_____________
"JOY! TIAN! SINI KALIAN! JANGAN LARI DARI IBU!"
Saat ini, Joy dan Tian sedang menjadi buronan oleh Bu Tyas karena kedapatan masuk sekolah dari pagar belakang dengan memanjat tembok. Mereka sudah terlambat lebih dari lima belas menit. Alasannya tidak lain tidak bukan, karena menongkrong di warung seberang sekolah yang di sana juga banyak anggota Phoenix berkumpul dari berbagai macam sekolah.
"Run bestie, run!" teriak Joy pada Tian yang tertinggal di belakangnya.
"Joy, Bu Tyas makin deket!" Tian berkata di sela-sela nafas tersenggal-senggalnya.
Mereka terus berlari mengitari sekolah. Hanya seperti itu, sampai guru gendut itu berhenti dengan bersetengah jongkok sambil mengatur nafasnya yang hampir habis.
"I..bu... ca...pek..."
Melihat Bu Tyas berhenti, Joy dan Tian juga ikut berhenti. Mereka juga sedang mengatur nafas yang naik turun.
"Yyahhh..., padahal lagi seru Bu. Yuk bisa yuk, kurus yuk."
Bu Tyas langsung berdiri tegap. Kedua tangannya ia letakkan di pinggang. "Kurang ajar! Sini kalian!"
Tian menatap Joy yang sudah bercucuran keringat seperti dirinya. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Joy untuk membisikkan sesuatu. "Kita nyerah aja kali, ya?"
"Kagak! Yang ada kita mampus Yan."
"Kasian, orang tua Joy. Kalo sesak nafas, terus pingsan, gimana? Lo mau ngangkatnya?"
Joy berpikir sebentar. Apa yang di katakan Tian ada benarnya, mereka akan bertambah repot nanti. Tapi, jika mereka menyerah, 'serangan tanpa alasan' akan mendarat di bokong mereka.
"Oke, Bu! Kami nyerah. Tapi, ada syaratnya." Joy sedikit berteriak agar Bu Tyas dapat mendengar apa yang dia katakan.
"Apa?" tanya Bu Tyas dengan galak.
"Syaratnya... KABOOORR!!!"
Joy menarik tangan Tian dan membawanya berlari lagi. Karena tanpa aba-aba, Tian hampir tersungkur ke depan, dan Joy tidak peduli itu. Menurutnya, yang paling penting adalah menyelamatkan diri dari Bu Tyas. Bukan hanya akan mendapat 'serangan tanpa alasan', tapi Bu Tyas akan menghukum mereka membersihkan toilet sampai kinclong, menyapu halaman sekolah yang luasnya sudah seperti kebun sawit, dan yang paling mengerikan, mendapat surat panggilan orang tua.
Sementara, Bu Tyas tidak tinggal diam. Dia mengejar Tian dan Joy dengan langkah yang sangat pelan karena kelelahan, membuatnya harus tertinggal jauh di belakang.
Joy tidak peduli dengan teriakan menggelegar guru itu yang terus meneriaki namanya. Sampai akhirnya, teriakan itu hanya terdengar sayup-sayup dan akhirnya menghilang. Pelarian Joy akhirnya berhenti dan membuahkan hasil.
Joy menoleh ke belakang. Dia merasa aneh karena Tian sedari tadi tidak bersuara. Mata Joy langsung melebar melihat wajah cowok itu merah padam dengan bola mata yang ke atas hanya menyisakan putihnya saja.
"Tian lo kenapa?" Joy menepuk pipi Tian kencang dengan wajah panik. "Sawan lo kambuh? Sesak nafas? Atau lo lagi nahan berak? Jawab dong, gue takut! Aduhhh... mana lidahnya melet lagi." Dia masih berusaha menyadarkan temannya itu dengan berbagai cara. Sampai akhirnya jurus yang sudah lama ia pendam-pendam akhirnya keluar.
"Jurus meninggalkan teman pas lagi susah." Joy berlari kencang setelah meletakkan tubuh Tian di bawah pohon cemara. Yang lebih penting dari apapun, dia harus menghindari Bu Tyas terlebih dahulu yang suaranya terdengar sayup-sayup lagi.
"Maafkan aku temanku. Engkau harus berjuang sendiri, karena dunia ini memang kejam. Semoga engkau terhindari dari serangan buldoser," kata Joy di sela-sela dia berlari.
*********
Ternyata Joy salah, dia kira Bu Tyas akan menyerah mencarinya, tetapi dia malah merekrut pasukan untuk mencarinya sampai ke ujung sekolah.
Sekarang Joy sedang bersembunyi di dalam kelas, tapi bukan kelasnya melainkan kelas Abil yang saat itu penghuni kelas itu sedang pelajaran olahraga. Joy bisa istirahat sebentar di kelas ini sebelum dia tertangkap dan di serahkan hidup-hidup pada Bu Tyas.
Joy menenggelamkan kepalanya di cela-cela tangan yang ia lipat di tekukkan lutut. Dia masih berusaha menetralkan nafasnya. Bajunya sudah banyak kuyup oleh keringat.
Lama dia di posisi itu, sampai karena lehernya terasa pegal akhirnya Joy mengangkat kepalanya. Awalnya tidak ada yang terjadi, tetapi setelah Joy membuka matanya, jantung Joy nyaris copot melihat wajah Aan yang begitu dekat dengannya.
Aan menyeringai. Matanya tidak lepas dari Joy yang masih menunjukkan wajah terkejut.
"Lo!" pekik Joy dengan suara tertahan. Dia tidak ingin pasukan Bu Tyas yang mencarinya di luar sana dengan cepat menangkapnya. "Lo ngapain di sini?!"
"Seharusnya yang nanya itu gue, lo ngapain di kelas gue?" tanya Aan balik.
"Kelas lo?" Joy menatap sekeliling kelas itu, lalu tersadar kalau Abil dan Aan ada di kelas yang sama.
"Lo mau ngintip gue, ya?" Seringai di bibir Aan semakin lebar. Dia semakin memajukan wajahnya ke wajah Joy yang tentu saja di dorong kuat oleh Joy.
"Lo kira gue cewek apaan mau ngintip lo?" ucap Joy dengan sewot.
"Terus, lo mau--"
Joy tiba-tiba membekap mulut Aan saat mendengar pasukan Bu Tyas lewat di luar kelas. Dia meletakkan jari telunjuknya di bibirnya untuk memperingati Aan agar tetap seperti ini sampai mereka lewat.
Senyum penuh arti tercetak di wajah Aan. Kapan lagi dia bisa di sentuh Joy dengan intim seperti ini? Aan tidak akan membuang-buang momen indah ini bersama Joy. Dia mengecup tangan Joy sambil menutup matanya, menikmati sentuhan cewek itu.
Mata Joy melebar. Dia langsung melepaskan bekapan tangannya dari mulut Aan dan menatap nyalang pada cowok itu. Keinginan menonjok wajah Aan semakin-makin saat Aan tersenyum manis di depannya.
"Lo gila?!" Joy ingin menendang kaki Aan untuk mundur darinya. Tapi, suara langkah kaki terdengar mendekat. Cewek itu tidak jadi melakukan aksinya dan kini menundukkan kepalanya.
Aan menatap Joy dengan tatapan aneh sekaligus curiga. Joy terlihat seperti sedang menghindari sesuatu. Aan yakin pasti ada sesuatu yang membuat Joy bersembunyi di sini.
Langkah-langkah kaki itu semakin mendekat. Joy pasrah jika harus tertangkap, karena dirinya tetap akan tertangkap.
"Lo buronan Bu Tyas?" tanya Aan membuat Joy mengangkat kepalanya menatap cowok itu. Joy lupa, Aan juga anggota OSIS, dan Joy yakin Aan juga pasukan Bu Tyas yang mencarinya. Tamat sudah riwayat Joy.
Joy menghela nafas panjang. "Gue nyerah. Lo bisa tangkap gue." Joy benar-benar pasrah. Jika ia melarikan diri lagi, dirinya persis jadi seperti buronan yang sedang di cari polisi.
Aan bingung, tapi setelah itu terkekeh. "Dari pada lo buronan By Tyas, sekarang lo jadi buronan gue."
**********
Buronan cinta maksudmu kan, An?
Aing malah kasian ama Tian, ya Allah Joy jahat banget😭😭
Jangan lupa vote dan komen yaaa!!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
JoyAan
Teen Fiction(Privat acak! Biasakan follow dulu sebelum baca!) "Gue bilang sama mami gue lo!" gertak Aan. Joy tertawa, "gue bilang sama mami gue lo," kata Joy mengikuti ucapan Aan. "Gue aneh sama lo, lo cowok apa cewek, sih?" tanya joy meletakkan sebelah tangann...