"JIYA!!!"
Aruna menggoyangkan tubuh Jiya yang tengah tertidur pulas. Dengan posisi duduk di meja belajar Aruna, peri itu terlihat begitu nyaman bersandar pada tembok sambil memejamkan mata. Aruna sudah pernah bilang kalau Jiya mau tidur seranjang dengannya tidak masalah, tapi Jiya menolak. Dia lebih menyukai meja belajar Aruna. Dasar peri aneh!
Jiya yang tidurnya terganggu membuka matanya perlahan. Dia mengucek matanya sambil bertanya dengan suara serak, "Ada apa, Aruna?"
"Liat, nih!" Aruna menunjukan jam tangan yang dia pakai. "Kenapa lompatnya pas banget di hari pensi, sih? Gue aja baru ikut latihan sekali, mana hafal!" misuh Aruna.
Jiya menguap sebentar lalu membenarkan posisi duduknya. Masih mencerna ocehan gadis berambut sebahu itu.
"Tunggu Aruna," kata Jiya saat dia ingat sesuatu. "Bukannya kemarin tidak ada kesalahan yang kamu perbaiki, kenapa kamu bisa melompati waktu?"
Benar juga yang dikatakan Jiya. Kemarin dia tidak memperbaiki kesalahannya di masa lalu. Dia hanya menjalankan hari seperti hari biasa.
Aruna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya, ya? Kenapa gue baru sadar?"
"Apa yang kamu lakukan kemarin?" todong Jiya.
Aruna mengigit jari telunjuknya sambil mengingat-ingat apa saja yang dia lakukan kemarin sebelum dia berteleportasi waktu ke hari ini.
"Nggak ada yang aneh-aneh," ujar Aruna memulai cerita. "Gue sekolah kaya biasa. Pulangnya gue jenguk Jevin. Oh iya, pas gue mau beli buah buat Jevin, gue ketemu sama temen kerja gue. Tapi dia belum ngenalin gue," lanjut Aruna.
"Terus?" tanya Jiya tidak sabar.
"Udah gitu aja."
"Kamu tidak melakukan apapun saat bertemu teman kerjamu?" tanya Jiya dengan tatapan curiga.
Aruna menjentikkan jari. "Ah... Gue inget! Gue bantu dia yang lagi berantem sama pedagang buah," cerita Aruna lagi sambil tertawa. Lucu kalau diingat-ingat kejadian kemarin, gara-gara uang yang terbang tertiup angin, dua wanita dewasa bertengkar seperti anak kecil.
"Aruna, Aruna, Aruna!!!" ucap Jiya heboh. "Kalau kamu melakukan kebaikan diluar memperbaiki kesalahan, kamu bisa berteleportasi waktu dan mempercepat perjalanan kamu!"
Aruna melebarkan mulutnya. Ternyata bisa seperti itu juga? Dia sepertinya harus banyak-banyak berbuat kebaikan mulai sekarang.
"Tapi kenapa harus di hari ini, sih?" keluh Aruna mengingat kalau hari ini adalah pensi.
"Mau gimana lagi, artinya hari ini kamu melakukan kesalahan," balas Jiya.
"Terus nasib gue gimana?" tanya Aruna menekankan kata-katanya. Gadis itu kesal dengan respon santai pendampingnya. "Kasih solusi dong, lo kan ditugasin buat dampingin gue," sambungnya.
"Bukannya dulu kamu pernah dance dengan gerakan yang sama, jadi nggak masalah, kan?"
"Nggak masalah Master Limbad ngerap!" cetus Aruna. "Itu udah delapan tahun yang lalu wahai Peri pendampingku."
Jiya menghela nafas menghadapi gadis di depannya ini. "Apa penting kamu dance-nya bagus atau tidak?"
"Ya penting dong, Jiya. Kalau penampilan gue jelek, nanti predikat gue sebagai cewek terpopuler bisa hilang," jawab Aruna. Enak saja berkata seperti itu, Aruna itu dulu dikenal sebagai siswa dengan segudang bakat. Kan nggak lucu kalau nanti dia nge-freeze waktu di panggung.
Jiya menatap Aruna datar setelah mendengar alasan kekanak-kanakan Aruna.
"Dasar manusia," cibir Jiya. "Sehebat apapun kamu di waktu sekarang tidak akan mengubah apapun di masa depan. Yang terpenting sekarang adalah kamu harus memperbaiki apapun kesalahanmu di hari ini, oke?"
Aruna menghentakan kakinya kesal dan menjawab iya dengan ketus.
***
Aruna berangkat ke sekolah bersama Leo. Memang niat sekali laki-laki itu jauh-jauh datang hanya untuk menjemput Aruna. Padahal dari rumah Leo ke rumah Aruna sekolah mereka terlewati. Tidak apa-apa, toh Aruna yang diuntungkan dari sikap bucin mantan tunangannya ini.
"Kamu nanti tampil pertama, ya?" tanya Leo setelah melepas helm dari kepalanya. Mereka baru saja sampai di sekolah.
"Iya."
"Semangat, Sayang! Aku pasti nanti nonton paling depan," ujar Leo. Lelaki yang hari ini mengenakan baju bebas itu mengacak rambut sebahu Aruna.
Aruna membalasnya dengan senyuman walau dalam hati dia berteriak, "Idihhh... Kagak usah kali!"
Scarlet girl bersiap-siap di ruang kelas sebelum tampil. Mereka saling mendandani satu sama lain. Karena mendapat giliran tampil pertama yaitu jam sembilan pagi, mereka harus bersiap dengan cepat. Aruna ingat saat-saat ini, tapi bedanya sekarang ada Vira bersama mereka.
Aruna masih bingung apa yang akan dia lakukan nanti saat di atas panggung.
"Bengong mulu, woy!"
Teguran Gisel membuat Aruna yang sedang menguncir rambut Feli tersentak.
"Itu ada yang nggak kebawa rambutnya," lanjut Gisel menunjuk rambut Feli yang tersisa saat Aruna menguncirnya.
"Ih, Runa!" misuh Feli.
"Disaat gue lagi kebingungan kaya gini, lo masih khawatirin soal rambut, Fel," ucap Aruna dalam hati.
"Kenapa sih, Na?" sahut Vanya. Vira sendiri hanya diam, tidak nimbrung dalam obrolan genk populer itu.
"Gue deg-degan, deh," curhat Aruna. Gadis itu kemudian membenarkan tatanan rambut Feli.
"Kita kan udah latihan tiga minggu dan hasilnya juga bagus."
"Kalian latihan tiga minggu, lah gue?"
"Yups, bener apa yang dibilang Vanya."
Aruna hanya bisa meringis. Dia pasrah dengan apapun yang terjadi nanti.
"Okay, Aruna! Be prepared to embarrassed your self!" batin Aruna. Dia sudah siap mempermalukan dirinya sendiri.
Tepat jam setengah sembilan, MC yang merupakan anggota OSIS membuka acara tersebut. Pertama adalah acara yang paling tidak disukai oleh siswa yaitu sambutan dari kepala sekolah. Siapa yang suka dengan pidato yang membuat mengantuk itu, apalagi sampai memakan waktu hingga dua puluh menit. Tepat setelahnya perwakilan kelas Aruna pun dipanggil.
Mereka sudah berada di belakang panggung dari sepuluh menit yang lalu. Aruna tak bisa berhenti bergerak dengan gelisah. Dia menggigit jarinya dan berjalan mondar-mandir.
"Saatnya penampilan pertama yang datang dari adik kelas kita," ucap MC laki-laki yang merupakan ketua OSIS.
"Siapa tuh, Kak?" sahut MC perempuan yang Aruna juga lupa itu siapa.
"Penasaran?"
MC perempuan mengangguk dan menjawab, "Banget. Aku yakin yang di sini juga semuanya penasaran, kan?"
"Pokoknya grup ini merupakan grup terpopuler di angkatan adik kelas kita." MC memberikan clue yang membuat penonton yang merupakan siswa SMK 97 berteriak heboh. Dengan clue tersebut mereka sudah bisa menebak kalau yang dimaksud oleh MC adalah Scarlet girl.
"Aku tau nih! Tanpa nunggu lama lagi ini dia Scarlet girl!"
Tepuk tangan penonton riuh terdengar membuat Aruna semakin was-was. Feli, Gisel, Vanya dan Vira berjalan ke arah depan panggung. Mereka tidak akan tampil di atas panggung, melainkan di lapangan yang ada tepat di depan panggung. Sedangkan Aruna masih setia di posisinya dengan kaki yang terus menghentak-hentak pelan.