47. You're not dead

600 34 2
                                    

BRAKK

Tiga orang berpostur tegap dengan benda bewarna hitam melekat di telinga mereka sebagai pearantara komunikasi keluar dari sebuah mobil van. Dipimpin oleh seorang lelaki dengan kulit bewarna terang mereka berjalan menuju sebuah gedung tua tak berpenghuni.

Langkah ketiganya tertahan tatkala melihat beberapa preman bertubuh gempal terkapar tak berdaya di pelataran gedung tersebut.

"Semoga kita tidak terlambat," Ujar seorang yang memimpin.

"Kalian berdua bereskan ini segera. Dan yah, untuk berjaga jaga siapkan ambulans. Aku akan masuk ke dalam gedung untuk mencari Ranu."

"Baik, Tuan Jay" kedua orang itu mengangguk patuh pada pria bernama Jay yang telah melesat masuk ke dalam gedung.

Sebenarnya, Ranu telah melarang Jay datang membantunya demi keselamatan Raline. Walau demikian, Jay tetap bersikeras datang sebagai antisipasi karena Gavin adalah orang yang licik dan tidak mudah ditebak. Ia bisa saja membunuh Raline dan Ranu sekaligus. Sebab itu, setelah perdebatan singkat, Jay akhirnya diperbolehkan datang tetapi dengan selang waktu yang cukup jauh dari kedatangan Ranu agar Gavin tidak curiga.

Jay mengendap masuk ke dalam gedung, samar-samar ia mendengar orang sedang berkelahi. ia semakin yakin bahwa posisinya saat ini sudah dekat dengan lokasi Ranu dan Raline berada.

Saat hendak masuk lebih dalam, langkahnya tiba tiba terhenti kala melihat sebuah bayangan hitam melintas di lantai empat gedung tua itu.

Dengan keyakinan kuat, ia mengubah langkah kakinya mengikuti bayangan itu. Entah kenapa firasatnya menjadi buruk.

Langkahnya semakin cepat mengkuti tempo bayangan di lantai dua tersebut. Namun naas, bayangan itu tiba tiba berhenti dan membuat Jay kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjerambab apabila tidak cepat cepat berpegangan pada tiang gedung yang berukuran besar.

"Apa dia tahu aku sedang mengikutinya?" gumam Jay.

Perlahan, pria itu menyembulkan kepalanya untuk melihat bayangan itu.

"Ssial! ternyata dia sadar aku mengikutinya" umpat Jay sebelum kemudian berlari cepat mengejar bayangan itu.

"Bangsat! kemana perginya dia?" Jay meraup wajahnya frustasi telah kehilangan jejak bayangan itu sepenuhnya.

Ia percaya kehadiran orang itu pasti bukan pertanda baik. Segera, Jay menyentuh benda hitam mengkilat di telinganya seraya berkata: "Kode merah, menuju lantai empat gedung A, ada seorang snipper, tangkap dia secepat mungkin!"

***

BUGH

BUGH

BUGH

Raline terbelalak dengan napas yang tak berani keluar menyaksikan Ranu yang murka seketika berubah menjadi predator mematikan untuk Gavin. Tanpa jeda, dia membrutal menghajar Gavin dengan kepalan besi miliknya hingga wajah pria itu tak lagi berupa. Merah, dipenuh darah yang keluar dari lubang hidung dan mulutnya. Pria yang datang untuknya  itu terlihat tidak menyimpan belas kasih pada sosok lawannya yang sudah tidak  berdaya.

Ya, Ranu sudah jelas akan membunuh Gavin dan Raline tidak bisa membiarkan itu terjadi.

"Ranu, hentikan!" seru Raline, menerjang Ranu dengan tergesa-gesa. Sambil menahan pria itu agar menjauh dari Gavin, Raline merangkul bahu Ranu dari depan "Dia sudah sekarat Ranu! Kamu bisa membunuhnya!" Raline kembali berseru seraya mendorong tubuh Ranu yang meraung-raung itu untuk mundur.

"Lepas! Bajingan itu harus mati!" Ranu mengerang, kedua matanya mencelang merah.

Raline hampir meneteskan air mata karena tak kuat lagi menahan Ranu yang terus bergerak maju, berambisi besar membunuh Gavin.

          

"Sadarlah Ranu! Kumohon hentikan!" Bentak Raline, nyaring. Namun Ranu tetap tidak menggubris seolah telinganya tersumbat, dan yang ia tahu hanyalah keharusan menghabisi Gavin secepat mungkin. 

Sampai ketika Raline melepas rangkulannya di badan Ranu dan menelangkup wajah laki-laki itu dengan cepat, Ranu terhenti.

"Lihat aku!" ucap Raline, lalu seketika itu juga ia dapat menyaksikan dengan jelas betapa merahnya kedua mata Ranu saat itu. Raline mengusap rahang Ranu dengan kedua tangannya kemudian melanjutkan dengan mata yang berkaca-kaca, "Sudah cukup, ya? Aku baik-baik saja. Tolong hentikan, kamu sudah berjanji tidak akan membunuh siapapun lagi, kan?"

Seperti bara api menyala yang terkena percikan air hujan, amarah Ranu mulai padam. Tatapannya mulai meredam dan kembali tenang ketika berpandangan dengan Raline yang berada tepat dihadapannya.

Melihat perubahan Ranu, Raline menghembuskan napas lega, "Kita pulang, ya?"

Ranu menganggukkan kepalanya. Ia menggapai tangan Raline yang masih memegangi pipinya, hendak menggandeng wanita itu untuk keluar dari sana tapi....

"Ranu awas!!!"

Apa yang bisa Ranu rasakan saat itu adalah tubuhnya yang tiba-tiba bergerak 180 derajat, begitu cepat berpindah posisi seperti terbawa angin yang berputar. Berselang tak sampai satu hembusan napas kemudian, bunyi ledakan senjata sejenis revolver terdengar menggelegar di tempat beratap tinggi itu.

DOR!

Letupan suara keras yang sangat tak asing bagi rungunya, menggelegar ke penjuru ruang. Sepasang mutiara hitam itu terbuka lebar-lebar. Sesuatu tarasa menjepit tenggorokannya hingga napasnya tertahan. Ranu mematung, denyut nadinya seakan berhenti, darah tak lagi menderas atau mendidih, tubuhnya membeku.

Ia merasa sesuatu yang hangat sedang mendekap tubuhnya erat.  Perlahan tangan yang awalnya mengalung di lehernya begitu erat mulai mengedur di antara waktu yang menjadi lambat. Tubuh yang baru saja menjadi perisainya itu pelan-pelan merosot namun Ranu dengan sigap menopangnya.

Tangan Ranu bergetar, terangkat menyentuh bahu kiri Raline

Hangat...

Kental...

Dan merah...

Laki-laki itu termangu mendapati tangannya dipenuhi darah segar. Lututnya melemas. Seketika seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan untuk menopang dan...

Brugh

Mereka berdua ambruk di atas tanah dengan Ranu yang merengkuh erat tubuh lemas tak berdaya Raline.

"Raline?"

Ranu menegang, tubuhnya sepenuhnya menjadi kaku kala melihat darah yang begitu banyak keluar dari dada kiri wanita itu. Ia terpaku, mulutnya tenganga dan napasnya tersendat begitu saja.

Sebuah sentuhan lembut yang bergerak di rahangnya membuat Ranu beralih, ditatapnya sepasang mata indah wanita yang kini berlinang. Wanita itu menggerakkan bibirnya, berusaha mengucapkan sesuatu dengan sisa nyawanya. Sesuatu yang ingin Ranu dengar darinya.

"I l-love you, Ranu... from the deepest heart."

Mendengarnya, Ranu terisak semakin kencang. Wajah lelaki itu berbanjir air matanya sendiri yang menderas. Dengan dada yang masih bergemuruh, Ranu merengkuh tubuh lemas di pangkuannya itu kuat-kuat.

"Tidak apa. Aku disini,  kamu pasti akan baik-baik saja, aku janji."

Suara berat yang selalu lantang kini terdengar terputus-putus oleh isak tangis yang bertautan.

If Something Happens I Love YouWhere stories live. Discover now