, dan membukakan pintu mobil. Sungguh manis perlakuannya kali ini.
" Makasih untuk semuanya, dan maaf aku mencium mu tadi." kata Zulfi memecah kesunyian.
" Kalau mau cium itu halallin dulu." jawabku singkat. Mendadak mobil berhenti, ada apa ini?
" Kenapa Mas, mogok mobilnya?"
" Kita ke KUA sekarang." jawab Zulfi mantap.
" Ngapain malam-malam, mau ronda?"
" Biar bisa nikah besok pagi, katanya kamu minta di halallin dulu?" jawaban Zulfi membuat aku semakin gemas. Kok ada ya manusia semacam Zulfi?
" Yan, aku serius..aku ..ehm benar-benar jatuh cinta padamu." Zulfi meraih tanganku dan menggenggamnya erat. Ku rasakan debaran jantung yang melebihi kecepatan lari kuda.
" Kita nikah kalau kamu sudah siap." Zulfi masih menggenggam tanganku dan melajukan mobilnya dengan satu tangan. Untung suasana jalanan lengang.
Aku sibuk dengan pikiran sendiri sampai tidak menyadari kalau sudah sampai di depan rumah.
Ku lepas sabuk pengaman dan berniat keluar sebelum tanganku di tahan Zulfi.
" Sebentar Yan, ada yang perlu aku bicarakan tapi rahasia. Sini." kata Zulfi menyuruhku mendekat. Aku pun mendekatkan wajah pada Zul dan deg-degan, apa yang akan dia bicarakan ya?
CUP..mataku membelalak kaget. Lagi dan lagi Zulfi menciumku tanpa ijin, tetapi mengapa aku tidak bisa menolaknya? Bahkan berharap lebih.
Aku bahkan tidak memejamkan mata karena kaget. Zul mencium pipi kanan dengan lembut di lanjut pipi kiri dan perlahan mencium bibir. Ku rasakan bibirnya menyatu dengan bibir ku. Dada rasanya mau meledak. Ini bukan ciuman pertama tapi rasanya tidak bisa di ungkapkan.
Apa mungkin karena aku sudah lama tidak pernah berciuman lagi?
" Selamat malam yang..tidur yang nyenyak." kata Zulfi lembut di telinga. Bolehkah aku berharap lebih karena perlakuannya?

"

Hati Yang TergoresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang