|39| BagasRara

40.1K 6.2K 2.5K
                                    

Selasa, 31 Agustus 2021

Pembaca lama ternyata banyak ya, hahaha.
Kalian tuh setia tau gak 🔥 kan bikin seneng 🔥 btw kemarin ke pencet, jadi diunpub lagi. Yang ngefolow akun pasti tau kan.

Tadi niatnya ini mau double up. T-tapi.. tapi part 40 nya keapus semua 🥲
Plis nyesek banget.

Jadi sorry kalau up-nya seabad, aku mau inget inget isi part itu. Udah banyak lagi, 3000 word.

Ikut nyesek gak?
Hasil begadang semalam angus semua. Rasanya tuh lebih nyesek dari di putusin doi, plis 🙍

Selamat membaca

***

Bisik bisik tetangga dan Orang orang yang tidak dikenali membuat Rara hanya bisa menunduk, Perempuan itu menggenggam kuat tangan Bagas yang berjalan didepannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bisik bisik tetangga dan Orang orang yang tidak dikenali membuat Rara hanya bisa menunduk, Perempuan itu menggenggam kuat tangan Bagas yang berjalan didepannya. Kakinya melangkah mengikuti Cowok itu masuk ke dalam rumah megah ini. Rumah Orang tuanya, Aldi dan Viona. Rumah yang tampak ramai dengan Orang Orang berpakaian hitam. Rumah yang terasa berkabung di dalamnya.

Rara meneguk salivnya begitu matanya melihat karangan bunga besar di hadapannya. Bertuliskan kalimat 'Turut berduka cita'. Ia mengerjapkan matanya lirih, bersamaan dengan tetesan air yang perlahan keluar dari matanya.

Kepala Perempuan itu menggeleng pelan, lalu tanpa berbicara ia melepaskan tangannya dari Bagas dan berlari masuk ke dalam rumah. Membuat Orang orang disana menatapnya heran.

"RARA!"

Bagas berlari mengejar Rara ke dalam rumah, tepat menginjakkan kakinya di depan pintu utama. Matanya membelak melihat Rara yang ditahan untuk mendekati tempat Aldi berada, Pria berbadan besar menahan tubuh Rara lalu mendorongnya jatuh ke lantai.

"Pa!" Rara menatap Aldi berkaca kaca. Badannya mencoba bangun namun jatuh kembali begitu Pria kembali mendorongnya jatuh.

"Lepasin tangan anda." Bagas membantu Rara berdiri, menatap tajam Pria tadi. Kemudian mengalihkan pandangannya ke Aldi. "Om memang tidak punya hati," tukasnya tajam.

"Sejauh jauhnya seorang Ibu dari anaknya, dia masih memiliki ikatan darah."

"Kalian berdua siapa?" Aldi menyilangkan kakinya, memandang dua orang di depannya datar. "Berani sekali orang asing masuk ke dalam rumah keluarga saya."

"Aldi!" Salah satu Wanita yang duduk tidak jauh darinya berseru.

"Kenapa?" Aldi menaikkan sebelah alisnya lalu terkekeh. "Saya benar, kan? Mereka bukan siapa siapa di keluarga ini."

          

"Dia Anak kamu." Kalimat itu di lontarkan Wanita tadi sambil memandang Rara lurus. "Anak Perempuan kamu, Aldi."

"Dia bukan lagi Anak saya," balas Aldi datar.

"Rara emang bukan Anak Papa lagi, tapi Rara masih Anak Mama," balas Rara.

"Dimana Mama Rara?!"

"Di dalam tanah."

Tubuh Rara membeku, matanya mengerjap lirih. Tetes tetes air mata jatuh ke pipi namun tidak membuatnya berbicara. Di dalam tanah. Ia menggeleng, Mamanya masih hidup, bukan berada di dalam tanah.

"Mama Rara masih hidup," lirih Rara menahan napasnya.

"Rara." Wanita tadi berdiri, mendekati Rara dan memeluk tubuhnya. "Mama kamu, sudah meninggal. Dan sudah di kuburkan siang tadi," bisiknya kecil.

"Hiks... Nggak!" Rara melepaskan pelukan itu, menjauhkan tubuhnya dari Wanita ini. Kepalanya menoleh ke Bagas, ia menggoyangkan lengan Cowok itu. "Bagas... Mama Rara masih hidup, kan?" ujarnya lirih.

Bagas tidak bisa mengeluarkan suaranya, ia pun masih sedikit kaget. Kabar yang di berikan Suster tadi ternyata benar.

"Mama kamu meninggal, karena kamu." Aldi menekankan katanya sambil menatap Rara tajam. "Dan juga karena kamu," lanjutnya menatap Bagas dingin.

"Kenapa Papa nggak kasih tau Rara?!"

Aldi berdiri, di depan Bagas dan Rara. "Sudah saya bilang, kamu bukan keluarga saya lagi. Untuk apa kamu tau masalah keluarga saya? Tidak ada hubungannya dengan kamu," tukasnya.

Rara mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Memandang Papa-nya dengan buram. "Mama, Mama Rara! Mama, Ibu kandung Rara."

"Sudah putus hubungan semenjak kamu lebih memilih pilihan kamu sendiri."

"Sekarang pergi dari sini." Aldi menunjuk pintu. "PERGI!!" bentaknya kencang.

"Mama gak mungkin tiba tiba meninggal! Kemarin terakhir kali Rara ngeliat, Mama kondisinya masih baik baik aja," ujar Rara memandang Aldi tidak percaya.

Di hadapannya, Aldi mengepalkan tangannya kuat. Tangan kanannya terangkat hendak melayangkan tamparan ke pipi Anak Perempuannya, namun justru pipi Bagas lah yang menjadi sasaran tamparannya. Bagas mendorong Rara membuat dirinya yang mendapat tamparan keras itu, sudut bibirnya terasa asin menandakan sobekan di bibir itu.

Wajah yang sempat menunduk kini terangkat, mata hitamnya memandang Pria tua itu tajam. Bagas mengepalkan tangannya.

"Tangan anda, tidak berhak menyentuh pipi Istri saya."

Cowok itu kembali menegakkan tubuhnya, berhadapan dengan Aldi lurus. "Jika anda lupa, Anak Perempuan yang hampir anda tampar ini pernah menjadi Anak kesayangan anda, Tuan Aldi yang terhormat. Sikap anda tidak mencerminkan seorang lelaki besar, lelaki yang disegani banyak orang. Justru sikap dan tindakan anda berusan menunjukkan sikap orang yang tidak berpendidikan," tukasnya lalu menarik tangan Rara menjauh.

Ruangan itu hening, tidak ada yang berbicara. Orang orang yang tadi berada diluar terlihat mengintip di pintu. Suasana disana terasa mencekam dengan aura dari dua lelaki yang sedang saling bertatapan itu.

"Saya memang bukan orang berkecukupan seperti anda. Tapi saya tau, mana yang harus di campurkan dari masalah keluarga ini," ujar Bagas melirik Rara sebentar. "Sejauh jauhnya Rara dari keluarga anda, dia tetap Anak dari Istri anda. Ibu kandungnya, anak kandung anda juga. Jika anda lupa, tidak ada yang namanya mantan Ibu dan mantan Anak."

"Sikap anda, tidak pantas disebut sebagai seorang Ayah."

Bagas menatap Orang Orang di ruangan ini datar. Mereka semua mungkin Om dan Tante dari Rara. Sikap mereka, tidak jauh berbeda dengan Aldi.

BagasRara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang