28. My Brother, Jisung

38.8K 4.7K 594
                                    

Lebih baik tidak mempercayai sahabatmu daripada ditipu olehnya, Lee Jaemin.

Jaemin menghela nafas pelan sambil berdiri di balkon kamarnya.

Ucapan Haechan waktu itu kembali terngiang di kepalanya.

Jadi ini yang Haechan maksud?

"Brengsek sialan." Umpat Jaemin.

Jaemin mengacak rambutnya kasar.

"Kenapa juga harus Haechan?!"

"Dari semua orang, kenapa harus dia yang menipuku seperti ini?!"

"Dari semua orang, kenapa harus dia yang menipuku seperti ini?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau masih belum bertemu Jaemin?"

Haechan menggeleng pelan mendengar ucapan Renjun.

Entah kenapa sahabatnya yang satu itu sudah datang ke cafenya pagi pagi seperti ini.

"Sudah kubilang, itu bukan salahmu. Kenapa kau malah jadi merasa bersalah? Seharusnya yang yang malu itu ayahmu. Kau tidak ikut campur di dalamnya."

"Tapi aku sudah menutupinya selama 8 tahun. Setelah semalaman aku pikirkan, tenyata memang aku yang salah. Kenapa waktu itu aku tidak mengatakannya secara langsung saja? Sudah 8 tahun dan aku benar benar menutupinya rapat rapat." Ucap Haechan.

"Yakk, kalau aku jadi kau juga aku akan menutupinya. Sampai mati kalau bisa. Saat itu juga Jaemin berada di fase fase terburuknya. Wajar jika kau menutupi hal itu dari Jaemin, kan?"

"Bukan dari Jaemin..."

"Tapi Jisung..." Lirih Haechan pelan.

"Kenapa waktu itu aku harus menutupinya dari Jisung?"

"Memikirkannya saja benar benar membuatku terasa seperti orang jahat..." Ucap Haechan.

"Jisung juga sedang sakit saat kau mengetahuinya, kan? Kau juga tidak mungkin memberitahunya saat itu..." Balas Renjun mencoba menghibur.

"Setidaknya dia harus tahu siapa ayah kandungnya sebelum dia mati..." Lirih Haechan.

Renjun menatap Haechan yang menunduk dan tak tampak semangat. Dia bukan Haechan yang biasa dia lihat.

Haechan yang berisik dan menyenangkan.

"Jadi sekarang kau ingin minta maaf pada Jisung?" Tanya Renjun.

"Percuma, dia sudah mati. Mau minta maaf bagaimana kalau dia saja sudah mati?"

"Pikirkan caranya, pergi ke makamnya lalu minta maaf saja." Balas Renjun.

"Saranmu sama sekali tidak membantu. Aku akan memikirkan caranya sendiri nanti..."

"Pergilah ke ruangan Jaemin sekarang. Biasanya juga kau kesana kalau sedang bosan." Ucap Renjun.

"Aku juga tahu situasi. Dia tidak mungkin mau menerimaku. Dia pasti akan langsung mengusirku." Balas Haechan.

"Aish, kau ini. Cepat pikirkan solusi yang baik. Kau juga harus mencari jalan hidup sendiri. Kau tidak mungkin berlama lama diam dalam masalah ini, kan?"

Kamu akan menyukai ini

          

"Jalan hidup sendiri?" Tanya Haechan.

"Aku adalah tipe orang yang mengikuti alur. Bukan pergi mencari jalan hidupku sendiri..." Ucap Haechan.

"Tidak ada tanda di jalan hidup. Jika kau salah jalan, kau bisa saja berjalan ke arah yang tidak beruntung." Balas Renjun.

Haechan menoleh pada Renjun.
"Kau mengutip kata kata itu dari drama lagi?"

"Benar..."

"Aish, Huang Renjun. Kau benar benar payah. Aku lebih suka melihatmu melukis daripada harus mendengar nasehat yang kau kutip dari drama." Balas Haechan kesal.

"Jangan terlalu menganggap masalahmu seolah itu hak yang biasa, Lee Haechan."

"Kalau kau tidak segera menyelesaikannya, maka kau sendiri yang akan terjebak di dalamnya."

"Dan ketika semuanya sudah semakin rumit..."

"Bisa saja kau memilih menyerah."

Renjun tersenyum tipis, lalu bangkit dari duduknya.
"Kali ini aku tidak mengutipnya dari sebuah drama."

"Justru sebenarnya kau yang paling sering memberi nasehat baik padaku, Jeno, terutama Jaemin."

"Orang yang paling sering memberi nasehat juga sebenarnya terluka, dan dia juga pernah merasakan hal itu."

"Jadi aku memberikanmu nasehat. Agar kau tahu kalau kau tidak sendirian menghadapi masalah."

Renjun lantas tersenyum tipis.
"Aku pergi dulu..."

"Yakk, kau mau kemana?! Ini sudah mendung!!!" Tanya Haechan.

"Menemui Jeno, dia menyuruhku datang ke rumahnya!"

"Menemui Jeno, dia menyuruhku datang ke rumahnya!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun lantas datang ke rumah Jeno. Jeno bilang padanya kalau dia mengambil cuti karena moodnya sedang sangat buruk.

Renjun masuk ke dalam rumah mewah itu. Dia menemukan Jeno tengah melamun di halaman belakang.

"Kenapa melamun seperti itu?" Tanya Renjun sambil menghampiri sahabatnya itu.

Jeno menggeleng pelan.
"Bukan apa apa..."

"Kau bertengkar lagi dengan Jaemin?" Tanya Renjun.

"Kurasa begitu..."

Renjun menghela nafas pelan.
"Sudah berbaikan?"

"Tentu saja belum..."

"Kudengar Haechan akan menemui Jaemin..." Ucap Jeno pelan.

Renjun mengangguk.
"Dia akan bicara pada Jaemin tentunya..."

"Aku kasihan pada Haechan. Aku tahu dia melakukan itu karena tidak mau Jaemin terluka..." Ucap Jeno sedih.

Renjun menghela nafas pelan.
"Haechan itu benar benar bodoh dan keras kepala..."

Rain || NCT dream [PRE ORDER!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang