Kausalitas || Perihal sebab akibat ||

88 10 0
                                    


Pesawat tujuan Yogyakarta menuju Tokyo baru lepas landas tiga puluh menit yang lalu. Mandala memandang keluar jendela pesawat dengan perasaan yang tidak menentu.

Pikirannya sibuk menerka apa yang menyebabkan Nanda enggan menyapa atau berbicara dengannya. Wanita itu hanya berbicara dengan kedua asisten rumah tangganya yang juga ikut bersama ke Tokyo.

Mandala mencoba mengerti, mungkin keadaan yang membuat Nanda tidak sempat menyapanya. Namun, hatinya tidak bisa menerima sikap Nanda terhadapnya, dia merasa seperti tidak dianggap. Padahal, Mandala rela meninggalkan banyak hal, termasuk meninggalkan seseorang yang teramat mencintai Mandala.

"Mungkin ini alasannya kenapa aku dan kamu hanya sampai pada tahap sahabat, karena kamu seringkali nggak menganggap aku ada." Mandala tidak menampik hal itu, mungkin dimata orang-orang dia dan Nanda sangat dekat, bahkan tidak berjarak. Namun, tanpa sepengetahuan siapa pun di antara mereka ada sekat yang tak terlihat.

Lelah, itulah yang Mandala rasakan. Ia lelah dengan harapannya yang lagi-lagi tidak sesuai ekspektasi. Ia lelah dengan Nanda yang tidak ingin berbagi cerita-cerita sedih yang dipendam wanita itu. Ia lelah dengan perasaannya yang hanya mampu berada pada tahap sahabat. Ia lelah mencintai tanpa balasan.

Mandala menarik napas panjang, mengembuskan secara perlahan, berharap rasa sesak di dadanya bisa berkurang sedikit. Nyatanya, usaha Mandala itu tidak membuahkan hasil. Perasaan sesak yang menghimpit dadanya justru semakin menjadi-jadi.

Di saat bebannya kian berat, tiba-tiba muncul suara-suara kecil dalam kepalanya. Suara yang ternyata datang dari sosok yang senantiasa menjaga hati dan perasaan Mandala.

"Pejamkan matamu, bayangkan jika saat ini kamu berada di padang rumput yang luas. Hanya kamu seorang. Berjalan sedikit demi sedikit ke tengah-tengah padang rumput, lalu rasakan semilir angin yang berhembus menerpamu."

Mandala tersenyum miris, di saat ia merasa tak berdaya dia justru teringat Hera. "Her, aku nggak bisa bohong. Aku ingin kamu di sini," gumam Mandala sembari memejamkan kedua matanya. Menggali banyak memorinya bersama Hera, di mana wanita itu selalu tahu caranya melumpuhkan berbagai macam kerisauan yang Mandala rasakan.



***



Duduk bersebelahan dengan bi Mina Nanda merasa gelisah, matanya diam-diam mencuri pandang pada Mandala yang duduk di sebelah pak Jali. Ketika merasa bi Mina sudah tertidur pulas, Nanda memiringkan kepalanya guna melihat Mandala yang tertidur.

Bibirnya menyunggingkan senyum lembut, hatinya menghangat setiap kali memandang paras tampan Mandala, sahabat sekaligus pria yang dia cintai.

Cinta, ya? Nanda ingin tertawa. Mencintai Mandala adalah rutinitasnya, tapi seseorang datang dan merebut Mandala darinya. Membawa pergi Mandala secara perlahan dari Nanda, membuatnya hancur

Mandala telah memenjarakan Nanda sehingga tidak bisa berpaling pada pria mana pun. Namun sialnya, Mandala justru tidak bertanggung jawab atas perbuatannya yang telah berhasil mencuri hati Nanda. Merampok seluruh perhatian Nanda hingga hanya Mandalalah yang selalu ada dalam benaknya.

"Untuk hari ini, besok, dan mungkin lusa, aku ingin kamu menjadi milikku. Setidaknya, biarkan aku menghabiskan jatahku untuk bersamamu sebelum akhirnya Hera akan memilikimu seutuhnya," gumam Nanda. Hatinya kembali teriris, fakta bahwa ada wanita yang berhasil membuat Mandala terenggut darinya selalu menambah luka dan rasa sakit di hatinya.

"Aku yang mencintaimu lebih dulu, mengenalmu lebih dulu, tapi kenapa nggak bisa mendapatkan hatimu, Mandala? Apa aku benar-benar hanya  mendapatkan predikat sebagai seorang sahabat? Apa nggak bisa lebih dari itu?"

NOT MY DESTINY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang