59-TIUP LILIN: Rencana melarikan diri

347 98 7
                                    

[Jangan lupa vote dan komen ya, dan bagiin juga ke temen kalian yang belum tau cerita ini, makasih banyak]
-
-
-
Kamu tahu tidak? Apa yang lebih mengerikan disaat aku mengatakan tiup lilinnya? Yakni, aku akan membunuhnya! Untukmu.... Surprise!

🕯🕯🕯

Klamora membuka matanya secara perlahan, ia menatap ke sana-kemari menelusuri setiap sudut kamar, seingatnya, semalam Reega datang ke kamarnya melalui jendela.

"Ree?" panggil Klamora tidak yakin saat melihat sosok Reega di dekat jendela kamarnya yang terbuka lebar. Suasana di luar sana terlihat masih agak gelap menuju terang, aura dingin menerobos masuk begitu saja ke dalam kamar.

Reega menoleh sembari tersenyum kecil, lalu ia menghampiri Klamora yang masih berusaha untuk membuka matanya.

"Udah bangun."

Klamora berusaha mengingat apa yang terjadi semalam, perasaan, setelah mendengar kabar soal Erlan, ia..

"Semalam kamu pingsan, dan aku juga sengaja temenin kamu. Tapi tenang aja, aku tidur di kursi kok." Reega menjelaskan saat melihat tatapan Klamora yang begitu kebingungan. "Maaf ya, aku terlalu khawatir sampai gak mau ninggalin kamu sendirian. Kamu, udah merasa baikan?"

Klamora mengangguk sambil masih tetap berpikir keras. Klamora memikirkan soal Erlan, jujur, Klamora masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Leva, tapi, mengingat bahwa Reega juga menuturkan hal yang sama, itu artinya.. Erlan memang sudah tiada. Tapi kenapa? Kenapa Erlan harus pergi secepat itu?

Tanpa diduga, Klamora meneteskan air matanya, ia terisak sedih saat kembali mengetahui fakta itu, semua ini sama sekali tidak bisa ia percaya, Klamora berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Dua korban dalam satu hari? Tidak mungkin. Klamora tidak bisa membiarkan si peneror itu membunuh lebih banyak korban lagi. Tiba-tiba saja Klamora menyingkap selimut dan hendak pergi begitu saja, namun Reega yang berada di dekatnya sudah lebih dulu menahan tubuh gadis itu.

"Kla, tenang dulu, kamu mau ke mana?" tahan Reega masih dalam posisi duduk sembari mencekal lengan Klamora.

Klamora memperlihatkan emosinya, air matanya sudah membasahi hampir seluruh pipinya. Kali ini Klamora tidak bisa tinggal diam, ia harus segera menemukan si peneror itu, Klamora tidak ingin ada korban yang berjatuhan lagi hanya karena masalah yang ia hadapi saat ini.

"Aku tahu, Kla, kamu ingin segera menemukan si peneror itu. Tapi kamu harus tenangin diri kamu, kamu gak bisa bertindak gitu aja, kita pikirin semua ini dengan baik-baik, oke?"

Klamora melepaskan cengkeraman Reega, ia berusaha untuk mengendalikan emosinya, "apa lagi yang harus dipikirin Ree? Selama ini yang kita lakuin sia-sia.... Bahkan sekarang si peneror itu mengincar Erlan sebagai korbannya. Aku udah gak bisa terus-terusan diam kayak gini, aku gak mau orang-orang di sekitar aku mati dengan cara seperti ini!" Klamora berbalik dan mendekati pintu kamarnya yang sejak kemarin dikunci oleh sang ayah.

Duk duk duk

"Ayah! Buka, Yah! Klamora harus cari si peneror itu, Yah! Klamora mohon.... Klamora janji, setelah Klamora temuin siapa peneror itu, Klamora akan turutin apa maunya Ayah...."

Duk duk duk

"Ayah.... Klamora mohon, Yah.... Ayah, tolong buka...."

Duk duk duk

Reega segera menghampiri dan berusaha menahan Klamora agar tidak terus-menerus memukulkan tangannya pada pintu.

"Udah, Kla, kamu harus tenang dulu...."

Klamora semakin menumpahkan air matanya, Reega langsung memeluk Klamora agar gadis itu bisa sedikit lebih tenang.

"Ayah aku bilang, bahwa kita akan pindah ke luar kota, Ree. Aku gak mau nurutin apa kata Ayah aku, sampai-sampai Ayah marah dan kunci aku di kamar kayak gini." Klamora terisak dalam dekapan Reega.

Reega mengangguk paham, ia berusaha menenangkan Klamora sejenak, sebenarnya bisa saja ia membawa Klamora keluar melalui jendela seperti yang ia lakukan tadi malam. Tapi, Reega tidak bisa membayangkan jika Ayahnya Klamora panik karena ternyata puterinya sudah tidak ada di kamar. Lagi pula, Reega juga masih belum mengetahui siapa pelaku yang meneror Klamora itu, bahkan Reega juga tidak yakin apakah kematian Erlan juga disebabkan oleh peneror itu? Entahlah, yang terpenting saat ini, Reega harus menuntun Klamora agar berpikir secara terbuka, tidak melibatkan emosi serta tindakan yang bisa saja membahayakan keselamatannya.

"Kla, kita cari peneror itu sama-sama. Aku minta sama kamu, kamu harus tenang, kita akan temukan si peneror itu hari ini." ujar Reega melepaskan pelukannya sembari memegang kedua bahu Klamora erat.

Klamora mengusap air matanya, ia mengangguk mendengarkan ucapan Reega tadi.

"Kemarin, aku tanya soal Briel ke Ayah aku," Klamora masih sesenggukan saat akan menceritakan masalah mengenai apa yang ia ucapkan pada ayahnya kemarin. Reega hanya menatap serius saat mendengarkan Klamora menceritakan hal itu.

TIUP LILIN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang