"Saya udah bilang kalo abis pake alat dapur ya taro di tempatnya lagi, harus berapa kali saya kasih tau?"
Kepalanya tertunduk,
Seperti biasa sebagai rasa hormatnya terhadap seorang santri kepada sang Ustadz/Ustadzah ataupun yang lain yang lebih tua darinya."Maaf Ustadz, tadi Dianna─"
"Tapi kamu yang pake, cepet beresin"
Kepalanya kian tertunduk,
Pun dengan santriwati lainnya yang masih tidak beranjak dari sana. Berbeda dengan seorang gadis yang merupakan adik dari Ustadz tersebut yang menatap sang Ustadz dengan bibir yang mencibik tidak suka."Na'am Ustadz.."
Kakinya melangkah mundur kala sang Ustadz mulai melangkah, beranjak pergi untuk segera kembali mengajar.
Sang adik mendekat,
Tertawa geli terlihat kala melihat wajah Alara yang terlihat takut sekaligus sebal. Hal apapun itu, yang mendapat teguran selalu saja dirinya. Alara sendiripun tidak mengerti mengapa bisa seperti itu."Seneng kan? Akang kamu tuh"
Gelak tawanya kian terdengar,
Berbeda dengan Alara yang beranjak merapihkan beberapa alat dapur yang masih tergeletak tidak berada pada tempatnya."Mau aku bilangin?"
"Ish jangan! Akunya cape kena tegur terus"
"Lagian.."
"Tapi kan tadi pancinya Dianna yang pake, bukan aku"
"Sama aja, kamu berdua kok yang pake"
"Tuh.. kamu mah sama kayak Ustadz Imran"
"Kan aku adeknya.."
"Iya, ngeselin"
"Eh bilang apa? Aku denger lho─ AKANG ALARA TADI BILANG─"
"Astaghfirullahal'azim! Udah Ya Allah, engga, maafin Alara! Udah ah, aku cape"
"Mangkanya.."
Tawa Salwa kembali terdengar,
Membiarkan Alara yang mulai membereskan beberapa Alat dapur disana.──
Alara Batrisyia Ghufran adalah seorang gadis yang sudah menetap lama dipondok. Diusianya yang sudah memasuki tahan pendewasaan membuat gadis itu dapat bertumbuh menjadi gadis yang mandiri.
Ini tahun ajarannya yang terakhir, ia hanya mengikuti beberapa kegiatan yang tidak begitu aktif seperti waktu ia SMA sebelumnya.
Walau tanggung jawabnya kini sudah lebih besar. Namun Alara senang akan hal itu.
"Kamu telat, Dianna cepet masuk"
Gadis yang semua bersamanya masuk lebih dulu, dengan kepala yang tertunduk ia berjalan begitu saja meninggalkan Alara yang mengerutkan keningnya disana.
"Tapi Dianna juga─"
"Saya tadi minta Dianna balik lagi buat ambil Kitab saya yang ketinggalan, kamu telat karena apa? Engga ada alesan, tunggu disini sampe kajian selesai"
"Tapi Ustadz─"
"Kamu ngebantah?"
Kepalanya tertunduk,
Menggeleng kecil dengan tubuh yang perlahan mundur. Tidak berani walau hanya untuk membuka suara lagi kala suara itu terdengar lembut namun dengan penekanan.
"Afwan Ustadz.."
"Berdiri disini, jangan kemana-mana sebelum saya temuin kamu"
Kepalanya mengangguk kecil,
Memilih diam kala banyak mata yang menatap ke arahnya. Diingat Alara sangat tidak suka akan hal itu.Sebelumnya Alara pernah mendapatkan hukuman kala SMA tepat mata pelajaran yang dipegang oleh Ustadz yang sama. Ia telat masuk kelas karena sebelumnya Ustadzah Irma memintanya untuk membawakan beberapa buku yang dikumpulkan pada ruangannya.
Hampir satu jam Alara menunggu,
Kakinya bahkan sudah terasa sangat sakit. Bergerak gelisah kesana kesini untuk menghilangkan rasa sakit dan pegalnya."Kenapa telat"
"Tadi antri di toilet Ustadz.."
Masih dengan kepala yang tertunduk,
Meremat ujung gamis yang ia kenakan dengan perasaan yang sudah takut kala suara dingin Khas Ustadz muda itu."Alesan, toilet banyak"
"Afwan Ustadz"
"Berapa kali kamu telat"
"Dua─"
"Empat"
Kepalanya mendongak,
Namun kembali tertunduk takut kala mendapat tatapan garang itu. Kedua alis yang tertaut menatap Alara tidak percaya kala kepalanya mendongak menatapnya."Empat kali, selebihnya diluar pelajaran. Kamu udah besar, harusnya bisa jadi contoh yang baik buat yang lain. Bukan malah sebaliknya"
Kepalanya menggeleng kecil, semakin tertunduk merasa takut. Alara tidak tau ini akan berakhir seperti apa, yang jelas ia sudah sangat tidak nyaman kala beberapa mata mulai kembali menatap kearahnya.
"Ini terakhir, sekali lagi kamu telat saya bakal kasih hukuman lebih sama kamu. Sekarang masuk"
Kepalanya mengangguk,
"Afwan Ustadz.. Syukron"Tubuhnya meruduk kala melewatinya,
Beralih masuk mendekat pada Salwa juga Dianna yang sudah menunggunya sejak tadi disana.──
"Aku takut lama-lama"
"Kenapa?"
Itu Salwa, 'Si perempuan kepo' dalam segi apapun. Alara tidak mengerti mengapa Salwa bisa seperti itu, padahal jika ia lihat Ustadz Imran tidak seperti dirinya.
"Kamu ntar ngadu"
"Engga atuh, emang kenapa?"
"Aku tidur duluan ya? Ngantuk banget"
"Dianna kamu engga seru"
"Aku ngantuk Sal.."
"Yaudah sana cepet tidur, jangan lupa mimpiin aku"
"Dih.."
Salwa terkekeh,
Lantas segera beralih pada Alara yang masih terjaga disana. Sementara beberapa santri lainnya sudah mulai terlelap, tidur lebih awal untuk kegiatan besok."Kenapa takut? Sok cerita"
"Janji ya jangan ngadu?"
"Iya.. janji"