Harapan

13 1 0
                                    

Satu bulan berlalu, keadaan Eric ternyata terus mengalami peningkatan, dokter sangat senang mengumumkan hal tersebut, ia pun tak menyangka jika kondisi pasiennya yang satu ini dapat meroket ke arah yang sangat baik, seperti ada mujizat bagi Eric. "Semenjak kehadiran Letty, Eric semakin sehat ya." Dokter bergurau ketika sudah selesai memeriksa.

"Tentu saja dok, lihatlah mereka seperti perangko dan surat, tidak terpisahkan." Ucap Mira menggoda.

"Ma..." Eric menjadi salah tingkah.

"Letty mengurus Eric dengan sangat baik." Lanjut Ramon.

"Letty, kau bisa melamar sebagai suster, aku lihat kau sangat telaten." Dokter kemudian merapikan map di tangannya.

"Jangan dok, nanti dia bisa merawat semua pasien, sedangkan aku ditelantarkan, aku tidak akan siap dan mampu." Ucap Eric membuat semuanya tertawa.

"Huh Kak Eric menggombal!" ketus Shilla.

"Ah hangat sekali keluarga ini, semoga saya segera menerima kabar baik dari hubungan kalian ya. Sayang sekali saya harus permisi untuk memeriksa pasien lain ya." Semua mengangguk dan mengucapkan terimakasih.

"Letty, kami titip Eric ya, kami harus pulang, Shilla harus ke sekolah." Ucap Mira.

"Baik tante."

"Terimakasih Letty." Ucap Ramon.

"Dah Kak Eric dan Kak Letty, jangan merindukan Shilla yang lucu ini." Semuanya tertawa lagi-lagi.

"Dah..."

Ruangan kembali hanya diisi oleh Letty dan Eric.

"Theo sudah mengabarimu?" Letty sudah bercerita banyak pada Eric begitupun sebaliknya, sekarang tak ada rahasia lagi diantara mereka berdua. Letty mengangguk untuk menjawab pertanyaan Eric.

"Dia akan segera menikah dengan Cecil karena Cecil sedang mengandung anak Theo, dia akan mengirimkan undangannya, ia berharap kita bisa datang, kami juga sudah video call, ia meminta maaf atas semuanya dan turut senang ketika aku mengabarkan tentang kondisi kamu yang sudah membaik." Jawab Letty, panggilan mereka juga sudah berubah menjadi "aku" dan "kamu" agar terlihat lebih manis.

"Dia sudah sangat baik padamu, menjagamu, aku harus berterima kasih padanya." Letty mengangguk lagi, namun Eric melihat ada wajah sedih yang terlukis pada diri Letty.

"Ada apa? Kau merindukannya." Letty menatap tajam Eric.

"Aku akan menghajarmu sekarang jika membahas itu." Eric tertawa.

"Aku hanya takut kita harus berpisah lagi ketika aku harus kembali ke New York."

"Maka kita tidak perlu berpisah."

"Maksudmu?"

"Aku akan mencari tempat kuliah disana."

"Tapi, keadaanmu?"

"Aku sudah sangat siap mati kapanpun itu Letty." Letty benar-benar jengkel pada laki-laki dihadapannya ini.

"Kamu ini sembarangan sekali jika berbicara! Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan keluargamu? Perasaanku?" Letty meneteskan air mata.

"Letty, kamu sudah tahu konsekuensi menjalin hubungan denganku? Aku sudah pernah sampaikan ketika aku meminta kamu menjadi pacarku, 2 minggu yang lalu." Letty terdiam, ia memang ingat ketika Eric memintanya untuk menjadi kekasih hatinya tepat di taman saat mereka sedang menikmati sore berdua.

"Kamu harus selalu siap meneruskan hidupmu tanpa aku, bersiap dengan lembaran yang baru dan dengan orang baru yang baru juga." Letty menggeleng.

"Apa bisa kita tidak membahas ini dan pergi ke taman?" tanya Letty menghapus air matanya. Eric menghela nafas kemudian mengangguk. Letty membantu Eric untuk naik ke kursi roda.

"Dokter bilang, kamu sudah boleh pulang dan tinggal rawat jalan."

"Aku sudah dengar dari Papa dan Mama. Ucapan yang sama pernah aku dengar tahun lalu." Ucap Eric, saat ini mereka menikmati sore hari di taman rumah sakit.

"Aku yakin kamu pasti sembuh." Letty menggenggam tangan Eric.

"Letty, aku ingin mendengar apa yang kamu mau lakukan setelah lulus kuliah, aku hanya pernah dengar kamu ingin membahagiakan orang tua, mengangkat derajat keluarga, tapi aku mau lebih jauh." Eric menatap wajah Letty.

"Menikah dengan kamu." Eric tertegun, begitu mudah Letty mengucapkannya.

"Kamu yakin?" tanya Eric hati-hati.

"Kamu tidak yakin?" tanya Letty.

"Yakin, kalau hari ini juga aku boleh menikahimu, aku siap." Mereka berdua tertawa.

"Aku ingin tinggal di Bali, dekat pantai, sama kamu." Lanjut Letty, ia sibuk menatap ke atas, awan sangat bagus, sinar matahari sore tidak terlalu menyengat, sangat indah langit sore ini.

"Aku ingin di depan rumah kita ada rumah pohon untuk anak-anak kita bermain nanti." Eric mengusap pipi Letty.

"Aku ingin menghabiskan masa tuaku dengan kamu, menghabiskan sisa umurku sama kamu." Lanjut Letty.

"Aku juga." Balas Eric, mereka berpelukan.

"Kita akan mampu mewujudkan itu semua kan, Ric?" tanya Letty saat ia meletakkan kepalanya pundak Eric.

"Cinta kita yang akan membuat semua itu terwujud, cinta yang besar dan abadi." Balas Eric, mengecup kening Letty.









Hai readers!

Tanpa berlama-lama lagi, kita akan menuju ending, siapa yang menyangka ya akhirnya kisah friendzone ini akan segera berakhir, bakal kangen banget sama Letty dan Eric nih, kalian kangen juga gak?

Di part ini ngerasa deep karena Eric tuh udah mulai pasrah tapi disaat itu juga Letty datang dan menjadi support system terbaiknya. Menurut kalian part ini gimana? Yuk jangan lupa vote dan comment ya...

Salam sayang,

Author

Stand By MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang