"Jadi hari ini dia ulang tahun?" tanya Erlan.
"Apa mungkin si peneror itu sengaja membunuh tepat di hari ulang tahun orang itu? Tapi, apa motifnya?" Leva juga ikut berpikir.
"Kasus kematian Grey juga... itu tepat pada tanggal 22, seingat aku, dia ulang tahun pada tanggal itu." Erlan kembali angkat suara.
"Oh iya, sebelum kematian Grey malam itu, sebenarnya aku ngikutin beberapa jejak kertas dari peneror itu." Klamora baru saja ingat bahwa sebelumnya ia memang mengikuti jejak yang diberikan si peneror, entah bagaimana caranya si peneror itu bisa masuk ke halaman rumahnya, dan entah apa yang membuat Klamora mau saja mengikuti jejak kertas itu.
"Kamu serius, Klam? Kok kamu malah ngelakuin itu sendirian, sih? Kan bahaya....""Aku udah gak ada pilihan lain Le, aku udah muak sama teror itu, aku cuma mau si peneror itu segera ditemukan."
"Mengenai Kayana, apa mungkin, gadis itu juga dibunuh oleh orang yang sama dengan yang meneror kamu?" kali ini Reega yang berbicara, laki-laki itu memberikan tatapan tajam penuh menyelidik ke arah Klamora.
"Aduh gadis yang tukang buli itu yah, gak lagi deh bahas kematiannya." Leva menggeleng sembari menyandarkan tubuhnya karena malas jika membahas mengenai hal-hal di luar nalar.
Klamora berpikir sejenak, "menurut pengakuan Kayana, dia dibunuh oleh Harlet, tapi jelas hal itu ia lakukan untuk menghancurkan Harlet."
"Harlet...?" Erlan bergumam, ia masih saja penasaran dengan sosoknya.
"Wait," Leva melepas sandarannya, "pengakuan Kayana? Maksudnya, kamu...."
Klamora mengangguk sebelum Leva menebaknya, "aku gak sengaja berkomunikasi sama dia di alam bawah sadar aku."
Leva mengusap wajahnya, ia tidak bisa membayangkan jika ia ada di posisi Klamora. Benar-benar mengerikan, ia tidak habis pikir bagaimana bisa Kayana memasuki mimpi Klamora.
"Tapi jelas aku gak percaya dengan apa yang dikatakan Kayana. Aku rasa gadis itu masih mempunyai dendam dengan Harlet, emosi yang ia perlihatkan sama sekali gak masuk akal." Klamora melipat kedua tangannya sembari membayangkan kejadian itu.
"Tunggu, jika kamu dan Reega bahkan gak percaya kalau Harlet pelakunya, dan ucapan Kayana itu salah, bukan nya itu aneh?" tanya Erlan yang sejak tadi tampaknya sibuk berpikir.
Ketiga orang disana hanya menatap Erlan bertanya-tanya."Maksudnya, bukan kah itu seakan-akan, Kayana mengatakan dengan keterpaksaan? Itu artinya, ada orang lain yang menyuruh dia untuk mengatakan hal itu." lanjutnya.
Klamora menundukkan kepalanya, ada hal yang sebenarnya ia tahu, hanya saja, ia tidak yakin untuk mengatakannya.
"Apa kamu ingin mengatakan sesuatu, Klamora?" ucapan Reega membuat Klamora salah tingkah.
"Itu.. sebenarnya.." Klamora masih ragu.
"Katakan saja." tuntut Reega.
"Sebenarnya, Kayana mengatakan bahwa ia sangat dekat dengan Berlin sejak smp."
"Hah, serius?" Leva yang pertama kali kaget mendengar hal itu, "kok Berlin gak ada niatan untuk cerita soal Kayana ya ke aku." gumam Leva pelan."Ya, aku rasa mereka memang cukup dekat saat pertama kali masuk." kata Reega.
"Aku gak bermaksud untuk nuduh Berlin. Aku hanya ngerasa, jika Berlin sudah sedekat itu dengan Kayana, apa ada kemungkinan jika Berlin yang menyuruh Kayana untuk membuli Harlet. Mengingat bahwa Berlin sendiri enggan untuk bersikap baik pada Harlet." argumen Klamora membuat ketiga orang di sekitarnya itu semakin berpikir keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIUP LILIN (End)
Horror⚠️ PLOT TWIST AREA [cerita ini memiliki konspirasi] Angel mulai mendapati berbagai macam terror misterius yang tidak bisa ia jelaskan. Awalnya ia hanya mengira bahwa mungkin semua itu adalah kejutan misterius dari teman-teman nya? Sebagai hadiah ula...
57-TIUP LILIN: Argumen
Mulai dari awal